"Merebaknya penyakit gagal ginjal pada anak-anak tentu saja harus menjadi perhatian serius dan evaluasi bagi pemerintah. Karena sejatinya pemerintah merupakan penanggung jawab atas kesehatan rakyatnya. Lebih-lebih merebaknya penyakit ini berlangsung masif dan serentak."
Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Tak hentinya beragam bencana melanda negeri ini. Mulai dari bencana banjir yang tak kunjung usai dan memakan korban jiwa, kemudian bencana kemanusiaan berupa kemiskinan yang menurut data BPS, angka kemiskinan di Indonesia per Maret 2022 adalah sebanyak 26,16 juta orang atau 9,54% dari total keseluruhan penduduk Indonesia, dan kini yang terbaru adalah bencana yang menimpa dunia kesehatan yakni munculnya penyakit gagal ginjal akut yang menimpa anak usia 1-5 tahun.
Sebagaimana diberitakan oleh katadata.co.id (21/10/2022), Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa terdapat 241 kasus gagal ginjal akut yang menimpa anak-anak Indonesia di 22 provinsi per 21 Oktober 2022. Dari total tersebut, sebanyak 131 meninggal dunia. Gejalanya adanya batuk, pilek, muntah, diare, dan tidak dapat mengeluarkan urine atau jumlah urine sangat sedikit. Sejauh ini, penyebab gagal ginjal akut tersebut masih diselidiki. Adapun dugaan sementara, penyebabnya adalah akibat mengonsumsi obat yang mengandung etilen glikol, yakni senyawa tidak berwarna dan berbau yang berkonsistensi kental pada suhu kamar.
Sebelumnya penyakit ini ditemukan di Gambia, sebanyak 70 anak meninggal dunia. Bahkan WHO sempat mengeluarkan rilis obat-obatan sirup untuk batuk dan flu yang tidak memenuhi standar, yakni yang diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals di India.
Dengan adanya temuan tersebut, Kemenkes mengambil langkah menarik peredaran beberapa merek sirup obat batuk dan flu dari apotek-apotek yang menjualnya. Hal tersebut sebagai tindak lanjut dari pemeriksaan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait kandungan Etilen Glikol (EG) yang melebihi ambang batas. Sesuai Farmakope dan standar baku nasional yang diakui, ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari. (CNNIndonesia.com/21/10/2022)
Peran Negara Dipertanyakan
Merebaknya penyakit gagal ginjal pada anak-anak tentu saja harus menjadi perhatian serius dan evaluasi bagi pemerintah. Karena sejatinya pemerintah merupakan penanggung jawab atas kesehatan rakyatnya. Lebih-lebih merebaknya penyakit ini berlangsung masif dan serentak.
Dengan demikian keberadaan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) layak dipertanyakan fungsi dan perannya. Jika memang benar penyebab gagal ginjal akut tersebut adalah karena adanya kandungan etilen glikol yang melebihi ambang batas pada obat sirup, lantas mengapa sejak awal obat-obatan tersebut bisa lolos edar?
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Pengawas Obat dan Makanan, BPOM bertugas melakukan uji kelayakan obat dan makanan apakah layak edar ke tengah masyarakat ataukah tidak. Jika saat ini justru beredar merek obat yang mengandung dzat berbahaya, artinya peran BPOM dipertanyakan.
Kesehatan dalam Islam
Kesehatan merupakan hal yang sangat diperhatikan dalam Islam. Karena tubuh yang sehat akan mampu menopang aktivitas ibadah dan juga dakwah. Maka, Islam memiliki seperangkat aturan dalam menjaga kesehatan umatnya, seperti menganjurkan puasa sunnah Senin-Kamis, bersiwak, mandi, makan setelah lapar dan berhenti sebelum kenyang, mengonsumsi madu, susu kambing, dan lain-lain.
Negara yang menerapkan sistem Islam pun akan berupaya menjaga kesehatan rakyatnya dengan upaya preventif dan juga kuratif. Secara preventif, negara akan melakukan edukasi kepada rakyatnya akan pentingnya menjaga kesehatan. Negara juga akan memastikan bahwa makanan dan barang konsumsi yang beredar di tengah masyarakat adalah halal dan thoyib, sesuai dengan perintah Allah Swt.
"Wahai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (TQS. Al-Baqarah: 168)
Negara tidak akan membiarkan beredarnya makanan atau obat-obatan yang mengandung zat berbahaya apalagi haram beredar di tengah masyarakat. Sebab selain hal itu melanggar syariat, juga menimbulkan dharar (bahaya). Sebagaimana sabda Rasulullah saw dalam hadis riwayat Ibnu Majah dan Ahmad, "Tidak boleh menimbulkan madarat (bahaya) bagi diri sendiri maupun madarat (bahaya) bagi orang lain di dalam Islam"
Untuk itu, negara akan membentuk lembaga penelitian yang kredibel yang akan menyeleksi setiap produk yang layak edar. Maka, negara akan memfasilitasi penelitian tersebut dengan pendanaan yang memadai.
Selain itu, negara akan mengembangkan teknologi kedokteran yang canggih demi menopang terwujudnya kesehatan masyarakat secara komprehensif. Salah satunya dengan menyedikan fasilitas kesehatan yang memadai dan terjangkau untuk semua kalangan. Negara tidak akan menjadikanlayanan kesehatan publik sebagai komoditas bisnis demi meraih materi sebagaimana yang dilakukan oleh sistem kapitalis hari ini. Sebaliknya megara akan menggelontorkan anggaran khusus untuk kesehatan masyarakat dari Baitulmal, sehingga rakyat akan mendapat layanan kesehatan murah bahkan gratis, namun dengan kualitas yang terbaik.
Demikianlah negara Khilafah akan benar-benar menjalankan fungsinya sebagai pemelihara urusan umat. Hal tersebut karena Khilafah merupakan negara yang menjadikan akidah Islam sebagai fondasinya. Sehingga dalam menjalankan fungsinya akan merujuk pada ketetapan syariat.
"Imam adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya." (HR.Bukhari)
Urgensi Khilafah
Dengan demikian, sangat jelas bahwa sistem kehidupan hari ini tidak mampu menjadi kesehatan rakyatnya. Sebaliknya, begitu banyak dharar (bahaya) yang ditimbulkan akibat penerapam sistem sekuler ini. Mirisnya, sampai mengorbankan banyak nyawa.
Oleh karena itu, tegaknya Khilafah merupakan hal yang urgen dan tak bisa ditawar lagi. Sebab sejatinya Khilafah adalah tajul furuud (mahkota kewajiban), yakni keberadaannya akan memayungi kewajiban syariat lainnya. Dengan begitu, keberkahan akan menyelimuti manusia secara hakiki. Wallahu'alam bis shawab[]