Normalisasi Hubungan dengan Israel: Nasib Palestina Versus Keuntungan Amerika

"Tentu saja, langkah Amerika dan Israel tak akan berhenti pada negara-negara Arab, normalisasi ini akan terus digencarkan, hingga negara-negara muslim lain terjerat hubungan diplomatik yang mengganjal mereka bersuara terhadap ketidakadilan yang diterima Palestina ."

Dia Dwi Arista
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pendudukan Israel terhadap Palestina telah mengambil masa yang cukup lama. Tak hanya migrasi, perebutan wilayah, pengorbanan nyawa pun juga telah terjadi di bumi Masjid suci Al-Aqsa. Kejatuhan Palestina tentu membuat berang negara-negara Arab di kawasan Timur Tengah. Hingga negara-negara tersebut memerangi dan memboikot Israel dengan berbagai cara.

Namun waktu bergulir, saat ini hal yang ditakutkan Palestina terjadi. Negara-negara Arab mulai menormalisasi hubungan diplomatik mereka dengan Israel dibantu Amerika. Dikutip dari laman cnnindonesia.com (21/10/2021), Jake Sullivan, Penasehat Keamanan Amerika telah berdiskusi dengan Arab Saudi yang diwakili Pangeran Mohammed bin Salman pada September lalu, terkait kemungkinan normalisasi hubungan Arab Saudi dengan Israel. Menurut media independen Axios, Arab Saudi tak menunjukkan penolakan atas ide tersebut.

Peran dan Keuntungan Amerika

Amerika yang memproklamirkan diri sebagai polisi dunia, merasa mempunyai tanggung jawab untuk membangun kedamaian di wilayah Timur Tengah. Amerika berencana menjadikan Israel sebagai 'penjaga' di kawasan tersebut.

Langkah tak kenal lelah Amerika, disinyalir untuk menargetkan Iran sebagai musuh bersama. Ia juga menjadikan Israel sebagai 'penjaga' yang tak ubahnya seorang mata-mata guna menjadikan kawasan Timur Tengah tetap kondusif untuk langkah-langkah politik AS kedepannya. Maka, Amerika pun getol membujuk negara-negara kawasan untuk menjalin hubungan dengan Israel. Tentu, slogan ‘no free lunch’ tetap digunakan. Amerika dengan 'rendah hati' memberi keuntungan-keuntungan bagi negara yang mau menormalisasi hubungan dengan Israel.

Padahal, jika dianalisa lebih dalam, Amerikalah pihak yang paling diuntungkan. Permintaan pembelian senjata canggih yang selama ini selalu ditolak Amerika untuk negara-negara Arab, akan segera dihapus. Negara-negara Arab yang bersedia menormalisasi hubungan dengan Israel akan mendapat 'bantuan' pendanaan dan persenjataan.

Hal ini dikemukakan oleh William Hartung, pakar pertahanan dari Center for International Policy. Ia mengatakan jika normalisasi dengan Israel memberi keuntungan tersendiri bagi Amerika dalam penjualan persenjataan. Pada tahun 2019 saja, penjualan senjata Amerika sudah mencapai 70 miliar dollar AS atau setara dengan Rp990 triliun. Selain perdagangan senjata, keuntungan lain yang didapat Amerika adalah lancarnya diplomasi tradisional. Jon Alterman, Wakil Presiden Center for Strategic and International Studies, memaparkan bahwa adanya normalisasi akan memudahkan perundingan keamanan dan penyelesaian berbagai konflik di kawasan Timur Tengah (dunia.tempo.co, 23/12/2020).

Tak bertepuk sebelah tangan, beberapa negara Timur Tengah tampaknya sudah terpesona dengan fatamorgana kapitalis. Sejak September 2020, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Israel telah menandatangani Abraham Accord di bawah pengawasan Amerika Serikat. Perjanjian ini menjadi titik sejarah baru bagi kedua kubu. Sejarah dimulainya kerjasama Israel-Arab, dan sejarah berkabungnya Palestina atas tikaman negara-negara Arab.

Nasib Palestina

Arab Saudi yang selama ini mempunyai pengaruh besar di kawasan Timur Tengah, akan merubah secara total arah politik di kawasan ini jika Saudi berhasil terbujuk rayuan Amerika. Selama ini Arab Saudi kukuh menolak lamaran Amerika untuk berdamai dengan Israel. Namun, perundingan Pangeran Mohammed bin Salman dengan Jake Sullivan membuka pintu baru kemungkinan terjalinnya normalisasi ini.

Jika hubungan itu terealisasi, benteng terakhir Palestina akan ambruk. Penjaga tanah haram telah berbalik memunggungi Aqsa. Maka, tinggal tunggu penjaga perdamaian baru di kawasan Timur Tengah -Israel- berbuat semena-mena terhadap rakyat Palestina. Tanpa hubungan diplomatik saja, Israel sudah pongah, menurunkan alutsistanya melawan pelempar batu Palestina. Apalagi jika normalisasi ini sudah terlaksana. Andaikan hal itu terjadi, negara-negara Arab hanya akan bisa mengecam tanpa mampu menerkam.

Tentu saja, langkah Amerika dan Israel tak akan berhenti pada negara-negara Arab, normalisasi ini akan terus digencarkan, hingga negara-negara muslim lain terjerat hubungan diplomatik yang mengganjal mereka bersuara terhadap ketidakadilan yang diterima Palestina.

Urgensitas Khilafah

Dominasi Amerika terhadap negara-negara kaum muslim harus dihentikan. Palestina yang teraniaya puluhan tahun sudah saatnya terbebas dari jajahan Israel. Namun, negeri-negeri kaum muslim tak ubahnya bagai singa ompong. Kekayaan melimpah nyatanya tak sanggup ditukar dengan kebebasan Palestina.

Kaum muslim membutuhkan junnah yang dapat menyokong mereka membebaskan Aqsa, dengan menyatukan seluruh negeri kaum muslim dalam satu komando, satu aturan yakni, Islam. Negara inilah yang akan mampu mengoordinasi seluruh tentara dan alutsista yang dibutuhkan untuk menggentarkan musuh. Membebaskan Palestina menjadi negeri yang diberkahi kembali. Negara adidaya yang mampu membebaskan Aqsa, dan dipimpin para Khalifah yang dengan gagah menjaga kehormatan kaum muslim, tak lain adalah negara Khilafah.

Khatimah

Normalisasi bukanlah jalan untuk menolong Palestina, juga bukan jalan untuk mencapai keuntungan secara ekonomi. Namun, normalisasi dengan Israel sejatinya adalah pengkhianatan besar untuk Palestina dan kaum muslimin. Allah berfirman dalam surah An-Nisa ayat 141 yang berarti, "Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin." Ayat di atas merupakan dalil haramnya membuka pintu penguasaan kafir untuk menguasai kaum muslim. Padahal, jika hubungan diplomatik dilakukan antara Israel dan negara-negara Arab, maka infiltrasi budaya dan pemikiran tak bisa dielakkan. Hingga menjadi ancaman nyata bagi kehidupan kaum muslim dan Islam di kawasan Timur Tengah. Allahu a'lam bis-showwab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Dia Dwi Arista Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Do'akan dan Ingatkan Aku, Sayang!
Next
Tolak Nama Jalan Attaturk, Tolak Sekularisme di Nusantara
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram