Atasi Stunting Libatkan Asing?

”Kerja sama dengan swasta dan asing untuk mengatasi stunting jelas bukan solusi tuntas. Yang ada malah sebaliknya, pemerintah ditunggangi berbagai kepentingan bisnis yang dibawa pihak swasta dan asing dalam program pemberantasan stunting.”

Oleh. Ummu Azka
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Ibu mana yang tak bersedih melihat perkembangan anaknya terhambat? Itulah yang dialami Siti Anisa, balita berusia 1,2 bulan yang terus mengalami penurunan berat badan. Gadis mungil itu divonis stunting oleh dokter pada 23 Mei 2022.

Anisa bukan satu-satunya yang mengalami nasib buruk. Terdapat 6.331 anak stunting lainya di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Dengan jumlah tersebut, Kabupaten Pandeglang menduduki posisi kasus stunting tertinggi di Banten (Suara.com, 24/08/2022)

Kondisi Anisa di Banten mewakili banyak kasus stunting lain di negeri ini. Potret ironis yang kini dialami negeri kita tercinta. Pemerintah dalam hal ini gencar melakukan program pemberantasan stunting pada anak dan balita. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang menargetkan pengurangan prevalensi stunting secara nasional berada pada angka 14 persen di tahun 2024.

Langkah nyata dari hal tersebut di antaranya Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggandeng sejumlah mitra swasta dan asing untuk memperkuat penanganan penurunan prevalensi stunting.

Kerja sama dituangkan dalam Nota Kesepahaman (MoU) yang ditandatangani oleh BKKBN bersama Tanoto Foundation, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN), Yayasan Bakti Barito, dan PT Bank Central Asia Tbk serta Amerika Serikat, melalui United States Agency for International Development (USAID).

Kerja sama dengan pihak asing dan swasta tersebut akan terealisasi melalui edukasi dan juga pengadaan bahan pangan bernutrisi yang akan disalurkan kepada seluruh anak-anak dan balita untuk pencegahan stunting.

Selintas, niatan pemerintah dalam memberantas stunting patut diapresiasi. Bagaimanapun negeri ini membutuhkan generasi penerus yang kuat dan sehat secara fisik, dan mampu mengimbangi tantangan zaman. Tak dimungkiri semua itu harus didukung dengan tercukupinya nutrisi pada awal kehidupan mereka.

Akar Masalah Stunting

Stunting menjadi paradoks yang terpampang nyata di negeri ini. Fakta yang seharusnya tak terjadi di negeri gemah ripah loh jinawi, namun kenyataannya kini tak mampu dibendung lagi.

Sebelum pandemi terjadi tepatnya tahun 2018, Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan prevalensi balita stunting mencapai 30,8 persen di mana artinya satu dari tiga balita mengalami stunting. Indonesia merupakan negara dengan beban anak stunting tertinggi ke-2 di kawasan Asia Tenggara dan ke-5 di dunia. Sungguh angka yang mencengangkan untuk negeri subur kaya melimpah sumber pangan.

Inilah anomali sistem kapitalisme liberal yang menjadi aturan di negeri ini. Kekayaan yang ada di bumi pertiwi, nyatanya ada di bawah kekuasaan swasta dan asing. Sementara rakyat tidak merasakan manfaatnya kecuali dengan porsi yang minimal namun dengan pengorbanan yang maksimal.

Dampaknya banyak keluarga yang tak ideal secara ekonomi, bahkan untuk sekadar memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Sementara itu, bonus demografi yang sejatinya dimaknai sebagai sebuah potensi generasi, dianggap sebagai masalah yang tak kunjung usai.

Akhirnya, anak-anak dan balita lagi-lagi menjadi korban. Mereka tak mendapat kehidupan yang layak meski untuk sekadar urusan makan. Inilah sebenarnya yang menjadi akar masalah stunting.

Kerja sama dengan swasta dan asing untuk mengatasi stunting jelas bukan solusi tuntas. Yang ada malah sebaliknya, pemerintah ditunggangi berbagai kepentingan bisnis yang dibawa pihak swasta dan asing dalam program pemberantasan stunting.

Kepentingan swasta yang sarat dengan materi, dan pihak asing dengan agenda mereka sejatinya menuntut kita agar senantiasa waspada terhadap tawaran-tawaran berbasis kerja sama.

Ibarat pepatah, harus jelas siapa kawan siapa lawan? Jangan sampai kita berkawan baik dengan pihak-pihak yang sebenarnya adalah lawan, lantas menjadikan masalah stunting tak kunjung usai.

Karenanya rakyat butuh solusi tuntas mengatasi stunting. Setidaknya ada dua hal yang harus diperhatikan dalam menyelesaikan masalah stunting :

Pertama, terkait bonus demografi yang digadang-gadang menjadi biang keladi ketidakcukupan nutrisi bagi tumbuh kembang anak dan balita, Islam memandang bahwa setiap makhluk bernyawa telah disiapkan rezeki oleh Allah Swt.

Allah Ta'ala berfirman :

وَمَا مِنْ دَاۤ بَّةٍ فِى الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا وَ يَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۗ كُلٌّ فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ

"Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa ) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauhul Mahfuz )." (QS. Hud : Ayat 6)

Rezeki merupakan perkara akidah yang harus diyakini oleh setiap muslim. Karenanya, perkara rezeki ini bukan hal yang patut diragukan lagi.

Kedua, jika permasalahan rezeki dari Sang Pencipta sudah pasti adanya, maka satu-satunya yang harus diperhatikan adalah bagaimana periayahan generasi dengan jumlah demografi yang besar seperti negeri ini.

Dalam hal ini Islam memiliki aturan khas dalam sistem ekonominya yang akan meriayah semua rakyat termasuk anak-anak dan balita dengan sebaik-baiknya pengurusan. Optimalisasi seluruh sumber daya alam yang dimiliki, serta distribusi yang merata bagi seluruh rakyat menjadi kunci kekuatan sistem ekonomi Islam. Dengan demikian tak ada lagi rakyat yang kekurangan dalam hal sandang, pangan, dan papan, termasuk di dalamnya nutrisi untuk anak-anak dan balita.

Ketiga, tak hanya menerapkan sistem yang khas, Islam pun mampu melahirkan pemimpin saleh yang memiliki kepekaan terhadap rakyatnya. Kisah masyhur Khalifah Umar bin Khaththab r.a. yang memanggul sendiri bahan makanan di malam hari untuk seorang janda papa dan anak-anaknya yang kelaparan menjadi secuil bukti bahwa pemimpin dalam sistem Islam layak menjadi tumpuan rakyat. Tugas dan tanggung jawab yang dinisbatkan kepada Allah dalam meriayah negara, menjadi jaminan bagi integritas kepemimpinannya.

Semuanya bisa benar-benar terwujud jika syariat Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai negara, sebagai institusi formal kehidupan bermasyarakat, dan bernegara.
Wallahu a’lam bishshowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ummu Azka Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Imam Asy-Syafi’i, Sang Pemersatu Perselisihan
Next
Kapitalisasi dan Nestapa Sepak Bola
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram