Betapa bejibun manusia tergila-gila berkompetisi mengejar perhiasan dunia. Menganggap dunia sebagai tujuan akhir dari kehidupan dan berharap mampu memperoleh kebahagiaan. Sehingga tak jarang pula mengabaikan kebahagiaan diri yang lain dan kebahagiaan orang lain untuk memenuhi ambisi. Padahal segala pernak-pernik tak bisa dibawa mati kecuali amal saleh dan pahala jariah.
Oleh. Messy Ikhsan, S. Pd
(Kontributor Tetap NarasiPost)
NarasIPost.Com-Squid Game, siapa yang tidak tahu dengan nama yang tengah naik daun dan menjadi perbicangan dunia akhir-akhir ini? Drama yang terbit pada tanggal 17 September 2021 ini berkisah tentang permainan misterius yang berhadiah 45,6 milyar won. Tentu hal itu menjadi angin segar bagi para peserta yang terbelenggu bejibun utang untuk mengikuti permainan tersebut.
Masalah hidup yang rumit dan penuh perjuangan membuat para peserta tertarik untuk mengikuti permainan Squid Game yang dihiasi bejibun hadiah. Tapi uniknya dari permainan ini, hanya menyisakan satu peserta yang bisa survive dalam menghadapi tantangan. Bagi yang lemah dan tak kuasa bertahan akan membawa nyawanya dalam kubangan ancaman.
Squid Game atau bisa disebut dengan permainan pertaruhan nyawa ini akan memusnahkan siapa pun yang mengukir kesalahan. Setiap individu hanya sibuk menuhankan ego dan keinginan masing-masing. Para peserta hanya fokus memikirkan diri sendiri dan berjuang untuk survive walau harus membuhuh keluarga dan saudara. Jika tidak kuasa bertahan, nyawa yang menjadi taruhannya. Satu peserta yang mampu bertahan sampai akhir, dialah pemenangnya, begitulah tutorial permainan ini sampai 6 sesi tahapan.
Berkompetisi Mengejar Materi
Deksripsi fakta yang digambarkan dalam Squid Game sungguh menggambarkan lika-liku kehidupan manusia. Kondisi hidup yang sangat sulit, belum lagi gaya hidup yang selangit membuat kehidupan sebagai ajang kompetisi dan persaingan. Menghalalkan segala cara untuk bertahan hidup walau harus bertentangan dengan prinsip pribadi. Menghalalkan apa saja walau harus menyingkirkan orang-orang tercinta. Demi memenuhi satu kata, yakni ambisi.
Kondisi hidup yang serba rumit dan penuh tekanan membuat mereka yang merasa menjadi korban realita zaman harus berjuang keras untuk tetap bertahan. Bahkan, tak jarang yang putus asa dan memilih meregang nyawa. Padahal bunuh diri bukan solusi akhir dari setiap permasalahan. Melainkan solusi parsial yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhan di pengadilan akhirat. Sayangnya, banyak yang termakan rayuan setan dan terpedaya pesona dunia hingga menggadaikan iman di dada. Lalu, memilih jalan sesat bunuh diri yang katanya dianggap memusnahkan masalah. Akan tetapi, benarkah pernyataan demikian?
Ditambah lagi, sistem kapitalisme yang berkuasa dan menjadi raja di alam semesta. Aturan yang didesain hanya untuk petinggi istana dan pemangku tahta, sedangkan rakyat biasa berkabung nestapa dan hujan luka. Para pemilik dana hanya sibuk mengejar ambisi dunia. Menghalalkan beragam cara untuk jadi budak setan. Prinsip agama diabaikan, moral dan adat dikesampingkan hanya untuk satu tujuan fana. Begitulah yang terjadi saat logika dan akal dipuja bak Tuhan. Sehingga posisi Allah sebagai Tuhan tak lagi diperhatikan. Bebas berbuat apa saja tanpa memperhatikan rambu-rambu dan batasan. Semua dilibas, semua ditebas hanya untuk satu tujuan. Siapa pun bisa jadi korban persis seperti permainan. Jangankan sempat memikirkan nasib rakyat, keluarga dan saudara saja tak lagi dalam perasaan dan pandangan. Bahkan Tuhan pun dijadikan bahan taruhan untuk melegalkan ambisi sesaat yang mendalam.
Tugas petinggi negara hanya melayani pemangku kuasa, sedangkan rakyat biasa dipaksa untuk bertahan secara mandiri. Persis dengan aturan rimba, siapa yang berkuasa dia akan menjadi pemenang. Sementara yang kalah terpaksa harus jadi pencundang. Negara hanya stempel nama saja, tapi tak menjalankan fungsi sebagai negara yang sesungguhnya.
Sungguh, sistem kapitalisme membunuh fitrah hati nurani. Di mana para pemilik modal yang memiliki kekuasaan bisa bebas dalam berbuat apa pun hanya untuk kepentingan sendiri. Mereka sibuk berfoya-foya dan menari bahagia, sedangkan rakyat biasa menjerit kelaparan dan menderita. Hukum pun bersifat tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Semua hanya berorientasi untuk kesenangan dunia nan fana. Jadi, setop segala aturan yang menghamba pada manusia!
Dunia Bukan Tujuan Akhir
Allah berfirman yang artinya :
"Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau. Jika kamu beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan dia tidak akan meminta hartamu." (QS Muhammad ayat 7)
Betapa bejibun manusia tergila-gila berkompetisi mengejar perhiasan dunia. Menganggap dunia sebagai tujuan akhir dari kehidupan dan berharap mampu memperoleh kebahagiaan. Sehingga tak jarang pula mengabaikan kebahagiaan diri yang lain dan kebahagiaan orang lain untuk memenuhi ambisi. Padahal segala pernak-pernik tak bisa dibawa mati kecuali amal saleh dan pahala jariah.
Bagi seorang muslim, dunia hanya permainan dan senda gurau semata. Bukan untuk dijadikan tujuan akhir dan bukan pula untuk dikejar-kejar. Harta, tahta, dunia, karier, uang, semua akan musnah tanpa bersisa. Dunia bukan tujuan akhir yang ingin diperoleh, melainkan tempat singgah untuk mempersiapkan sebaik-baik bekal untuk kampung akhirat. Sehingga manfaatkan momentum ini untuk semangat belajar Islam dan mengamalkan Al-Qur'an. Mengajak orang-orang yang tersayang dalam kebaikan dan ketaatan. Maka, penting sekali bagi kita untuk semangat menjadikan Islam sebagai peradaban mulia. Agar kita tahu apa tujuan hidup kita di di dunia. Bukan saja untuk kesenangan dunia semata, tapi untuk mencari rida Allah Ta'ala. Salah satu cara dalam meraih cinta-Nya dengan menerapkan syariat dalam kehidupan nyata. Allahuakbar![]