KDRT Marak, Islam Digugat

"Jelaslah bahwa apa yang dituduhkan kaum feminis sungguh tak berdasar. Kaum feminis hendak mengelabui umat Islam dengan mencari-cari kesalahan hukum Islam. Mereka bahkan menggunakan ayat Al-Qur'an dan hadis yang mereka takwilkan sendiri tanpa ilmu yang memadai."


Oleh. Fera Ummu Fersa
(Pemerhati Keluarga dan Kontributor NarasiPost.Com )

NarasiPost.Com-Kasus KDRT yang dilakukan artis RB terhadap istrinya LK beberapa waktu lalu menimbulkan polemik, terlebih ketika diketahui berakhir dengan kekeluargaan. Awalnya, pada September 2022, RB diduga melakukan kekerasan fisik dengan membanting dan mencekik leher istrinya. Akibat kejadian tersebut, pihak istri melapor ke polisi. RB pun dijerat dengan Pasal 44 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Namun, beberapa hari kemudian, LK mencabut laporannya, tak lama setelah RB ditetapkan sebagai tersangka. (republika.co,id)

Pencabutan laporan tersebut menuai banyak komentar dari berbagai pihak. Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, menilai pencabutan laporan dari korban menjadi salah satu hambatan terbesar dalam penghapusan KDRT. Menurut Siti, permintaan maaf dan pencabutan laporan adalah bagian dari siklus KDRT. Siti menilai siklus ini akan terus berputar dengan intensitas yang semakin cepat dan bentuk kekerasan yang makin memburuk. (kompas.com)

Ada pula pernyataan dari para pengusung feminisme yang mengaitkan kasus ini dengan ayat Al-Qur'an. Contohnya, akun Instagram @mubadalah.id menyebut, ada ayat Al-Qur'an yang sering digunakan untuk melegalisasi KDRT atas nama nusyuz, yaitu QS. An-Nisa ayat 34. Menurut kaum feminis, definisi kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan dan penderitaan para perempuan baik secara fisik, seksual, atau psikis, juga berupa pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik di muka umum atau lingkungan kehidupan pribadi.

Kaum feminis berpendapat, kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan gender. Maka, akar masalah dari kekerasan tersebut terletak pada relasi kekuasaan, yaitu hubungan yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan yang terjadi pada masyarakat yang didominasi oleh laki-laki (patriarki).

Jika kita cermati, definisi "kekerasan" versi kaum feminis di atas merupakan bentuk generalisasi makna kekerasan, tanpa menilai munculnya kekerasan itu akibat kesalahan pihak perempuan atau laki-laki. Lebih lanjut, alih-alih menjadikan syariat Islam sebagai rujukan, mereka justru menyudutkan ajaran Islam dengan berdalih bahwa QS. An-Nisa ayat 34 adalah ayat yang melegalisasi KDRT.

Padahal, Islam secara mutlak melarang adanya KDRT. Islam justru memerintahkan suami untuk bergaul secara makruf dan tidak boleh menyakiti istrinya, karena pernikahan adalah kehidupan persahabatan. Rasulullah saw. bersabda, "Orang yang imannya paling sempurna di antara kaum mukmin adalah orang yang paling baik akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istrinya" (HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majah) 
Dalam hadis lainnya, Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya mereka itu (yang suka memukul istrinya) bukan orang yang baik di antara kamu" (HR. Abu Dawud)

Sedangkan kebolehan suami memukul istri adalah pada situasi tertentu, yaitu ketika istri nusyuz (membangkang terhadap suami). Allah berfirman, "Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang) dan kalau perlu pukullah mereka, akan tetapi jika mereka mentaatimu, janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh Allah Maha Tinggi, Maha Besar" (QS. An-Nisa 34)

Nusyuz adalah pelanggaran istri terhadap perintah dan larangan suami secara mutlak. Jika seorang istri tidak melakukan kewajibannya atau melakukan keharaman, seorang suami berhak untuk mendidik istrinya dengan memberikan sanksi sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. dalam QS. An-Nisa 34 menjelaskan urutan bagaimana suami memberikan pendidikan kepada istrinya. Tahap pertama adalah memberikan nasihat. Jika tidak patuh, maka tahap kedua yaitu memisahkan diri dari istri di tempat tidur. Kalau istri tetap tidak berubah, tahapan ketiga adalah dengan memukulnya dengan pukulan yang ringan.

Frasa "fadribu" yang berarti memukul pada ayat tersebut yaitu pukulan yang tidak menyakitkan, tidak membekas, dan tidak membahayakan. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nidzamul Ijtima'i fil Islam menyatakan bahwa "pemukulan" yang dilakukan oleh suami kepada istrinya merupakan pukulan yang ringan dan tidak menimbulkan bekas.

Imam Ibn Hazm berpendapat bahwa pukulan dari suami kepada istri tidak boleh menimbulkan luka, tidak boleh sampai mematahkan tulang, merusak atau mengubah daging tubuh, misal sampai memar atau lecet. Selain itu, pukulan tidak boleh dilakukan pada anggota tubuh yang membahayakan seperti perut. Kalaupun menggunakan alat, tidak boleh alat besar semisal cambuk atau tongkat, melainkan yang kecil seperti siwak atau sikat gigi.

Jika suami melakukan kekerasan tanpa memperhatikan syarat-syarat di atas, istri boleh melaporkan suaminya ke pihak berwajib. Hal ini tidak termasuk dalam mengumbar aib. Imam An Nawawi dalam karyanya, Al Adzkar li An Nawawi, menyebutkan ada beberapa kondisi seseorang boleh membuka aib orang lain, termasuk pasangan, di antaranya ketika melaporkan sebuah kezaliman dalam rangka untuk menghentikan kezaliman itu, karena sudah pada tataran mengancam jiwa.

Dari sini, jelaslah bahwa apa yang dituduhkan kaum feminis sungguh tak berdasar. Kaum feminis hendak mengelabui umat Islam dengan mencari-cari kesalahan hukum Islam. Mereka bahkan menggunakan ayat Al-Qur'an dan hadis yang mereka takwilkan sendiri tanpa ilmu yang memadai.

Dari sinilah pentingnya kaum muslim untuk memahami hukum-hukum Islam dengan benar dan mengamalkannya dalam kehidupan, sehingga tidak mudah teracuni oleh pemikiran yang bertentangan dengan Islam. Hanya dengan sistem Islam sajalah akan tuntas segala problematika umat saat ini hingga ke akar-akarnya, termasuk masalah KDRT. Allahu a'lam bishshowab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Paradigma Pendidikan yang Fleksibel vs Rigid
Next
Perbandingan Kebijakan Pengembangan Kompetensi Tenaga Pendidik di Indonesia, Jepang dan Finlandia
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram