Ekonomi Syariah Diminati, karena Manfaat atau Taat? 

ekonomi syariah

Negara hanya mengambil bagian syariat yang dianggap bisa mendatangkan keuntungan baginya. Syariat hanya menjadi pilihan, bukan suatu kewajiban.

Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com& Penulis Semesta kata, Lorong Waktu)

NarasiPost.Com-Ekonomi syariah tengah naik daun. Segala hal yang berlabel halal juga digandrungi. Pangsa pasar ekonomi syariah juga sangat besar sehingga menarik perhatian.

Perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia mendapatkan pengakuan dunia. Meskipun kondisi literasi dan inklusi terbilang rendah, tetapi aset keuangan syariah di Indonesia berada di posisi ke-7 secara global. Hal ini ditunjukkan dalam laporan Islamic Finance Development Report tahun 2022. Capaian ini ditopang dengan potensi demand Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, yakni 237.56 juta jiwa atau 86,7% dari total penduduk Indonesia. Secara keseluruhan, pertumbuhan aset keuangan syariat Indonesia telah mencapai Rp2.450,55 triliun atau sekitar US$163,09 miliar posisi per Juni 2023. Angka ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 13,37% (yoy) dengan market share sebesar 10,94% terhadap total keuangan nasional. (cnbc.com, 13/10/2023)

Pasar yang Menggiurkan 

Potensi industri keuangan syariah nasional terus berkembang memenuhi pasar, baik konsumen retail maupun bisnis. Sebagian besar pelaku jasa keuangan telah menyasar industri riil. Tercatat pelaku UMKM sebanyak 64,2 juta dengan kebutuhan dana sekitar 1.605 triliun. Ini menunjukkan bahwa sektor keuangan syariah memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional. 

Dilansir dari cnbc.com (13/10/2023), posisi pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia tumbuh menjadi 7,31% dari total industri perbankan per Juni 2023. Pertumbuhan itu ditopang oleh 13 bank syariah, 20 unit usaha syariah, dan 171 BPRS dengan sebaran porsi aset 65,78% bank umum syariah, 31,68% unit usaha syariah, dan BPRS sebesar 2,54%. Sementara, dari sektor pasar modal syariah, pangsa pasar produk sukuk korporasi, sukuk negara, dan reksa dana syariah mencapai 12,7%  per akhir Agustus 2023. Pangsa pasar saham syariah telah mencapai 56% terhadap seluruh saham yang tercatat di bursa efek Indonesia.

Kondisi pangsa pasar yang positif ini kemudian menempatkan Indonesia sebagai The Best Islamic Capital Market oleh Global Islamic Financial Award. Penghargaan tingkat internasional ini diberikan kepada Indonesia selama 4 tahun berturut-turut sejak tahun 2019. Jumlah penduduk muslim yang besar menjadi pangsa pasar yang sangat potensial. Maka, potensi cuannya pun amat menggiurkan. 

Peluang Meraup Materi 

Kecenderungan konsumen pada tren dan produk halal terus meningkat dari tahun ke tahun. Konsumen merasa lebih aman jika ada label syariahnya. Mereka akan mencari produk yang berlabel halal atau syariah.

Hal ini tentu tak mau disia-siakan karena merupakan peluang bisnis. Para pelaku industri berlomba membuat produk halal untuk memenuhi permintaan pasar. Mereka tak ingin melewatkan kesempatan untuk mengais pundi-pundi dari industri halal yang sedang semarak.

Karena melihat potensi pasarnya yang besar inilah kemudian negara mengembangkan sektor ekonomi dan keuangan syariah. Bagi negara, ini bisa mendatangkan pemasukan dan mengalirkan dana ke kas negara. Memang, materi menjadi tujuan pengembangan ekonomi syariah atau industri halal.

Manfaat yang Dikejar 

Daya tarik dan potensi ekonomi syariah tidak hanya menarik negara-negara Islam, tetapi juga negara yang mayoritasnya nonmuslim seperti Cina, Brazil, Australia, dan Korea Selatan. Cina misalnya merupakan penghasil pakaian muslim terbesar di dunia. Brazil dan Australia menjadi pemasok daging halal terbesar di dunia. Korea Selatan yang menasbihkan dirinya sebagai pusat wisata halal. Kemudian juga ada Inggris yang terkenal sebagai pusat keuangan syariah di dunia.

Meskipun mereka sendiri bukan muslim atau tak paham dengan syariat itu sendiri, tetapi bukan masalah. Karena, yang penting adalah cuan mengalir ke kantong mereka. Dorongan mereka melakukan bukanlah menyadari kebenaran syariat, tetapi karena adanya manfaat materi yang diberikan. Ketika suatu saat manfaat itu tidak lagi dirasakan, maka mereka pun akan meninggalkannya.

Bukan hal yang mengherankan jika mereka menggemari ekonomi syariah dan label halal, tetapi juga gencar melancarkan islamofobia. Pelecehan terhadap ajaran Islam terus terjadi, tetapi keuntungan dari industri keuangan syariah diminati. Ini karena materilah yang menjadi target mereka, bukan syariat-Nya.

Ekonomi Syariah ala Kapitalisme 

Dalam sistem kapitalisme, materi menjadi tujuan manusia melakukan perbuatan. Dengan asas sekularismenya, tujuan tersebut ditempuh dengan segala cara. 

Atas itulah, ekonomi dan industri yang dibangun dalam sistem kapitalisme pasti bertujuan untuk meraih materi. Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan agar ekonomi dan industri syariah berkembang sehingga mendatangkan pemasukan. Begitu pula para pengusaha dan pemilik modal yang menjalankan bermacam cara dan langkah untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Masyarakat konsumen juga merasa mudah karena mendapatkan apa yang dibutuhkan tanpa melihat apakah itu halal ataukah haram.

Baca juga : https://narasipost.com/opini/11/2021/ekonomi-syariah-mendunia-bersama-khilafah/

Prinsip tujuan menghalalkan segala cara tersebut membawa konsekuensi menabrak aturan dan norma yang ada. Banyak aturan syariat yang diabaikan demi memaksimalkan keuntungan. Syariat diotak-atik agar sesuai dengan prinsip kapitalisme.

Ekonomi dan keuangan syariah nyatanya masih berbasis riba meskipun sudah jelas keharamannya menurut syariat Islam. Bukan hanya masalah riba yang diharamkan, tetapi juga masih banyaknya akad fasad dan batil yang terjadi dalam aktivitas perbankan. Walau dikatakan tidak ada bunga, tetapi transaksi-transaksi yang sebenarnya dilarang seperti saham syariah dan leasing syariah masih terus berlangsung. 

Semangat untuk berekonomi syariah telah dibajak oleh kapitalis sekuler demi keuntungan sendiri. Mereka menyematkan label syariah untuk meraup cuan. Mereka ‘menghalal-halalkan’ segala produk atau transaksi yang jelas diharamkan supaya konsumen memilihnya. Setiap celah dan potensi yang sekiranya mampu memberinya materi akan diambil. Di mana ada peluang mendatangkan uang, maka di situlah mereka bergerak. 

Bukan karena Ketaatan 

Sangat disayangkan bahwa naiknya pamor halal dan ekonomi syariah tidak dibangun dari kesadaran. Negara mengembangkan industri halal bukan sebagai bentuk ketaatan pada aturan syariat. Para pelaku industri pun demikian.

Tak heran bila kemudian terjadi pilih-pilih syariat. Mengambil sebagian ajaran syariat dan menolak sebagian lainnya. Layaknya dalam jamuan prasmanan yang mempersilakan mengambil apa saja yang disukai dan mengabaikan apa saja yang tidak disukai. Syariat yang menguntungkan baginya akan diambil. Sementara, ajaran syariat yang tidak sejalan dengan kepentingannya akan ditinggalkan.

Syariah menjadi tren, tetapi praktik riba jalan terus. Halal digemari, tetapi muamalah batil juga dilakukan. Syariah hanya sebatas tempelan atau gaya hidup sesaat. Dipakai bila bermanfaat, ditinggalkan bila tak memberi manfaat.

Negara sebagai pemangku kebijakan tidak mengambil semua seruan syariat. Negara hanya mengambil bagian syariat yang dianggap bisa mendatangkan keuntungan baginya. Syariat hanya menjadi pilihan, bukan suatu kewajiban.

Inilah yang menjadikan masyarakat terus berada dalam kekacauan. Alih-alih menjadikan syariat sebagai aturan dan solusi setiap permasalahan, negara justru memanfaatkannya sebagai ladang penghasilan. 

Membangun Kesadaran 

Ekonomi syariah seharusnya diterapkan sebagai bentuk kesadaran akan kewajiban pada Sang Khalik. Aplikasinya bukan sekadar mengambil manfaat, tetapi sebagai wujud ketaatan pada Allah taala. Kesadaran inilah yang harus dibangun. Yakni, menjalankan syariat-Nya karena taat, bukan cari manfaat.

Sebagai pengatur urusan manusia, negara berkewajiban membangun kesadaran akan aturan Allah Swt. Negara membina masyarakat dengan akidah Islam sehingga terbangun kesadarannya sebagai hamba dari Sang Pencipta. Dengan begitu, masyarakat akan secara sadar melakukan aktivitasnya di atas landasan keimanan. Masyarakat akan sadar bahwa keterikatan pada hukum syariat adalah sebuah keharusan. 

Negara juga senantiasa menciptakan kondisi di tengah masyarakat agar ketakwaan terus terjaga. Ada aturan yang diterapkan negara untuk mencegah dan memberi sanksi bagi pelanggaran terhadap syariat. 

Penerapan Islam Harus Kaffah 

Islam adalah agama yang komprehensif. Aturannya lengkap dan menyeluruh. Karena itu, penerapannya tidak bisa setengah-setengah. Menjalankan syariat Islam secara keseluruhan ini merupakan perintah Allah Swt. sebagaimana yang disebutkan dalam surah Al-Baqarah ayat 208:  

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱدْخُلُوا۟ فِى ٱلسِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Artinya: “Hai, orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” 

Islam mengatur sektor ekonomi dan industri sebagaimana sektor lainnya seperti pendidikan, hukum, sosial, dsb. Bidang ekonomi tidak hanya masalah keuangan, tetapi juga ada pertanian, industri, dan perdagangan. Pada semua itu, syariat Islam diberlakukan. Tidak ada satu aspek pun dalam kehidupan manusia tersebut yang tidak diatur oleh syariat. 

Industri halal yang saat ini berkembang umumnya hanya dalam makanan, minuman, pakaian, dan perbankan. Padahal, industri halal itu juga mencakup farmasi, properti, wisata, manufaktur, dan bahkan energi. Industri halal sebenarnya adalah salah satu lini dari keseluruhan bidang perindustrian. Yang mana semua itu dibangun dalam basis sistem ekonomi Islam dan berjalan dalam koridor syariat Islam kaffah.

Dalam Islam, segala sesuatu yang haram seperti khamar, babi, dan riba tidak boleh ada industrinya. Barang semacam itu dilarang untuk diproduksi atau diambil manfaatnya. Islam melarang keras praktik riba, maysir, dan gharar (transaksi ketidakpastian) karena haram dan pasti menimbulkan masalah dalam perekonomian. Semua praktik ekonomi yang bermasalah itu akan dihapus karena Allah melarangnya. 

Kehalalan industri juga dilihat dari aspek kepemilikannya. Barang milik umum seperti minyak bumi, gas, air, dsb. adalah milik rakyat dan tidak boleh dikuasai oleh individu. Pengelolaannya diserahkan kepada negara untuk kemudian dikembalikan kepada seluruh rakyat dalam bentuk yang telah ditetapkan syariat. Maka, setiap usaha pada barang milik umum tersebut haram hukumnya bila dijalankan oleh individu atau swasta. Individu hanya boleh memproduksi barang yang terkategori sebagai milik individu dengan tetap mengikuti ketentuan syariat.

Praktik ekonomi syariah yang kini tengah booming sesungguhnya baru sebagian kecil saja yang diterapkan. Namun, begitu saja manfaatnya telah sangat nyata. Jika diterapkan secara keseluruhan, pastilah kebaikannya jauh lebih besar lagi. Keberkahan juga akan berlimpah melingkupi umat manusia. 

Ekonomi syariah lahir dari akidah Islam. Maka, segala penerapannya haruslah sebagaimana Islam menggariskan. Dengan begitu, kemaslahatan akan benar-benar terwujud sempurna. 

Wallahu a’lam bishshawab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Deena Noor Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Narasi Sesat Pencegahan Perkawinan Anak
Next
Narasi Pencegahan Pernikahan Dini, Bahaya Liberalisasi Ideologi? 
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

4 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Dyah Rini
Dyah Rini
1 year ago

Perintah Allah untuk menjalankan syari'at menang harus secara keseluruhan, bukan parsial layaknya prasmanan. Dipilih yang disukai dan ditinggalkan yang tidak menarik. Padahal hakekatnya semua syariat Allah pasti mengandung maslahat. Karena yang membuat syariat adalah yang Maha Tahu dengan apa yang dibutuhkan manusia.( Makhluknya)

Wd Mila
Wd Mila
1 year ago

selama asasnya masih sekalarisme, maka Ekonomi dan keuangan syariah nyatanya masih berbasis riba meskipun sudah jelas keharamannya menurut syariat Islam. bagaimana tidak, ekonomi dikuasai oleh orang-orang kafir yang notabenenya tidak paham syariat Islam.

Sartinah
Sartinah
1 year ago

Betul sangat, mereka menjadikan ekonomi syariah sebagai pilihan, tapi sayang tujuannya tetap mengejar untung. Ekonomi syariah ditarget, tapi syariat lainnya dibuang.

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
1 year ago

Pilih syariah secara keseluruhan, jangan seperti prasmanan. Nyatanya semua masih bermuara kepada kapitalis sekuler. Terapkan Islam kaffah

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram