Panggung Terbuka bagi Para Penghina Ulama

"Saat ini Stand Up Comedy menjadi sarana baru dalam menghadirkan unsur-unsur dark jokes. Sehingga, dalam berbagai konten 'kelucuan' yang dihadirkan tak jarang mengandung penghinaan (roasting)."

Oleh. Rahmiani. Tiflen, Skep
(Voice of Muslimah Malang)

NarasiPost.Com-Kata-kata ibarat pedang yang menyambar, sebab itu bagi orang beriman ia senantiasa meletakkan akal di depan lidahnya. Sementara bagi orang jahil, mereka selalu mengoceh tanpa kendali dan menempatkan akal di belakang lisannya. Sebab itu Rasulullah saw. jauh hari telah mengingatkan kepada kita semua tentang bahaya lisan sebagaimana sabdanya; “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya dia berkata baik atau diam.” (HR. Muslim no. 222)

Kembali tersebar sebuah video penghinaan terhadap imam besar HRS yang dilakukan oleh seorang komika. Potongan video tersebut viral di sosial media. Seperti dilansir dalam laman CNN Indonesia (17/10/21).

Bukan kali pertama para ulama mengalami penghinaan sedemikian rupa. Hal tersebut sudah sering dilakukan, bahkan oleh pendahulunya sesama komika yang kini sedang mendekam dalam hotel prodeo sebagai tahanan narkotika (Fakta Kini, 02/09/21).

Menelisik lebih jauh, saat ini Stand Up Comedy menjadi sarana baru dalam menghadirkan unsur-unsur dark jokes. Sehingga dalam berbagai konten 'kelucuan' yang dihadirkan tak jarang mengandung penghinaan (roasting). Bahkan komedi hitam, sering dikenal sebagai humor hitam, humor gelap, komedi gelap, humor morbid, humor edgy, atau humor tiang gantungan, yang mana gaya komedinya menitikberatkan pada hal-hal yang dianggap tabu. Terlebih hal-hal yang biasanya dianggap serius atau menyakitkan untuk dibicarakan (Wikipedia).

Apalagi jika mengkaji asal muasal lahirnya Stand Up Comedy yang memang bermula dari negeri kampiun Kapitalis AS. Dalam sebuah kajian ilmiah dibahas tentang sejarah lahirnya Stand Up Comedy yaitu dimulai pada tahun 1880 di Amerika. Yang mana pada saat itu di Amerika ada sebuah teater bernama The Minstrel Show yang diselenggarakan oleh seorang komedian bernama Thomas Dartmouth “Daddy Rice” (Affan, 2012:11).

Kemudian acara komedi The Minstrel Show ini dimulai tepat sebelum Civil War atau perang saudara di Amerika. Acara tersebut walaupun masih dalam bentuk humor biasa, akan tetapi mendapat perhatian besar dari warga Amerika saat itu terutama dari kalangan menengah ke atas. Namun acara ini mengandung unsur rasisme, contohnya seperti beberapa para komika dengan sengaja menghitamkan muka mereka yang bertujuan untuk menyindir warga Amerika berkulit hitam. Pada saat itu mikrofon belum ditemukan sehingga komika cukup melucu dengan cara slapstick yang dikenal dengan isilah Physical Joke atau lelucon fisik. Acara ini bertahan hingga memasuki abad ke-20 (Nugroho, 2012:8).

Sehingga, menjadi wajar ketika salah seorang komika melancarkan dark jokes-nya walaupun itu merupakan penghinaan terhadap ulama. Terlebih ketika kini, kita hidup dalam naungan kebebasan (liberalisme). Pun diketahui bersama bahwa negara Indonesia menganut sistem demokrasi kapitalis yang menjunjung kebebasan dalam segala hal termasuk berekspresi, dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Sehingga, wajar kita jumpai berbagai candaan atau komedian yang menjurus pada penghinaan (istihza) termasuk kepada ulama. Prinsipnya, yang penting happy.

Negara pun ikut menjadi fasilitator, dengan maraknya program lucu-lucuan di televisi hingga merambah ke sosial media. Tentu saja negara tidak peduli terhadap penghinaan yang dilakukan oleh para komika selama tidak ada yang melakukan pengaduan. Sebab lagi-lagi, negara Indonesia menganut paham pemisahan agama dalam kehidupan (sekularisme) sehingga menjadi wajar ketika ulama tidak mendapatkan kedudukan utama dalam pandangan masyarakat sekuler. Kalaupun ada yang melakukan pengaduan kemudian akan ditindak secara hukum, tetap saja hukum negara tidak memiliki efek jera sehingga perbuatan serupa akan terus berulang. Sementara di sisi lain konten-konten berisikan tentang syiar Islam cenderung dihambat, distigmatisasi, bahkan dicitraburukkan.

Oleh sebab itu, diperlukan solusi mendasar dalam menyikapi permasalahan istihza (mengolok-olok/menjadikan bahan tertawaan) tersebut. Tiadalah solusi terbaik kecuali dikembalikan kepada Islam. Sebab Islam adalah sistem sempurna yang berasal dari Sang Pencipta dan merupakan sebuah ideologi yang darinya terpancar berbagai aturan sebagai penyelesaian problematika dalam kehidupan umat manusia.

Negara Islam (Khilafah) hadir dalam tiga pilar pelaksanaan yaitu;

Pertama, Khilafah akan mewujudkan ketakwaan pada setiap individu, yang mana dalam melakukan suatu perbuatan setiap orang akan sadar bahwa dirinya terikat dengan hukum syarak. Memahami dengan baik segala perbuatannya, apakah itu bertentangan dengan syariat ataukah tidak. Sebab mereka sadar betul konsekuensi hidup di dunia adalah demi menghamba kepada Allah Swt. dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Sehingga tidak mungkin seseorang akan melakukan perbuatan istihza (mengolok-olok atau menjadikan bahan tertawaan) terlebih kepada ulama.

Kedua, adanya kontrol dalam masyarakat. Dengan senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar (dakwah). Memberi penyadaran kepada umat dan juga penguasa.

Ketiga, menetapkan berbagai sanksi hukum yang tegas dan berat tak terkecuali bagi pelaku istihza terhadap ulama. Sehingga perbuatan semisal tidak akan terulang kembali.

Wallahu’alam bi ash-shawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Rahmiani. Tiflen, Skep Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Syariat Islam Hapuskan Transaksi Ribawi
Next
Permata yang Terbuang
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram