Agama, Penentu Surga/Nerakanya Suasana Rumah Tangga

“Keimanan kepada Sang Pencipta menghantarkan dua insan kembali pada tujuan penciptaan manusia. Ketika manusia sadar akan tujuan hidupnya, maka pernikahan akan memiliki arah dan tujuan yang jelas, yaitu untuk beribadah. Segala sesuatu yang dilakukan dengan niat ibadah tentu akan membuat pelakunya menyampingkan urusan dunia.”

Oleh. Nurjanah Triani
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis dakwah kampus)

NarasiPost.Com- Kebahagiaan dalam rumah tangga merupakan suatu impian bagi setiap pasangan. “Selamat menempuh hidup baru” sesungguhnya bukan kalimat tanpa makna atau hanya formalitas belaka. Di dalamnya ada arti bahwa dua insan yang merajut jalinan suci dalam ikatan pernikahan akan menemukan fase-fase yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Tak heran jika di berbagai acara pernikahan banyak petuah-petuah yang disampaikan para pemuka agama.

Bak petir di siang hari, kabar-kabar yang merajalela saat ini membuat para pemuda takut untuk menempuh jenjang pernikahan. Bagaimana tidak? Jika yang sebelumnya dipertontonkan adalah keromantisan, kini berubah menjadi kekerasan dan penyiksaan. Trust issue yang dihadapi oleh para pemuda makin mencuat tatkala kabar perselingkuhan satu persatu muncul ke permukaan. Lantas, apa penyebab suasana ‘neraka’ yang tercipta? Bagaimana menghadirkan surga dalam rumah tangga? Bagaimana menciptakan kebahagiaan hakiki dengan belahan jiwa? Adakah solusi dalam Islam untuk menjawabnya?

Mengarungi Samudra Kehidupan

Ketika ingin bepergian jauh, tentu kita membutuhkan bekal untuk di perjalanan. Begitu juga pernikahan. Perjalanan yang amat panjang ini akan sangat melelahkan dan rentan tak sampai pada tujuan jika kita tak memiliki bekal yang cukup dalam persiapan. Persiapan untuk membangun rumah tangga bukanlah tentang pesta yang mewah, bukan tentang MUA dan gaun terindah, bukan pula tentang gedung yang megah. Semua itu hanya bagian kecil yang tidak wajib untuk menjadi fokus utama dalam persiapan pernikahan. Namun, sayangnya banyak pemuda yang justru mengutamakan hal-hal tersebut. Akibatnya, peribahasa ‘menjadi ratu sehari’ pun benar adanya. Karena, hari-hari berikutnya diliputi dengan tangis dan penyesalan.

Hal tersebut tidak akan terjadi jika keduanya mempersiapkan bekal yang cukup. Bak menaiki sebuah bahtera yang akan membawa dua insan mengarungi samudra kehidupan, tak hanya makanan yang menjadi bekal, tetapi juga persiapan mental menghadapi ombak di tengah lautan. Pengecekan awak kapal, melihat apakah ada kerusakan, peta arah sebagai pedoman tujuan, nakhoda yang mampu mengarahkan, dan awak kapal yang bisa saling mengingatkan juga harus diperhatikan. Perumpamaan ini tepat menggambarkan pernikahan. kita tentu akan mempersiapkan perbekalan sebaik mungkin agar selamat sampai tujuan. Karena jika tidak, entah ada kerusakan pada kapal yang mengakibatkan kebocoran atau kekurangan bekal, maka nakhoda berikut awak kapalnya tidak akan mampu bertahan, luntang-lantung pada bahtera yang rapuh.

Oleh karena itu, persiapan fisik, mental, ilmu, dan finansial perlu menjadi fokus utama sebelum menempuh jenjang pernikahan. Ketakutan yang banyak dirasakan oleh kaum muda saat ini tentang pernikahan itu dikarenakan kurangnya ilmu pranikah. Sebab, pernikahan bukan hanya sebatas menghalalkan yang haram dan bukan hanya sebatas sah semata. Perlu ilmu yang harus terus diasah, sabar yang harus terus tersedia, iman yang menguatkan, dan perlu agama untuk menjadi pedoman utama. Karena pernikahan bukan hanya tentang jimak, tetapi tentang hidup bersama.

Fungsi keimanan dalam pernikahan adalah sebagai alarm kesadaran mengenai hak kewajiban suami dan istri. Keimanan mendorong keduanya memberikan versi terbaik untuk pasangan. Fungsi ilmu pernikahan adalah agar suami dan istri mengetahui tupoksinya masing-masing dalam rumah tangga dan bagaimana kewajiban dan hak suami dan istri. Adapun agama berperan sebagai pembatas, pedoman, dan tujuan. Ilmu parenting pun tak kalah penting untuk dipersiapkan. Sebab, pembentukan karakter generasi penerus berasal dari keluarga, terutama orang tua. Kerusakan generasi bisa tercipta jika pola pengasuhan orang tua hanya sebatas memenuhi kebutuhan jasmani anak, tanpa terisi ruhiyah nya.

Racun Sekuler Demokrasi, Porak-Porandakan Ikatan Suci

Berita perceraian, perselingkuhan dan KDRT begitu bertebaran di berbagai media. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia 2022, pada tahun 2021 terdapat 447.743 kasus perceraian. Dikutip dari popmama.com pada 15 Mei 2022, hasil survei yang dirilis oleh justdating menunjukkan bahwa 40 persen laki-laki dan perempuan di Indonesia mengaku pernah berselingkuh dan mengkhianati pasangannya. Persentase tersebut menjadikan Indonesia menduduki peringkat kedua negara di Asia dengan kasus perselingkuhan terbanyak.

Tak heran, pernikahan menjadi momok menakutkan bagi sebagian orang. Banyak pemuda yang akhirnya memilih tidak ingin terikat pernikahan karena menganggap hal itu tidak bisa menghadirkan kebahagiaan. Mereka menganggap bahwa kesendirian lebih menyenangkan. Namun, akhirnya hal ini menimbulkan masalah baru, yaitu zina yang bertebaran dimana-mana.

Akibat dari trauma akan pernikahan inilah yang mengakibatkan banyak pemuda melakukan seks tanpa ikatan pernikahan. Selain itu, trauma yang ditimbulkan dari hubungan yang dilarang dan kekecewaan buah perselingkuhan mengakibatkan para korbannya lebih memilih untuk berhubungan dengan sesama jenis. Yang diyakini bahwa pasangan sesama jenis tidak akan menyakiti dan mengecewakan sebagaimana yang dilakukan oleh pasangan sebelumnya.

Lahirnya masalah-masalah baru tidak lain merupakan hasil dari kegagalan negara mengurusi tatanan keluarga dalam masyarakat. Negara gagal dalam memberikan sarana pendidikan dengan kurikulum yang berkualitas sehingga generasi yang tercipta tidak mampu memenuhi kualifikasi siap berumah tangga. Padahal, ini merupakan hal penting karena tatanan keluarga merupakan sel terkecil dalam bermasyarakat yang perannya sangat urgent untuk diperhatikan.

Pemuda yang terbentuk dalam sistem demokrasi adalah pemuda yang mengorientasikan hidupnya pada materi. Keberhasilan pemuda diukur dari seberapa banyak pendapatannya. Oleh karena itu, sejak awal pemuda lebih sibuk untuk mengejar orientasi tersebut. Taraf kesuksesan dan kesiapannya untuk menempuh jenjang pernikahan hanya diukur dari kemapanan semata. Akibatnya, ilmu pernikahan dan bekal lainnya tak ada yang dibawa. Maka pantaslah jika nakhoda hanya mengerti cara mencari uang, tanpa mengerti cara mendidik istri dan menjadi pelindung keluarga. Tatanannya akan hancur seketika. Ketika orientasi pernikahan dalam sistem kapitalis adalah kemapanan dan karier, tidak heran juga jika sebagian pasangan memilih childfree . Anak dianggap sebagai beban yang memberatkan orang tuanya. Tidak memiliki anak disebut sebagai kebebasan yang diimpikan.

Kekerasan yang tercipta dalam rumah tangga juga tak lepas dari kurangnya keimanan, kesiapan mental, serta tujuan pernikahan yang sudah tidak memiliki arah. Dalam sistem kapitalis, kita dipaksa untuk bisa mandiri memenuhi setiap kebutuhan yang serba mahal. Bahan baku yang terus naik, pendidikan dengan harga yang mencekik, hingga fasilitas kesehatan yang mahal membuat masyarakat ketar-ketir dan stres setiap hari. Tingkat stres yang tinggi tentu berdampak buruk pada perilaku. Akibatnya, percekcokan dalam rumah tangga terjadi. Maka, tak jarang kekerasan terjadi setelahnya.

Pun ketika suami istri bekerja siang dan malam demi kebutuhan sehari-hari yang kian mahal, maka akan terbentuk pola dan orientasi untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya agar terhindar dari kesulitan hidup yang dirasakan. Peran sebagai orang tua lebih banyak pada memenuhi kebutuhan materi semata. Kasih sayang, perhatian, dan pengajaran terhadap anak sering kali diabaikan.

Oleh karena itu, sistem kapitalis yang terus mencekik masyarakat memiliki andil yang besar dalam kasus kekerasan dan KDRT. Dalam kasus perselingkuhan, tentu pemikiran sekuler memiliki andil yang besar dalam membentuk karakter penganutnya. Kebebasan yang tercipta mengakibatkan manusia tidak memiliki batasan dalam hidup sehingga tidak ada ketakutan di dalamnya ketika melakukan perselingkuhan. Sistem sekuler kapitalis memang merusak tatanan kehidupan hingga masuk dalam keluarga.

Pernikahan Bahagia dengan Islam Mulia

Pernikahan dalam Islam adalah suatu hal sakral hingga akad nikah yang diucapkan dapat menggetarkan Arasy-Nya. Penikahan adalah ibadah di mana Allah memberikan kenikmatan dalam kehalalan, memberikan kenyamanan berkasih sayang di dalamnya. Begitu pentingnya pernikahan, menjadikan menikah sebagai penyempurna separuh agama. Aktivitas di dalamnya penuh dengan nilai ibadah.

Namun, keindahan dan kenikmatan dalam pernikahan saat ini seolah menjadi hal langka yang hanya bisa dirasakan oleh orang yang beruntung saja. Puncak permasalahan rumah tangga seperti kekerasan dan perselingkuhan yang saat ini banyak dialami oleh pasangan menikah merupakan buah dari kerusakan pemikiran dan kerusakan sistem. Pemikiran yang rusak mengakibatkan visi, misi dan tujuan hidup manusia menjadi tidak jelas, samar, bahkan rentan tak memiliki tujuan. Bahaya jika dalam mejalani pernikahan, seseorang tak memiliki tujuan dan pedoman. Tak hanya dari segi individu, sistem kehidupan yang diterapkan pun memengaruhi pola pikir dan pola kehidupan masyarakat sehingga terjadi permasalahan yang problematik.

Islam sejak lama telah memiliki aturan dalam menjaga tatanan keluarga, termasuk pernikahan. Islam yang merupakan agama sempurna telah Allah turunkan untuk mengatur seluruh aspek kehidupan. Tidak heran jika dalam hal berumah tangga pun, Islam memiliki aturan yang begitu terperinci. Berikut cara Islam menjaga tatanan keluarga dengan pernikahan yang bahagia.

  1. Menanamkan keimanan yang kokoh. Keimanan kepada Sang Pencipta menghantarkan dua insan kembali pada tujuan penciptaan manusia. Ketika manusia sadar akan tujuan hidupnya, maka pernikahan akan memiliki arah dan tujuan yang jelas, yaitu untuk beribadah. Segala sesuatu yang dilakukan dengan niat ibadah tentu akan membuat pelakunya menyampingkan urusan dunia.
  2. Memberikan pendidikan yang sesuai sebagai bekal menuju pernikahan. Ilmu pernikahan penting untuk dimiliki oleh para calon pengantin, bahkan jauh saat sebelum pernikahan. Tujuannya adalah laki-laki dan perempuan paham akan peran dan tupoksinya masing-masing yang berkaitan dengan hak dan kewajiban keduanya sesuai dengan aturan Islam. Contohnya, hak istri untuk mendapatkan perlindungan dari suaminya, mendapatkan kasih sayang, diperlakukan dengan baik dan lemah lembut, dan sebagainya. Kemudian tentang hak suami seperti mendapatkan pelayanan yang baik dari seorang istri, perintahnya dituruti selama tidak melanggar hukum syarak, dan sebagainya. Begitu juga dengan kewajiban masing-masing.
  3. Penerapan sistem ekonomi Islam. Dengan diterapkannya Islam di bidang ekonomi, akan sangat memudahkan masyarakat untuk mendapatkan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau. Negara akan mengusahakan agar harga pokok tetap stabil dan terjangkau untuk semua kalangan sehingga percekcokan karena masalah ekonomi bisa diatasi. Terlebih, saat Islam diterapkan, tatanan kehidupan masyarakat di bidang ekonomi akan menekan jiwa konsumtif dan perilaku mubazir karena Islam melarang keras perilaku tersebut.
  4. Di beberapa bidang, laki-laki dan perempuan akan hidup terpisah. Negara akan mengusahakan untuk tempat-tempat yang bukan merupakan tempat umum untuk memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan, sehingga tidak akan terjadi ikhtilat yang bisa membuat fitnah terjadi. Hal ini tentu akan menekan terjadinya perselingkuhan dan hubungan haram lainnya.
  5. Jaminan pendidikan dan kesehatan gratis. Negara akan memenuhi kebutuhan kolektif seperti pendidikan dan kesehatan agar masyarakat tak lagi risau memikirkan biayanya yang mahal.
  6. Aturan penjagaan sosial media. Negara akan memblokir hal-hal yang dilarang dalam Islam dari sosial media. Ini bertujuan untuk menjaga pemikiran masyarakat dari hal-hal yang dilarang.
  7. Perlindungan ketat dan larangan tegas untuk kekerasan. Islam jelas sangat melarang adanya kekerasan dalam rumah tangga. Negara akan menghukum orang-orang yang melakukan kekerasan, termasuk perlakuan suami terhadap istrinya jika sudah melanggar batas hukum syarak. Perlindungan yang diberikan negara akan sangat ketat.

Penerapan Islam secara sempurna dengan naungan Daulah Khilafah Islamiah tentu akan menciptakan suasana keimanan yang kuat dalam masyarakat dan kehidupannya. Islam mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam ketika diterapkan secara keseluruhan. Dalam hal keluarga dan pernikahan, akan mudah tercipta kebahagiaan dunia berupa kenikmatan kasih sayang dan rasa aman. Kebahagiaan hakiki dalam membina rumah tangga samawa, yaitu surga juga akan terwujud. Keromantisan yang alami dan tanpa pencitraan dalam pernikahan akan muncul dengan sendirinya dan tak memerlukan pengakuan dari orang lain. Keindahan dua insan yang saling mencintai karena Allah dalam ikatan pernikahan akan menguatkan tatanan keluarga dan membentuk generasi yang berkualitas. Itulah yang perlu kita perjuangkan.
Allahua’lam bish-shawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Nurjanah Triani Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Izinkan Aku Bertemu
Next
Jalan Menuju Keberhasilan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram