"Muara penistaan tak tersentuh hukum karena permohonan maaf yang terlebih dahulu diucapkan penista. Hal ini seakan menunjukkan betapa longgarnya hukum bagi penista agama. Sehingga, khalayak menilai ada kesan hukum tidak berkeadilan pada semua pihak."
Oleh: Afiyah Rasyad
(Kontributor Tetap NarasiPost.com)
NarasiPost.Com-Bagai api dalam sekam, penistaan agama tak pernah padam. Kasus penistaan terdahulu belum diredam, muncul lagi penistaan lain yang membuat hati merah padam. Penistaan terhadap agama terus bermunculan, terutama pada agama Islam. Pelakunya juga tak selalu orang biasa, pejabat dan penggawa negeri pun banyak yang terjerumus menistakan Islam.
Kini, penistaan mencuat kembali. Kasus saat ini berupa penistaan pada kitab suci Al-Qur'an. Sejumlah warga di Kelurahan Parung Serab, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang, Banten dihebohkan dengan penemuan petasan yang diduga terbuat dari bahan kertas Al-Qur'an. (Sindonews.com, 12/9/2021).l
Tentu saja kasus lembaran Al-Qur'an dijadikan bahan petasan membuat kaum muslim geram. Kasus ini menuai kecaman dari beberapa tokoh. Pasalnya, lembaran Al-Qur'an tak pantas dijadikan bungkus apa pun, apalagi dibuat sebuah media petasan. Kecaman dan tuntutan tindakan tegas datang dari salah satu tokoh Muhammadiyah.
Sebagaimana dilansir sindonews.com (12/9/2021), Ketua Umum Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Trisno Raharjo, mengecam dugaan kertas Al-Qur'an digunakan sebagai pembungkus petasan. Muhammadiyah meminta aparat mengusut kasus ini sesuai hukum.
Akar Masalah Penistaan Agama
Penista agama Islam tak ada habisnya. Belum rampung seorang YouTuber bernama M. Kece, muncul lagi petasan dari lembaran Al-Qur’an. Kaum muslim yang berjumlah mayoritas di negeri ini, terzalimi tiada henti, baik dengan berbagai ujaran kebencian terhadap Islam, ajaran Islam, hingga pelecehan Al-Qur'an dengan menjadikannya petasan. Sebelumnya, kasus-kasus penistaan yang menimpa Islam dan kaum muslim hanya berujung pada permohonan maaf. Islam terus menjadi bulan-bulanan, bahan candaan dan hinaan atas nama kebebasan berperilaku.
Semua kasus yang menista agama ini merupakan buah dari paham kebebasan yang diterapkan. UU Penodaan Agama yang dijadikan dasar agar mampu menjadi tameng, nyatanya belum cukup efektif menangkal arus penistaan yang berulang. Atas nama liberalisme, kebebasan berekspresi, dan berpendapat, para penista memiliki hujjah untuk terus menista. Sungguh, liberalisme menyuburkan penistaan agama.
Longgarnya Sanksi bagi Penista Agama
Masih segar dalam ingatan, bagaimana kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Josep Paul Zhang yang hingga sekarang kasus tersebut seakan belum ada kaputusan. Dia memang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang. Namun, perkembangan kasusnya disebut-sebut terkendala yurisdiksi.
Bahkan, khalayak sering menyaksikan muara penistaan tak tersentuh hukum karena permohonan maaf yang terlebih dahulu diucapkan penista. Hal ini seakan menunjukkan betapa longgarnya hukum bagi penista agama. Sehingga, khalayak menilai ada kesan hukum tidak berkeadilan pada semua pihak. Penilaian seperti itu sangat wajar karena masyarakat membutuhkan ketegasan dan keadilan hukum terhadap para penista agama. Dengan adanya ketidakadilan hukum itulah, penistaan agama tumbuh subur dan terus berulang.
Islam Menindak Tegas Penista Agama
Kapitalisme yang diterapkan di negeri ini telah mempraktikkan sekularisme dengan sempurna. Benar saja, negeri ini memang memisahkan agama dalam pengaturan kehidupan. Dari sekularisme ini, kemudian lahir paham lainnya, yakni liberalisme, pluralisme, dan demokrasi yang menganggap agama bukan sesuatu yang sakral yang wajib dijaga. Jika umat melakukan aksi menuntut hukuman tegas bagi penista agama, umat Islam diminta bersabar dan memberi maaf. Tentu saja kondisi saat ini bertolak belakang dengan kondisi saat Islam diterapkan dalam kehidupan. Dalam Islam, agama adalah sesuatu yang wajib dijaga dan dimuliakan. Pasalnya, salah satu tujuan diterapkannya syariat Islam adalah menjaga dan melindungi agama. Negara tidak akan membiarkan para penista tumbuh subur dalam sistem Islam. Negara tak segan untuk menerapkan sanksi tegas kepada para penista agar memberi efek jera bagi yang lainnya.
Ketegasan Islam terhadap penista agama terbukti dari sikap Khalifah Abdul Hamid saat merespon Prancis yang hendak menayangkan teater berisi pelecehan kepada Rasulullah saw. Saat itu, beliau memanggil duta besar Prancis dan meminta penjelasan atas niat Prancis yang akan menggelar teater yang melecehkan Nabi saw. Khalifah Abdul Hamid bahkan mengancam duta tersebut untuk menghancurkan tempat di sekitar mereka jika teater itu tetap berlangsung.
Demikianlah seharusnya sikap tegas pemimpin kaum muslim. Pemimpin dalam Islam akan tegas dan berwibawa menjaga agama agar Islam dan kaum muslim tidak dihina. Sejarah telah membuktikan, hanya dengan tegaknya syariat Islam secara kafah dalam naungan Khilafah, agama ini akan mulia dan terlindungi. Maka dari itu, seruan penegakan syariat Islam harus terus disuarakan. Saatnya kaum muslim mencampakkan kapitalisme yang melahirkan liberalisme.
Wallahu a'lam.[]