"Begitulah Islam yang membangun infrastruktur berdasarkan kepentingan rakyat, menggunakan kas negara, serta tanpa menyerahkan proyek tersebut pada swasta. Keberhasilan khilafah membangun infrastruktur ini masih bisa kita saksikan saat ini sebagai bukti kegemilangan peradaban Islam. Keberhasilan umat Islam membangun peradaban yang mengungguli peradaban Barat tentu saja karena ideologi Islam diterapkan sebagai sistem bernegara. Khilafah membangun sistem perekonomian Islam yang mampu menopang aktivitas ekonomi umat".
Oleh. Merli Ummu Khila
(Pemerhati Kebijakan Publik)
NarasiPost.Com-Infrastruktur dalam sebuah negara merupakan organ vital yang menjadi perhatian utama. Semua yang menyangkut fasilitas dasar kepentingan umum wajib disediakan oleh negara. Namun yang menjadi persoalan adalah bagaimana negara membangun infrastruktur berdasarkan skala prioritas dan kondisi keuangan.
Baru-baru ini kita dikejutkan dengan pernyataan pemerintah yang tetap melanjutkan proyek jumbo ibu kota baru meski di masa pandemi. Proyek yang akan menggelontorkan dana lebih dari Rp500 triliun ini sebenarnya sudah menjadi kontroversi. Sejumlah pengamat menilai alasan pindah ibu kota yang terkesan dipaksakan. Terlebih lagi kondisi keuangan negara yang terbelit utang luar negeri.
Corak pemerintah yang tidak bisa lepas dari intervensi asing ini akan selalu disetir oleh para kapital. Megaproyek yang pendanaannya didominasi oleh Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) tentu merupakan ancaman serius. Kerja sama dengan swasta bisa mengancam kedaulatan negara. Para korporat tidak mungkin "tulus" membantu tanpa embel-embel.
Hal ini terjadi karena lemahnya sistem perekonomian sebuah negara. Penerimaan kas negara yang hanya mengandalkan pungutan pajak tentu sulit untuk membangun infrastruktur. Celakanya, anggaran belanja negara yang minim ini justru semakin diperparah oleh beban utang luar negeri. Mirisnya, kok malah ngotot pindah ibu kota karu?
Berbeda dalam negara khilafah, infrastruktur merupakan hak warga negara yang wajib disediakan negara. Hal ini mengacu pada kaidah syara "suatu kewajiban yang tidak bisa terlaksana dengan baik karena sesuatu, maka sesuatu tersebut hukumnya wajib". Maka, fasilitas pendidikan, kesehatan, sarana publik seperti jalan raya, stasiun, terminal akan dibangun untuk menunjang aktivitas rakyat.
Selain itu, institusi khilafah merupakan satu-satunya sistem pemerintahan yang bertanggung jawab untuk mengurus seluruh urusan rakyat, sebagaimana yang diperintahkan dalam nash syariah. Nabi bersabda, “Imam [kepala negara] laksana penggembala, hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya)." (HR.Bukhari dan Muslim)
Karena itu, khilafah bertanggung jawab penuh mengurus dan memfasilitasi kehidupan rakyatnya.
Sejalan dengan itu, sistem Islam mempunyai seperangkat aturan paripurna yang dibuat langsung oleh Allah Ta’ala, manusia hanya tinggal menjalankan tanpa harus merumuskan dan membuat hukum. Aturan ini mengatur setiap aktivitas bernegara, baik dari perekonomian hingga peribadatan. Setiap warga negara, baik yang miskin ataupun yang kaya, muslim atau nonmuslim, tua maupun muda akan mendapatkan hak yang sama akan pemenuhan kebutuhannya.
Membangun infrastruktur tentu memerlukan anggaran yang besar, namun hal ini tidak menjadi kendala bagi khilafah karena keuangan negara ditopang oleh banyak sumber pemasukan. Setidaknya ada tiga sumber pendapatan utama negara, di antaranya dari kepemilikan negara, kepemilikan umum dan zakat. Dari kepemilikan umum meliputi semua sumber daya alam, baik di daratan, lautan, dan kekayaan alam bawah tanah saja sudah lebih dari cukup untuk membiayai infrastruktur.
Selain dana yang cukup, sistem pemerintahan Islam menjamin setiap pejabat menjadikan hukum syariah sebagai tolak ukur setiap kebijakan. Hal ini secara tidak lansung meminimalisasi adanya abuse of power dan praktik KKN yang merugikan negara. Setiap pejabat yang diberi kekuasaan akan menjadikan jabatan sebagai amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak.
Hal ini bersandarkan pada hukum syariah yaitu sabda Rasullullah saw. dalam sebuah hadis: "Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau lemah, dan sesungguhnya hal ini adalah amanah, ia merupakan kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat, kecuali orang yang mengambilnya dengan haknya, dan menunaikannya (dengan sebaik-baiknya).” (HR.Muslim)
Khilafah akan membangun infrastruktur berdasarkan skala prioritas. Infrastruktur kesehatan dan pendidikan, jalan raya, dan semua infrastruktur yang menunjang aktivitas ekonomi rakyat menjadi prioritas utama. Sedangkan fasilitas umum yang bersifat tidak mendesak akan dibangun ketika semua fasilitas utama sudah dibangun dan keuangan negara dalam keadaan aman.
Beberapa bukti sejarah Islam yang begitu konsen terhadap infrastruktur yaitu pada masa Khilafah Umayyah, yakni khalifah Walid bin Abdul Malik yang pertama yang mendirikan rumah sakit di Kota Damaskus, Suriah pada tahun 707 M (88 H). Istimewanya rumah sakit ini didirikan oleh Walid bin Abdul Malik dengan kas negara dan memberikan pengobatan gratis bagi rakyatnya.
Pada infrastruktur pendidikan, pada masa Dinasti Abbasiyah, pada masa Khalifah Al-Muntansir Billah (1226 M - 1242 M) telah dibangun Universitas Al-Mustansiriyah di Baghdad. Perguruan tinggi ini tidak hanya fokus pada satu studi saja tetapi memiliki sekaligus empat bidang studi, antara lain ilmu Al-Qur'an, biografi Nabi Muhammad, ilmu kedokteran, serta matematika. Universitas ini juga dilengkapi oleh perpustakaan yang mendapat sumbangan buku sebanyak 80 ribu eksemplar yang diangkut oleh 150 unta.
Pada infrastruktur lainnya, sejarah juga mencatat pada masa Kekhalifahan Utsmaniyah, yakni pada masa Khalifah Abdul Hamid II. Khalifah membangun proyek Hejaz Railway atau jalur kereta api Hijaz sepanjang 1464 km sebagai infrastruktur penunjang transportasi haji. Jalur kereta ini menghubungkan antara kota Damaskus Suriah dan Madinah yang mampu memperpendek perjalanan dari 40 hari menjadi lima hari saja. Tidak hanya menyingkat perjalanan, kapasitas penumpang juga sangat besar untuk ukuran masa itu, yaitu mampu membawa 300 ribu jamaah dalam satu pemberangkatan.
Begitulah Islam yang membangun infrastruktur berdasarkan kepentingan rakyat, menggunakan kas negara, serta tanpa menyerahkan proyek tersebut pada swasta. Keberhasilan khilafah membangun infrastruktur ini masih bisa kita saksikan saat ini sebagai bukti kegemilangan peradaban Islam. Keberhasilan umat Islam membangun peradaban yang mengungguli peradaban Barat tentu saja karena ideologi Islam diterapkan sebagai sistem bernegara. Khilafah membangun sistem perekonomian Islam yang mampu menopang aktivitas ekonomi umat. Tidak ada sektor ekonomi non-riil apalagi sistem keuangan ribawi. Roda perekonomian berputar pada sektor riil yang mengalirkan kekayaan tidak hanya pada segelentir orang, tapi pada semua pelaku ekonomi.
Walhasil, keberhasilan sebuah negara membangun infrastruktur sangat tergantung pada konsepsi bernegara. Saatnya kita menjadikan negara Islam yang pernah dibangun Rasullullah saw sebagai role model. Menjadikan akidah Islam sebagai landasan bernegara.
Sesungguhnya Allah telah menjadikan kemuliaan bagi kaum muslim sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an:
"Padahal kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui."(TQS. al-Munaafiquun : 8)
Wallahu a'lam biashawab.[]