Khilafah akan mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat Papua. Jika masih ada kelompok bersenjata yang memberontak, Khilafah akan menumpasnya dengan tegas.
Oleh. Ragil Rahayu, S.E.
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) lagi-lagi menebar teror di Papua. Warga pun ketakutan hingga mengungsi dari tempat tinggalnya. Yang terbaru, sebanyak 70 orang warga Kampung Eronggobak, Distrik Omukia, Kabupaten Puncak, Papua mengungsi ke dekat Pos TNI Eromaga Satgas Mobile Raider 300/BJW pada Jumat (20/10). Mereka takut karena di tempat tinggalnya tiba-tiba muncul beberapa orang asing dari wilayah Kepala Air dan Beogayang. Orang-orang tersebut membawa senjata tajam dan busur panah sehingga diduga merupakan anggota KKB. (CNN Indonesia, 21/10/2023)
Ketakutan warga bukan tanpa alasan. Sebelumnya telah terjadi penyerangan terhadap 23 pekerja proyek pembangunan Puskesmas Omukia di Kabupaten Puncak, Papua pada Kamis (19/10/2023). Akibat penyerangan tersebut, satu orang tewas dan dua orang terkena anak panah. Para anggota KKB menyerang menggunakan senjata api, panah, serta parang. (Detik, 23/10/2023)
Di wilayah lain juga terjadi serangan oleh KKB. Pada Senin (16/10/2023), puluhan pendulang emas di area tambang Kampung Mosom Duba, Kali I, Distrik Seradala, Yahukimo, Papua Pegunungan diserang oleh KKB pimpinan Egianus Kogoya. Akibat serangan tersebut, 13 orang meninggal dunia karena tertembak dan 45 korban yang selamat segera dievakuasi. (Detik, 27/10/2023)
Problem Sistemis
Keberadaan KKB di Papua sudah berlangsung selama puluhan tahun. Keberadaan KKB menjadikan Papua selalu membara. Selama ini tidak ada solusi yang berarti. Sudah banyak warga dan bahkan anggota TNI yang menjadi korban. Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) melaporkan bahwa telah terjadi 53 kasus kekerasan dan konflik bersenjata di Papua sepanjang 2022. Adapun korban jiwa mencapai 85 orang. Tembak-menembak kerap terjadi di pos-pos penjagaan, pasar, jalan utama, dan fasilitas layanan publik. Pada 2021, jumlah kasus kekerasan lebih banyak lagi, yakni mencapai 63 kasus. (Katadata, 2/3/2023)
Problem di Papua memang sangat pelik dan kompleks. Berbagai aspek saling berkelindan. Berawal dari buruknya riayah yang dilakukan pemerintah terhadap Papua sehingga sebagian rakyat Papua tidak merasa menjadi bagian dari Indonesia, tetapi justru merasa dijajah oleh Indonesia.
Secara ekonomi, Papua sangat miskin. Kekayaan alam berupa emas, perak, tembaga, kayu, dan hasil hutan lainnya dikeruk dari bumi Papua, tetapi rakyatnya tidak ikut menikmatinya. Berdasarkan data BPS, saat ini Papua menduduki peringkat pertama provinsi termiskin. Angka kemiskinan di Provinsi Papua mencapai 26,03%. Sedangkan Provinsi Papua Barat menjadi provinsi termiskin kedua dengan persentase kemiskinan mencapai 20,49%. (CNBC Indonesia, 15/8/2023)
Pembangunan di Papua sangat jauh tertinggal dengan wilayah lainnya. Akses terhadap pendidikan dan kesehatan juga sulit. Apalagi kondisi geografis Papua berupa gunung-gunung sehingga mobilitas warga menjadi sulit. Akibatnya, tingkat putus sekolah sangat tinggi. Di Papua, lebih dari 620 ribu anak di jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK tidak bersekolah atau tidak menyelesaikan pendidikannya. (VOA Indonesia, 26/6/2023)
Akibat rendahnya tingkat pendidikan, perilaku hidup primitif masih ada di tengah kondisi dunia yang sudah demikian modern. Mirisnya, perilaku primitif ini justru dilestarikan oleh pemerintah dengan dalih melestarikan kearifan lokal dan untuk menggaet pemasukan dari pariwisata.
Ketika era otonomi daerah datang, Papua mendapatkan curahan dana otonomi yang besar. Namun, perilaku korup demikian menggurita pada para pejabatnya, meski mereka putra asli Papua. Akibat korupsi, beasiswa untuk para mahasiswa Papua terhenti sehingga mereka terancam tidak bisa melanjutkan studinya. Padahal studi itu penting untuk pembangunan SDM Papua. Akibatnya, meskipun ada banyak dana yang dikucurkan dari pemerintah pusat, dana yang sampai ke rakyat hanya seuprit.
KKB, Teroris
Dalam kondisi yang demikian sulit, muncullah kelompok-kelompok yang menyerukan disintegrasi. Dahulu kelompok ini disebut Organisasi Papua Merdeka (OPM), tetapi kini disebut KKB karena tindakan kekerasan yang mereka lakukan sudah terkategori tindak kriminal. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar bahkan mengategorikan KKB Papua sebagai kelompok teroris.
KKB mendapatkan dukungan dari luar negeri, baik dukungan politik, dana, maupun persenjataan. Kelompok ini terus memprovokasi warga agar menuntut kemerdekaan, lepas dari Indonesia. Untuk meraih tujuannya, mereka melakukan aksi kriminal yang merugikan masyarakat. Aksi ini akan terus mereka lakukan sampai tuntutan kemerdekaan mereka dipenuhi oleh pemerintah.
Aparat TNI sendiri tidak bisa menumpas KKB dengan tegas karena isu Papua menjadi sorotan internasional. Jika TNI bersikap keras pada rakyat Papua, akan dianggap sebagai pelanggaran HAM sebagaimana kasus Timor Timur dahulu. Indonesia akan mendapatkan sanksi dari pihak internasional, seperti PBB.
Baca juga : https://narasipost.com/surat-pembaca/03/2021/kkb-kembali-berulah-di-mana-peran-negara/
Dengan demikian, problem Papua merupakan problem sistemis, yaitu disebabkan penerapan sistem kapitalisme. Kapitalisme menjadikan negara hanya berperan sebagai regulator yang berlepas tangan, bukan sebagai ra'in (pengurus urusan rakyat). Kapitalisme juga melegalkan perampokan kekayaan alam atas nama investasi. Akibat kapitalisme, negara menjadi abai terhadap pengurusan rakyat Papua, akibat kapitalisme pula kekayaan Papua dibiarkan dirampok oleh para kapitalis asing. Oleh karenanya, solusi mendasar atas problem Papua adalah mengganti sistem kapitalisme yang diterapkan di Indonesia dan diganti dengan sistem Islam.
Khilafah Menyejahterakan Papua
Islam menganggap semua manusia adalah sama, yaitu sama-sama makhluk ciptaan Allah Swt. Tidak ada kelebihan antara satu suku bangsa dengan suku bangsa lainnya. Hal ini sebagaimana hadis Rasulullah saw.,
"Tak ada kelebihan orang Arab dari yang bukan Arab (ajam), yang bukan Arab dari orang Arab, yang berkulit merah dari yang berkulit hitam, dan yang berkulit hitam dari yang berkulit merah, selain dari ketakwaannya." (HR. Ahmad)
Dengan demikian, tidak ada diskriminasi dalam sistem Islam. Khilafah sebagai institusi pelaksana sistem Islam akan memandang semua rakyatnya sama, yaitu sama-sama harus diurusi kebutuhannya. Politik ekonomi Khilafah akan menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya, yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan disediakan langsung oleh Khilafah. Dengan demikian, sekolah dan layanan kesehatan bisa diakses secara gratis. Tidak hanya mendapatkan pelajaran, bahkan siswa akan mendapatkan seragam, alat tulis, asrama, dan makanan gratis. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya juga tersedia gratis sehingga rakyat tidak kesulitan untuk berobat. Bahkan makanan dan pakaian selama di rumah sakit dan obat yang dibawa pulang juga gratis. Fasilitas ini bisa dinikmati oleh seluruh rakyat, termasuk rakyat Papua.
Pembangunan
Khilafah akan membangun sekolah, asrama, perpustakaan, perguruan tinggi, laboratorium, rumah sakit, dll. di Papua sesuai dengan kebutuhan warganya. Dengan demikian, warga Papua akan teredukasi dengan baik dan menjadi masyarakat yang maju. Infrastruktur seperti jalan, bandara, pelabuhan, terminal, dll. akan dibangun sesuai kebutuhan rakyat, bukan sekadar untuk pencitraan.
Dana untuk membiayai semua itu berasal dari baitulmal, yaitu pengelolaan kepemilikan umum seperti tambang dan hutan yang diambil alih dari swasta untuk selanjutnya dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Negara juga mendapatkan pemasukan yang besar dari harta rampasan perang (fai'), pungutan atas tanah kharajiyah (kharaj), pungutan atas nonmuslim (jizyah), dan zakat.
Sedangkan untuk pemenuhan sandang, pangan, dan papan, negara memfasilitasi warganya yang laki-laki untuk bekerja mencari nafkah. Negara akan membantu para laki-laki Papua agar memiliki kemampuan untuk bekerja. Negara juga melakukan industrialisasi sehingga membuka banyak lapangan kerja untuk rakyat. Jika masih ada warga Papua yang miskin karena tua, cacat, atau sakit dan tidak memiliki kerabat yang bisa menafkahi, Khilafah akan memberikan santunan hingga kebutuhan dasarnya terpenuhi.
Dengan semua upaya sistemis tersebut, Khilafah akan mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat Papua. Dengan jaminan kesejahteraan yang demikian luar biasa, jika masih ada kelompok bersenjata yang memberontak, Khilafah akan menumpasnya dengan tegas. Dengan demikian, tidak terjadi disintegrasi.
Hal ini sebagaimana hukum tentang bugat di Al-Qur'an,
وَاِنْ طَاۤىِٕفَتٰنِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اقْتَتَلُوْا فَاَصْلِحُوْا بَيْنَهُمَاۚ فَاِنْۢ بَغَتْ اِحْدٰىهُمَا عَلَى الْاُخْرٰى فَقَاتِلُوا الَّتِيْ تَبْغِيْ حَتّٰى تَفِيْۤءَ اِلٰٓى اَمْرِ اللّٰهِ ۖفَاِنْ فَاۤءَتْ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَاَقْسِطُوْا
Yang artinya: Dan apabila ada dua golongan orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap yang lain, perangilah yang berbuat zalim itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali, damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil."
Wallahu a'lam bishawab. []
Di rumah sendiri tapi penuh dengan ketakutan dan berselimut kemiskinan. Kasihan rakyat Papua.
Benar, Islam adalah solusi terbaik.
Sistem Islam memang yg terbaik yg pernah ada. Semoga khilafah jilid 2 segera tegak, khilafah ala minhajjinnubuwah.
Amin. Kasihan rakyat Papua, hidup miskin di atas gunung emas.
Konflik yang dipelihara.
Miris. Indonesia harusnya aware dengan strategi pecah belah ini dan serius mengurusi rakyat Papua.
Sungguh malang, Papua.
SDA melimpah.
Tapi pejabatnya korup.
Sehingga rakyatnya tidak ikut menikmatinya.
Saatnya tegakkan khilafah di bumi ini.
Pejabat level bawah sampai atas sama saja. Saking korupnya, sampai ada yang mati kelaparan di Papua.
kelompok separatis ada karena sistem sekarang tidak mampu memberi kesejahteraan secara merata kepada mereka.
Betul, mbak. Mereka berontak karena tidak diriayah.
Papua itu seperti anak tiri yang kurang mendapat kasih sayang. Memang benar sih, problem di Papua sudah sangat kompleks. Kalau hanya diselesaikan di tingkat cabangnya, pasti gak mungkin menyelesaikan persoalan di Papua secara tuntas. Sayangnya, inilah yang dilakukan negara. Miris ...
Dana besar digelontorkan, tapi malah dikorupsi. Ya Rabb...
Rakyat Papua bagaikan tikus yang mati di lumbung padi.. kekayaan alam yang begitu melimpah dikuasai asing dan segelintir petinggi negeri.. rakyat hanya disuguhi janji-janji yang tak pernah ditempati.. padahal Papua adalah Indonesia, Papua saudara kita
Betul. Banyak warga Papua yang muslim. Bahkan Islam lebih dahulu masuk Papua dari para misionaris.
Memang ngeneh nasib rakyat di negeri yang kaya ini. Penguasa tidak fokus menuntaskan masalah demi masalah. Namun, justru membuat masalah dan mengalihkan penyebab masalah ke yang lain. Kapan yo pemerintah sadar bahwa ini semua karena ulah mereka juga. Rindu dengan kepemimpinan Islam serta sistem keamanan Islam
Jadi ingat Khalifah Umar yang hanya makan roti kering ketika masa paceklik. Padahal beliau bisa saja hidup mewah, tapi beliau tidak mau makan enak ketika rakyatnya kelaparan.
Begitulah nasib rakyat di negara berkembang. Mereka hanya menjadi tumbal bagi kerakusan kaum kapitalis.
Iya, Mbak. Kekayaan alam mereka dirampok, mereka sendiri tetap miskin. Yang kaya adalah para kapitalis.
Miris...Berbicara masalah Papua sungguh bagaikan tikus yang mati di lumbung padi. Kaya akan sumber alam, namun rakyatnya sengsara. Bahkan rasa aman pun tidak mereka dapatkan di sana. Ganti sistem Islam agar keadilan bisa dirasakan oleh rakyat Papua.
Sudahlah miskin, tidak aman pula. Kebayang ya nanti orang-orang yang terzalimi ini akan menuntut para penguasa dan kapitalis yang menzaliminya. Semoga kita tidak diam dengan kezaliman ini.
KKB seolah memang dipelihara.
Kasihan rakyat Papua. Hanya Islam yang mampu menyelesaikan permasalahan kompleks di sana dan di seluruh dunia
Papua dikondisikan selalu membara agar ada pembenaran untuk lepas dari Indonesia. Semoga Papua tetap bersama Indonesia.
Kasihan warga di sana. Pulau kaya tapi wargany a miskin. Kebodohan warga dimanfaatkan pihak tertentu demi ambisi pribadi. Pemerintah baik pusat maupun daerah tidak peduli. Yang jelas angkat senjata tidak ditindak, yang mengedukasi malah dikriminalisasi
Terbayang ya beratnya dakwah di Papua.