"Preseden buruk ini telah membuka mata rakyat, bahwa peredaran narkoba dalam jumlah besar ini dilindungi oleh aparat kepolisian. Aparat negara ini masih banyak yang tergiur dengan uang haram. Tanpa memandang buah kerusakan akibat perbuatan mereka. Sungguh kejadian yang sangat memprihatinkan di negeri ini."
Oleh. Heni Rohmawati, S.E.I
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Lagi-lagi, oknum aparat kepolisian terseret peredaran narkoba. Pengembangan kasus narkoba jaringan Teddy Minahasa telah menyeret setidaknya empat polisi yang diduga terlibat di dalamnya. Kabid Humas Metro Jaya Kombes Endra, Zulpan, mengatakan bahwa keempat anggota kepolisian terancam pemberhentian tidak hormat (PTDH), alias dipecat dari Polri.
Peristiwa ini bermula saat kepolisian mengusut laporan dari masyarakat adanya peredaran narkotika dalam jumlah besar di wilayah Jakarta Pusat pada bulan Oktober 2022. Satuan Narkoba Polres Metro Jaya Jakarta Pusat mulai menyelidiki pada 10 Oktober hingga berhasil mengamankan sejumlah pihak yang terlibat secara langsung dalam jaringan ini.
Setelah adanya pengembangan, kasus ini langsung ditangani oleh Direktur Reserse Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Mukti Juharsa. Dari berbagai bukti yang didapatkan dan juga beberapa oknum polisi yang terlibat, menjurus kepada terlibatnya Irjen Pol. Tm (Teddy Minahasa) sebagai pengendali yang memiliki barang bukti seberat lima kilogram sabu dari Sumatera Barat.
Akibat perbuatan ini, Mukti menyatakan polisi menetapkan hukuman pasal 114 ayat (2) subsider pasal 112 ayat (2) juncto pasal 132 ayat (1) juncto pasal 55 UU RI No 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Berdasarkan pasal ini, diberlakukan hukuman mati, dan paling sedikit 20 tahun hukuman penjara. (CNNIndonesia, 15/10/2022).
Polisi Terlibat Peredaran Narkoba, Hilangnya Integritas Diri?
Berdasarkan UU Nomor 2 tahun 2002 pasal13, tentang kepolisian, dijelaskan bahwa fungsi polisi adalah memelihara keamanan dan ketertiban umum, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Demikianlah di antara tugas kepolisian. Namun, ternyata fakta berkata lain. Para oknum polisi masih juga terjebak dalam aktivitas yang sangat bertentangan dengan tugasnya. Adanya fakta tak terbantahkan telah menambah deretan rapor merah kepolisian. Tentu hal ini akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat. Apatah lagi, yang melakukan tindak kejahatan itu adalah petinggi di tubuh Polri.
Preseden buruk ini telah membuka mata rakyat, bahwa peredaran narkoba dalam jumlah besar ini dilindungi oleh aparat kepolisian. Aparat negara ini masih banyak yang tergiur dengan uang haram. Tanpa memandang buah kerusakan akibat perbuatan mereka. Sungguh kejadian yang sangat memprihatinkan di negeri ini.
Di kala rakyat masih berjibaku sekadar untuk memenuhi kebutuhan perut yang terus meroket harganya, mereka dihadapkan pada peredaran narkoba yang mengancam kehidupannya dan ternyata dilakukan oleh aparat penegak hukum itu sendiri. Miris. Sungguh kejahatan itu bersarang jika ada yang melindungi. Dan tidak mungkin kejahatan itu dibasmi, manakala perlindungan itu dilakukan oleh pihak kepolisian. Apa yang terjadi telah membuat hati rakyat teriris, melihat banyak kasus kepolisian yang tega menegakkan kejahatan, mengayomi para mafia demi mendapatkan sedikit cuan.
Tidakkah mereka memikirkan nasib bangsa ini ke depannya. Akankah generasi akan hancur ulah tangan orang-orang yang menegakkan kerusakan? Moralitas para aparat keamanan kian diragukan, di tengah harapan rakyat yang ingin mendapatkan jaminan perlindungan. Akankah harapan rakyat kandas di tengah hilangnya kepercayaan?
Cara Islam Membasmi Narkoba
Dikutip dari buku Kebijakan Agung Khilafah Islamiyah Jilid 1 hal. 83, KH.Hafidz Abdurrahman menjelaskan bahwa narkoba adalah barang haram yang diproduksi, dikonsumsi dan didistribusikan di tengah masyarakat. Hadis Nabi saw., “Rasulullah saw. melarang setiap zat yang memabukkan dan menenangkan.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Mufattir atau zat penenang yang lebih dikenal dengan obat psikotropika dan narkoba. Al ‘Iraqi dan Ibn Taimiyah menyampaikan adanya ijmak tentang keharaman candu (ganja).
Dalam Islam semua barang haram tidak dianggap barang ekonomi. Meskipun ada permintaan dan bisa memberikan banyak keuntungan. Dengan demikian tidak boleh diproduksi dan didistribusikan di tengah-tengah rakyat. Maka, apabila ada pihak yang memproduksi dan mendistribusikan di antara masyarakat dianggap sebagai bentuk kejahatan (jarimah) yang harus ditindak.
Islam menjelaskan hukum para pelaku yang memproduksi, mengedarkan, mengonsumsi narkoba adalah ta’zir. Ta’zir yaitu hukuman yang keputusannya diserahkan kepada hakim. Besarnya hukuman akan dipertimbangkan oleh hakim sesuai tindak kejahatan yang dilakukan. Meski demikian, keputusan hakim bersifat mengikat dan tidak bisa diubah oleh siapa pun, termasuk khalifah.
Jenis sanksi yang diberikan bisa ringan dan juga berat, mulai dari diekspos di tengah masyarakat, penjara, denda, cambuk, bahkan hukuman mati sesuai tingkat kejahatan dan bahayanya untuk masyarakat.
Adapun dalam Kitab Nidzomul Uqubat, ‘Abdurrahman Al Maliki menyebutkan garis besarnya sebagai berikut :
Pertama, siapa saja yang menggunakan narkoban, seperti, ganja, heroin, dan sejenisnya, bisa dianggap pelaku kriminal. Dia akan dijatuhi hukuman cambuk, penjara hingga 15 tahun dan denda. Masalah ini diserahkan kepada hakim.
Kedua, siapa saja yang menjual, membeli, menyuling, mengangkut atau mengumpulkan narkoba seperti ganja, heroin dan sejenisnya akan dijatuhi sanksi cambuk, penjara hingga 15 tahun dan denda sebesar harganya.
Ketiga, siapa saja yang membuka tempat, baik terbuka maupun tertutup utuk digunakan mengonsumsi narkoba, maka dia akan dicambuk dan dipenjara selama 15 tahun.
Keempat, orang yang mengatakan bahwa dia penjual khamar (zat yang memabukkan) untuk pengobatan tidak akan diterima, kecuali jika pabriknya pabrik obat-obatan dan dia menjual obat-obatan seperti apotek dan sejenisnya.
Inilah sanksi bagi pengguna dan bandar narkoba. Namun, jika dengan sanksi ini tidak jera juga, maka vonis hakim bisa sampai hukuman mati. Karena kejahatan ini bisa dianggap sebagai extra ordinary crime. Jika vonis telah dijatuhkan, harus segera dieksekusi. Tidak boleh ada jeda waktu yang lama. dan boleh disaksikan oleh khalayak umum. karena sifatnya juga mengikat, maka grasi atau amnesti tidak akan diberikan. Inilah bentuk hukum dalam Islam yang memberikan efek jera atau jawazir agar orang lain tidak melakukan kejahatan yang sama. Juga jawazir, yaitu fungsi sanksi sebagai penebus dosa bagi pelaku. Agar di akhirat terbebas dari azab Allah Swt.
Wallahu a’lam bishowab.[]