Kepercayaan Terkikis Akibat Penanganan Pragmatis

Ketika mencuat tagar #PercumaLaporPolisi, pada saat itu kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan aparat mulai tergores. Tentu tagar ini tak sekonyong-konyong menyembul, peristiwa demi peristiwa yang melibatkan aparat kepolisian dan pelayanan yang pragmatis menjadi sebab terkikisnya kepercayaan masyarakat.

Oleh. Dia Dwi Arista
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Kepercayaan menjadi sebuah modal besar untuk menjalankan roda pemerintahan. Namun ketika mencuat tagar #PercumaLaporPolisi, pada saat itu kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan aparat mulai tergores. Tentu tagar ini tak sekonyong-konyong menyembul, peristiwa demi peristiwa yang melibatkan aparat kepolisian dan pelayanan yang pragmatis menjadi sebab terkikisnya kepercayaan masyarakat.

Berita viral mengenai tiga anak di bawah umur yang menjadi korban rudapaksa sang ayah, ternyata telah mencuri empati masyarakat. Peristiwa yang terjadi pada Oktober 2019 di Luwu Timur, Sulawesi Selatan tersebut, telah dinyatakan selesai oleh polisi dengan dalih tidak adanya bukti. Dalam tempo 5 bulan, kasus ini pun dihentikan. Keadilan yang diperjuangkan sang ibu, seakan tumbang di tengah jalan. (nasional.kompas.com, 11/10/2021)

Sayangnya, aparat bagai pahlawan kesiangan. Berita terlanjur viral, barulah ditangani dengan serius di bawah mata publik. Peristiwa seperti ini juga terjadi pada kasus yang menjerat delapan anggota KPI, terkait dengan pelecehan seksual beberapa saat lalu. Peristiwa ini menunjukkan seberapa tinggi kualitas penegakan hukum di negeri ini. Meski terdapat klarifikasi dan pernyataan yang disampaikan Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Ahmad Ramadhan, tentang komitmen kepolisian untuk mendengarkan keluhan dan laporan dari masyarakat. Namun, rasa percaya itu terlanjur cedera. Maka, bisakah Polri tetap teguh dengan tugas pokoknya di dalam sistem sekuler saat ini?

Tugas Polri

Setiap negara pasti mendamba keamanan terbentuk dalam negerinya, untuk itu diperlukan sebuah lembaga yang berfungsi menjaga keamanan. Begitu pula dengan polisi, menjadi alat negara dalam menjaga keamanan dalam negeri. Tugas pokok polisi tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, yang menjelaskan bahwa tugas polisi tak hanya penegakan hukum, namun memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, serta melindungi dan mengayomi masyarakat. Namun, apakah tugas pokok polisi sudah terlaksana dengan baik selama ini?

Nyatanya, persentase kepercayaan masyarakat terhadap Polri hanya 66,3%, data ini diambil berdasarkan hasil survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI). Krisis kepercayaan ini pun bisa diartikan jika pelayanan aparat penegak hukum minus di mata masyarakat. Tak hanya itu, administrasi yang berbelit-belit juga menambah rasa kecewa masyarakat terhadap lembaga ini.

Andi Muhammad Rezaldi, Kepala Divisi Advokasi HAM untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) berkomentar, bahwa bisingnya tagar #PercumaLaporPolisi harusnya menjadi momentum agar Polri mereformasi diri. Ia melanjutkan, masalah yang ada dalam internal Polri adalah persoalan institusional dan kultural. Maka, dibutuhkan upaya perombakan agar Polri lebih baik lagi. (nasional.kompas.com, 11/10/2021)

Produk Hukum Sekuler

Harus diakui, jika Indonesia menggunakan produk hukum sekuler. Hukum buatan manusia yang cacat di setiap aspek. Undang-undang yang menjadi patokan hukum pun acapkali berubah sesuai kepentingan manusia. Cacat bawaan ini yang menjadikan hukum tajam ke bawah tumpul ke atas. Maka, tak heran jika masyarakat hilang kepercayaan.

Namun, betapa pun rusaknya hukum sekuler akan tetap dipertahankan, dengan selalu menambal kebocoran-kebocoran yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan. Sayangnya, bukan kepentingan masyarakat yang menjadi prioritas. Akan tetapi kepentingan segelintir orang yang berpusat pada elite dan pengusaha. Lalu, masihkan kukuh pada hukum seperti ini? Adakah hukum yang lebih bersifat manusiawi di dunia ini?

Baiknya Hukum Islam

Allah berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 50 yang artinya, “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?”

Ketika mencari hukum terbaik, tentu harus mengarahkan perhatian pada hukum buatan Sang Pencipta. Karena Pencipta memiliki sifat Mahaadil dan Mahasempurna. Keimanan seseorang akan sangat menentukan kepercayaan kepada hukum terbaik ini. Pun ketika terterapkan dalam sebuah institusi negara, manusia akan paham betapa baiknya hukum buatan Tuhan, yang tak lain adalah Hukum Islam.

Hukum Islam muncul sejak diangkatnya Muhammad menjadi Nabi terakhir. Kitab suci Al-Qur'an yang turun berangsur-angsur membawa hukum-hukum Islam hadir ke bumi. Hukum ini memperlihatkan kebaikannya tatkala diterapkan pertama kali di Madinah yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad saw. Dengan patokan yang jelas, menjadikan hukum ini langgeng hingga 1300 tahun lamanya. Tak terhitung kejayaan yang diraih negara Islam ketika menerapkan hukum Allah. Bahkan, kejayaan tersebut tak hanya dari segi ekonomi semata, namun dalam semua segi kehidupan. Hukum inilah yang kemudian berhasil membawa negara Islam menjadi negara adidaya selama berabad-abad. Negara ini disebut dengan Khilafah.

Keadilan hukum Islam akan dirasakan oleh semua individu, bukan hanya segilintir orang. Semenjak seseorang mendeklarasikan menjadi warga Khilafah, maka ia mempunyai hak yang sama tanpa melihat agama, ras dan bangsa, apalagi melihat kekayaan. Dalam hal keamanan, negara akan membentuk setiap individu untuk bertakwa kepada Allah Swt., menjadikan ia selalu muroqobah, merasa diawasi oleh Allah Swt. Hingga ia enggan dan mengharamkan dirinya jatuh ke lubang kemaksiatan. Begitu pula dengan seorang polisi (syurthoh), ia akan menjalankan amanahnya dengan sungguh-sungguh, karena dorongan keimanan dan ketakwaan yang melekat pada dirinya.

Namun ternyata, keimanan dan ketakwaan individu tak cukup mengantarkan keadilan menyeluruh bagi setiap penduduk. Akan tetapi harus didukung oleh sebuah institusi. Jika hukum di negara tersebut baik, maka hasilnya akan baik pula. Karena hukum menjadi pusat pergerakan nadi-nadi lembaga negara. Baik itu keamanan, politik maupun ekonomi. Hukum inilah yang akan menjadi payung bagi seluruh elemen kenegaraan. Maka, wajib sebuah negara menerapkan hukum yang sempurna. Dan tentu, hukum tersebut adalah hukum Islam yang diturunkan Allah Yang Mahasempurna.

Hal ini berbeda dengan hukum sekuler, hukum yang meniadakan peran Tuhan dalam kehidupan manusia ini memiliki kefatalan karena berpondasi pada akal manusia yang terbatas dan penuh hawa nafsu. Maka, dipastikan tidak akan pernah terjadi keadilan jika diperintah dengan hukum yang penuh kepentingan. Allahu a'lam bis-showwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Dia Dwi Arista Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Sistem Rusak Membahayakan Anak
Next
Mencapai Target Net Zero Emission, Cukupkah dengan Pajak Karbon?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram