Mahsa Amini, Potret Salah Kaprah terhadap Penerapan Syariat Islam

“Dalam menegakkan amar makruf nahi mungkar, seseorang harus melakukannya dengan tidak melanggar hukum syarak, yaitu dengan cara-cara persuasif dan menghindari kekerasan, sehingga tidak terjadi monsterisasi terhadap penerapan hukum syarak itu sendiri.”

Oleh. Irma Ummu Niswah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Para wanita di beberapa kota di Iran melakukan aksi demonstrasi dengan melepas dan membakar jilbab mereka, membakar kantor polisi dan kendaraan milik aparat hingga berujung rusuh. Ini merupakan adegan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Aksi itu sebagai kemarahan atas kematian Mahsa Amini, seorang wanita muda yang meninggal dunia setelah ditangkap polisi moral atas tuduhan berjilbab secara tak pantas.

Mahsa Amini adalah seorang perempuan yang berusia 22 tahun, berasal dari Kota Saghez, Provinsi Kurdistan. Anak kedua dari tiga bersaudara ini memiliki kegemaran terhadap musik dan seni etnis Kurdi, gadis manis yang suka melancong, serta sosok perempuan progresif yang gemar membaca.

Kronologi kematian perempuan kelahiran 22 Juli 2000 ini bermula ketika dia bersama keluarganya melakukan perjalanan ke Teheran untuk mengunjungi kerabat terdekat. Saat memasuki pintu masuk Jalan Raya Haqqani, Amini ditangkap oleh patroli polisi moral, diduga karena melanggar aturan hijab. Tak lama kemudian, Amini dilarikan ke rumah sakit karena mengalami koma.

Iran International melaporkan, Amini menderita beberapa pukulan di bagian kepala. Pihak keluarganya juga mengatakan, para petugas memukulinya di mobil polisi setelah penangkapannya. Namun polisi membantah tuduhan tersebut, dengan mengatakan Amini dilarikan ke rumah sakit karena mengalami serangan jantung. Sedangkan, keluarganya mengatakan dia tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Pada hari Jumat, 16 September 2022 Amini dinyatakan meninggal dunia di Rumah Sakit Kasra, Teheran Utara setelah tiga hari mengalami koma.

Para pengunjuk rasa mengecam keras atas tindakan yang dilakukan oleh patroli polisi moral Iran terhadap Mahsa Amini. Demo yang berlangsung selama enam malam berturut-turut ini sekaligus sebagai bentuk gerakan protes akan aturan wajib hijab yang diberlakukan di Iran sejak Revolusi Islam 1979. (Tempo.com, 24/09/2022)

Kedudukan Akidah yang Benar

Dalam menerapkan hukum syarak harus dengan akidah yang benar, agar masyarakat dapat memahami urgensitas atau kewajiban dari hukum syarak itu sendiri. Akidah yang benar merupakan landasan tegaknya agama dan kunci diterimanya amalan seseorang. Akidah ini diartikan dengan keimanan yang mantap tanpa disertai keraguan di dalam hati seseorang.

Apabila akidah ini menyimpang maka sangat rawan termakan oleh berbagai macam keraguan dan kerancuan pemikiran, sampai-sampai apabila mereka tidak mampu mengendalikan emosinya maka mereka pun akan melakukan tindakan kekerasan, seperti pada kasus Mahsa Amini ini.

Begitu pula sebuah masyarakat yang tidak dibangun atas fondasi akidah yang benar, akan sangat rawan terbius berbagai kotoran pemikiran materialisme, sehingga apabila melihat kezaliman mereka akan bertindak sesuai hawa nafsunya tanpa melihat tindakannya itu melanggar hukum syarak atau tidak, sebagaimana aksi yang dilakukan para demonstran di Iran.

Karena peranannya yang sangat penting, maka harus kita tahu apa sebab-sebab penyimpangan dari akidah yang benar, di antara penyebab itu adalah:

Pertama, bodoh terhadap prinsip-prinsip akidah yang benar. Hal ini dapat terjadi karena tidak ingin mempelajarinya, tidak ingin mengajarkannya, ataupun karena sedikitnya perhatian yang dicurahkan untuknya. Akibatnya, akan tumbuh sebuah generasi yang tidak memahami akidah yang benar dan mereka pun tidak mengerti perkara-perkara yang bertentangan dengannya. Alhasil, yang benar dianggap batil dan yang batil dianggap benar.

Kedua, fanatik kepada nenek moyang dan tetap mempertahankannya, meskipun itu termasuk kebatilan, hingga meninggalkan semua ajaran yang bertentangan dengan ajaran nenek moyangnya walaupun itu termasuk kebenaran. Seperti keadaan orang-orang kafir yang dikisahkan Allah di dalam QS. Al-Baqarah: 170.

Ketiga, mengikuti tanpa landasan dalil (taklid buta). Hal ini terjadi dengan mengambil pendapat orang terkait permasalahan akidah tanpa mengetahui landasan dalil dan kebenarannya. Inilah kenyataan yang menimpa banyak kelompok-kelompok Islam seperti kaum Jabariyah, Mu’tazilah dan lain sebagainya. Mereka begitu saja mengikuti perkataan tokoh-tokoh sebelum mereka, padahal mereka itu sesat. Hingga mereka pun ikut-ikutan tersesat, yang jauh dari pemahaman akidah yang benar.

Keempat, berlebih-lebihan menghormati para wali dan orang-orang saleh. Mereka menghormatinya melebihi kedudukannya sebagai seorang manusia. Hingga ada di antara mereka yang meyakini bahwa tokoh yang dikaguminya dapat mengetahui perkara gaib, padahal terkait ilmu gaib hanya Allah Swt. yang mengetahuinya. Ada juga yang berkeyakinan bahwa wali yang sudah mati dapat mendatangkan manfaat, melancarkan rezeki dan juga menolak musibah. Maka jadilah kubur-kubur wali ini ramai dikunjungi orang untuk meminta berbagai hajat.

Kelima, lalai dalam merenungkan ayat-ayat Allah Swt. Hal ini terjadi karena terlalu mengagumi perkembangan kebudayaan materialistis yang digembar-gemborkan orang barat. Hingga masyarakat mengira bahwa kemajuan itu diukur dengan sejauh mana kita meniru gaya hidup orang barat. Mereka menyangka ukuran kehebatan terlihat dari kecanggihan dan kekayaan materi. Dan mereka lupa akan kekuasaan dan keluasan ilmu Allah Swt. yang telah menciptakan manusia dan memudahkan berbagai perkara dalam mencapai kemajuan fisik semacam itu.

Keenam, rumah tangga yang telah kehilangan bimbingan agama yang benar. Orang tua berperan sebagai pembina bagi putra-putrinya, sebagaimana sabda Nabi saw., “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari). Di zaman sekarang, anak-anak telah tumbuh besar di bawah asuhan sebuah mesin yaitu televisi. Mereka meniru busana artis idola yang tidak memenuhi aturan syariat, hingga anak-anak pun lalai dari membaca Al-Qur’an, merenungkan makna-maknanya dan malas dalam menuntut ilmu agama.

Media Informasi dan Penyiaran

Sebagian besar siaran dan acara yang ditampilkan tidak memperhatikan aturan agama. Acara dan rubrik yang disuguhkan terkait bimbingan akhlak mulia dan ajaran untuk menanamkan akidah yang benar sedikit sekali. Alhasil, tumbuhlah generasi penerus yang sangat asing dari ajaran Islam dan lebih parahnya lagi mereka menjadi antek kebudayaan musuh-musuh Islam. Mereka mengaku Islam akan tetapi mereka secara tidak sadar menghancurkan Islam dari dalam.

Larangan Gunakan Kekerasan Atas Nama Amar Makruf

Pada dasarnya amar makruf nahi mungkar merupakan upaya untuk menciptakan ketertiban, dengan cara menegakkan kebajikan dan mencegah kemungkaran. Hanya saja, ketika berbicara amar makruf tidak cukup dengan memerintah dan mencegah saja, akan tetapi bagaimana upaya yang ditempuh agar tepat sasaran sehingga hasilnya pun sesuai harapan dan tidak melenceng dari norma-norma agama yang semestinya.

Dalam menegakkan amar makruf nahi mungkar, seseorang harus melakukannya dengan tidak melanggar hukum syarak, yaitu dengan cara-cara persuasif dan menghindari kekerasan, sehingga tidak terjadi monsterisasi terhadap penerapan hukum syarak itu sendiri. Selain itu, dapat memahami kondisi sosial dan psikologis pelaku agar tidak salah sikap, dengan begitu kita akan menemukan tindakan yang efektif untuk dilakukan.

“Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaknya ia menghilangkannya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu dengan lisannya, maka dengan hatinya. Dan dengan hati ini ialah lemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

Hadis ini tidak saja memerintahkan umat muslim untuk menegakkan amar makruf nahi mungkar, akan tetapi upaya-upaya apa yang perlu dilakukan agar sesuai dengan batas kemampuan. Jika bisa dengan tindakan langsung tanpa melanggar hukum syarak maka lakukanlah, jika tidak mampu cukup dengan lisan. Jika secara lisan pun masih belum mampu maka cukup dengan penolakan di dalam hati.

Menegakkan amar makruf nahi mungkar perlu dengan cara yang lembut, dan tentunya akan lebih berhasil dibanding dengan jalan kekerasan. Seperti saat kita menegur kesalahan orang lain, cara terbaiknya adalah mengingatkan secara privasi, bukan depan khalayak umum yang akan membuat dirinya merasa direndahkan.

Munculnya aksi kekerasan dalam amar makruf nahi mungkar jelas masih ada penyimpangan dari metode yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Kurang tepat jika kita mengingatkan kesalahan orang dalam menggunakan hijab dengan cara mencacinya, kurang tepat pula jika kita melarang orang tidak menggunakan hijab dengan memukulinya. Beramar makruf nahi mungkar dengan kekerasan bagaikan memadamkan api dengan bensin, bukan padam malah justru semakin membesar.

Penerapan Islam secara Kafah

Islam adalah agama yang sempurna, karena Islam mengatur segala aspek kehidupan manusia. Salah satu yang termasuk kesempurnaan Islam yaitu aturan terkait amar makruf nahi mungkar. Ini menunjukkan keindahan dan kesempurnaan agama Islam, bahwa di dalam Islam tidak mengajarkan kekerasan. Justru Islam mengajarkan kelembutan juga kasih sayang, Islam bukanlah teroris, Islam pun tidak mengajarkan sikap anarkis.

Penanaman akidah (iman) yang kokoh dalam diri seseorang itu sangat penting, ketika itu diterapkan maka akan berbanding lurus dengan tingkah laku seseorang. Begitu pula dengan syariat yang memiliki korelasi kuat dengan tingkah laku seseorang. Contohnya, semakin baik salatnya maka akan berbanding lurus dengan tingkah lakunya atau akhlak al-karimah, artinya hasil dari akidah dan syariat ini adalah akhlak al-karimah.

Tetapi tidak sembarang kekuasaan yang mampu menerapkannya. Hanya kekuasaan yang berlandaskan Al-Quran dan sunah, menerapkan Islam dalam segala aspeknya, yang memandang perkara makruf sebagai kemakrufan serta perkara mungkar sebagai kemungkaran. Kekuasaan itu hanyalah Daulah Islam yaitu Khilafah Islamiah.

Contohnya dalam kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah pada masa Dinasti Umayyah. Dalam menjalankan tugasnya, Umar bin Abdul Aziz menggunakan konsep politik yang berdasarkan amar makruf nahi mungkar, yaitu sebuah sistem politik di mana kebijakan-kebijakannya bertujuan untuk mengajak kepada kebaikan dalam memerangi segala bentuk kejahatan. Buktinya, ia memecat para pejabat yang zalim dan mengganti dengan pejabat-pejabat yang adil dan benar walaupun bukan dari golongan Umayyah sendiri.
Allahu a’lam bisshowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Irma Ummu Niswah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Politik Praktis Demokrasi dan Suara Pesantren Jelang Kontestasi Politik 2024
Next
Peran Pemuda sebagai Pejuang dan Penjaga Peradaban Mulia
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram