"Negara yang seharusnya melindungi generasi muda dari pengaruh buruk teknologi yakni, menutup akses pornografi, games online, media sosial yang nirfaedah, justru memberikan kebebasan dan cenderung melakukan pembiaran. Tak adanya kontrol dari masyarakat hingga negara mengakibatkan dekadensi moral tak terelakkan."
Oleh. Sri Haryati
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Muslimah)
NarasiPost.Com-Masa depan sebuah bangsa sangatlah ditentukan oleh generasi muda saat ini. Sebab, peran pemuda sebagai agen perubahan (agent of change) menjadi penentu kemajuan atau kemunduran bangsa. Pendidikan dan akhlak yang baik merupakan pintu utama meraih masa depan yang gemilang. Lantas, bagaimana masa depan bangsa ini, jika generasi mudanya mengalami krisis pendidikan dan tak bermoral? Terlibat tawuran, pergaulan bebas, narkoba, bullying, mental illness, aborsi, kekerasan seksual, dan kenakalan-kenakalan remaja lainnya.
Dikutip dari detiknews.com, (10/10/2022) polisi berhasil menangkap 7 remaja dari kelompok Allbase 24 dan 1 remaja dari kelompok Joker yang telah melakukan aksi tawuran, pada Minggu (09/10/2022), sekitar pukul 01.00 WIB di Parigi Lama, Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan.
Selain itu, Polres Tangerang Kota berhasil mengamankan 3 remaja yang diduga akan melakukan tawuran di Jalan KH Dewantoro, Cipondoh, Tangerang. Polisi mengamankan celurit berukuran panjang dan sedang dari ketiga remaja tersebut. Setelah melakukan pemeriksaan, terungkap bahwa mereka sempat janjian melakukan aksi tawuran melalui akun media sosial.
Miris sekali. Di usia remaja mereka malah disibukkan dengan kegiatan-kegiatan yang nirfaedah. Berkumpul di jalanan pada malam hari, sibuk merencanakan tawuran bersama teman-temannya. Waktu yang seharusnya mereka gunakan untuk berkumpul bersama keluarga, mengerjakan tugas sekolah, mengaji, dan tidur, justru mereka isi dengan kegiatan yang sia-sia dan berakibat fatal. Aksi tawuran yang mereka lakukan tak sedikit telah menelan korban jiwa. Maraknya tawuran antarpelajar tak hanya terjadi di kota-kota besar, tetapi hampir di setiap daerah di negeri ini.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, selama 2021, ada sebanyak 118 desa/kelurahan di Indonesia yang menjadi lokasi tawuran antarpelajar. Jawa Barat menduduki urutan pertama kasus terbanyak, yakni 37 desa/kelurahan. Maluku dan Sumatera Utara sebanyak 15 desa/kelurahan, Nusa Tenggara Timur sebanyak 13 desa/kelurahan. Maluku Utara dan Jawa Timur sebanyak 11 desa/kelurahan. Jawa Tengah berada di urutan terakhir, yakni 10 desa/kelurahan. (dataindonesia.id, 29/03/2022)
Maraknya aksi tawuran antarpelajar yang terjadi hampir di seluruh daerah menjadi potret buram pendidikan di negeri ini. Dari tahun ke tahun kerusakan generasi kian tak terkendali. Meski perubahan kurikulum hingga berganti menteri, tetapi output generasi tidak mengalami perubahan yang berarti. Perubahan kurikulum hanya membebani peserta didik dan pendidik saja, tetapi tidak menghasilkan output pendidikan yang lebih baik. Kerusakan moral generasi semakin mengerikan dari hari ke hari. Dekadensi moral remaja tak lain akibat diterapkannya sistem pendidikan sekuler.
Di sistem sekuler agama sengaja dijauhkan dari kehidupan, agama hanya sebatas ritual ibadah saja. Meskipun mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, tetapi Islam tidak dijadikan landasan penyusunan dalam kurikulum pendidikannya. Bahkan Kementerian Agama (Kemenag) telah menghapus materi Khilafah dan jihad dari kurikulum dan buku pelajaran agama Islam di madrasah. Meski Kemenag berdalih tidak menghapus, tetapi merevisi materi Khilafah dan jihad, faktanya materi tentang khilafah dan jihad yang semula muncul dalam mata pelajaran Fikih dipindahkan ke dalam Sejarah Kebudayaan Islam.
Selain itu, pelajaran agama Islam semakin diminimalisir di dalam kurikulum pendidikan umum saat ini. Kegiatan-kegiatan rohis yang dilaksanakan untuk memperkuat pemahaman agama Islam di kalangan remaja, justru dianggap berbahaya dan menjadi bibit munculnya radikalisme. Sehingga banyak remaja yang takut dan enggan mengkaji Islam, akibat stigma negatif tersebut. Pendidikan sekuler yang diadopsi dari Barat lebih dianggap modern dan sesuai dengan perkembangan zaman. Walhasil, penerapan nilai sekuler dan gaya hidup hedonis telah mengakar dan menjauhkan mereka dari norma agama dan budayanya.
Di tengah arus globalisasi dan digitalisasi, kebebasan mengakses informasi, baik yang positif maupun negatif sangatlah mudah. Tontonan pornografi, games online, media sosial yang nirfaedah memenuhi ruang publik, mudah diakses oleh siapa pun, tanpa adanya kontrol dari masyarakat bahkan negara. Media dan tayangan yang tak bermoral sekalipun menjadi tontonan publik hingga dijadikan tuntunan dalam kehidupan. Para remaja terbiasa dengan pergaulan bebas, gaya hidup hedonis, konsumtif, pragmatis, bahkan materialistis. Nilai-nilai sekuler dan gaya hidup hedonis nyata menjadi sumber masalah kenakalan remaja saat ini.
Negara yang seharusnya melindungi generasi muda dari pengaruh buruk teknologi yakni, menutup akses pornografi, games online, media sosial yang nirfaedah, justru memberikan kebebasan dan cenderung melakukan pembiaran. Kontrol negara dalam hal ini sangatlah minim. Individu hingga masyarakat diberikan kebebasan dalam berperilaku, beragama, dan menentukan kehidupan mereka. Tak adanya kontrol dari masyarakat hingga negara mengakibatkan dekadensi moral tak terelakkan.
Padahal pada 2030 mendatang diprediksi akan terjadi bonus demografi. Di mana jumlah penduduk usia produktif di negeri-negeri muslim akan mengalami lonjakan. Seharusnya ini dijadikan peluang emas bagi negara untuk menyiapkan remaja/generasi muda hari ini sebagai pemimpin masa depan. Negara sebagai penyelenggara sistem pendidikan memiliki tanggung jawab besar atas masa depan generasi.
Negara berperan penting dalam menentukan arah pendidikan yang berkualitas dengan cara memperbarui dan menerapkan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam. Kurikulum pendidikan akan merujuk pada penguatan akidah dan pemikiran Islam. Penanaman dan pemahaman bahwa Islam mengatur kehidupan harus diberikan di usia prabalig hingga pendidikan tinggi. Dengan demikian, generasi akan tergambar pola pikir dan pola sikap sesuai tuntunan Islam. Profil generasi saleh dan salehah hanya akan terbentuk dalam sistem pendidikan Islam.
Dalam Islam, fasilitas dan jaminan pendidikan yang layak dengan biaya murah bahkan gratis bagi setiap warganya adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh negara. Sehingga setiap warga dapat mengenyam pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Kesejahteraan pendidik pun dijamin negara, sehingga para pendidik fokus mencerdaskan anak didiknya sesuai tujuan pendidikan dalam Islam. Kebutuhan pokok setiap warga akan dipenuhi oleh negara. Tugas mencari nafkah hanya dibebankan kepada laki-laki, sehingga para ibu hanya fokus mendidik anak-anak dan mengurus rumah tangganya.
Negara akan membuka lapangan kerja untuk laki-laki dewasa, memberi modal berwirausaha bagi yang ingin berdagang tapi tidak memiliki modal. Memberi lahan pertanian dan pelatihan bagi mereka yang ingin bertani, tetapi tidak memiliki lahan dan keahlian dalam bertani, serta menyediakan bibit dan pupuk secara gratis. Sehingga setiap laki-laki dewasa mampu menafkahi dirinya sendiri dan juga keluarganya. Semua hanya dapat terwujud jika negara menerapkan Islam sebagai satu-satunya sistem kehidupan. Islam merupakan ideologi yang mampu mengatur kehidupan individu, masyarakat hingga negara.
Sejarah mencatat, Islam pernah mengalami masa keemasan (Golden Age) pada masa Dinasti Abbasiyah (750-1258). Pada masa kepemimpinan Khalifah Harun al-Rasyid (786-809), pemerintahan Dinasti Abbasiyah semakin gemilang. Khalifah Harun al-Rasyid mendirikan bangunan untuk keperluan sosial, seperti rumah sakit, lembaga pendidikan, dan farmasi. Di Kota Bagdad lahir para ilmuwan, ulama, filsuf, dan sastrawan Islam ternama, seperti Al-Khawarizmi (ahli astronomi dan matematika), al-Kindi (filsuf Arab pertama), dan Al-Razi (filsuf, ahli fisika dan kedokteran)
Islam berkembang pada masa itu karena antusiasme dari khalifah juga para ulama. Mereka memberi perhatian lebih terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan memajukan peradaban Islam. Ilmu-ilmu agama Islam yang berkembang pada masa itu adalah ilmu hadis, ilmu tafsir, ilmu fikih dan tasawuf, dengan ulama-ulama terkenal seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal, dan masih banyak lagi. Maka, pemuda sebagai agen perubahan untuk masa depan yang gemilang hanya akan terwujud jika Islam diterapkan dalam kurikulum pendidikan dan dijadikan ideologi oleh negara.
Wallahu a’lam bishsawwab.[]