Dari Film JKDN II ini kita memahami bahwa Islam sebagai agama mayoritas bangsa ini, tidak muncul begitu saja, tanpa adanya dakwah yang mendukung tersebarluaskannya Islam di Nusantara. Bukti-bukti menunjukkan, peran Utsmani sebagai negara digdaya saat itu, tanpa memandang etnis, bangsa, bahasa dan warna kulit , merangkul Nusantara sebagai sebuah bangsa yang dinaungi oleh Islam dan syariat-Nya.
Oleh. Ana Nazahah
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Telah berlangsung sukses pemutaran film Jejak Khilafah di Nusantara Jilid II yang diselenggarakan bertepatan dengan peringatan hari besar kelahiran Nabi saw. Film yang dijadwalkan diputar serentak pada Rabu, 20 Oktober 2021 ini telah ditonton secara online oleh 270 ribu penonton lebih saat pemutaran perdana.
Besarnya minat masyarakat menandakan betapa anak-anak bangsa membutuhkan sejarah yang lurus tentang bangsanya sendiri, termasuk benar tidaknya keterkaitan Khilafah dengan Nusantara, dongeng atau fakta.
Di luar sana, masih banyak yang menyangsikan keterikatan Nusantara dan Khilafah Islam. Karenanya mengganggap ide Khilafah adalah sesuatu yang asing dan bertentangan dengan bangsa ini.
Pertanyaannya, benarkan khilafah Utsmani tidak memiliki hubungan yang erat dengan Indonesia? Benarkah Islam datang ke Indonesia hanya lewat perantara pedagang Arab dan Gujarat, bukan Karena adanya dakwah utusan Khalifah Utsmani?
Jika kebenaran sejarah terungkap dan khilafah adalah bagian yang tak bisa dihilangkan dari sejarah bangsa ini, siapa yang telah sedemikian sengaja mengaburkan sejarah bangsa ini? Apa tujuan sejarah Islam di Nusantara dikaburkan? Film JKDN II telah menjawab itu semua.
Dakwah, Pondasi Islam Tersebar Luas di Nusantara
Dari Film JKDN II ini kita memahami bahwa Islam sebagai agama mayoritas bangsa ini, tidak muncul begitu saja, tanpa adanya dakwah yang mendukung tersebarluaskannya Islam di Nusantara. Bukti-bukti menunjukkan, peran Utsmani sebagai negara digdaya saat itu, tanpa memandang etnis, bangsa, bahasa dan warna kulit , merangkul Nusantara sebagai sebuah bangsa yang dinaungi oleh Islam dan syariat-Nya.
Ada banyak bukti, intensnya hubungan baik antara kerajaan-kerajaan di Nusantara dengan Kekhilafahan Utsmani. Di antaranya, aktivitas surat-menyurat antara Sultan Aceh dengan Khalifah Turki, yakni Sultan Selim II. Diutusnya 100 orang instruktur untuk mengajarkan bangsa Aceh terkait militer di Akademisi Militer Banda Aceh yang bernama Baital Maqdis.
Khilafah Utsmani juga mengirim 3 utusannya untuk mengukuhkan kerajaan Mataram, Kerajaan Banten, dan Makassar dalam rangka mengesahkan penerapan syariat Islam di Nusantara. Dan ini merupakan fakta yang tak bisa dibantah akan hubungan erat Kekhilafahan Islamiyah dan negeri Pertiwi.
Memang benar adanya interaksi yang baik penduduk Nusantara dan pedagang asal Arab dan Gujarat menjadi salah satu alasan Islam tersebar luas sedemikian rupa di Nusantara. Namun, untuk membangun peradaban Islam yang begitu gagah, seperti dicontohkan oleh Kesultanan Aceh Darussalam, Kesultanan Banten, Kesultanan Mataram, Kerajaan Riau dan Tidore membuktikan bahwa keberhasilan ini tidak bisa hanya mengandalkan interaksi lewat perdagangan saja, melainkan harus didukung oleh aktivitas dakwah Islam dengan dikirimnya sejumlah ulama oleh Kekhalifahan Islamiyyah saat itu.
Dan itulah alasan mengapa Islam dan syariat-Nya menjadi satu-satunya hukum dan adat yang dijunjung tinggi, yang kemudian berkembang sampai saat ini, menjadi agama mayoritas lebih dari 236 juta masyarakat muslim bangsa ini. Dengan syariat Islam inilah, hubungan muslimin di Nusantara dengan Khilafah Islamiyyah terjalin begitu erat. Berbekal kalimat laa Illaha Illallah, Muhammad Rasulullah, ruh dan spirit bangsa tumbuh nan bermutajasad di dalam benak dan jiwa muslim Nusantara sehingga meninggalkan sesembahan kepada berhala berupa animisme dan dinamisme agama nenek moyang yang sesat. Berbekal hal yang sama pula, spirit jihad menjadi senjata para ulama dan pejuang bangsa, mengusir penjajah yang hendak merampas kemuliaan agama dan negara. Namun sayangnya, anak dan cucu bangsa, sudah tidak lagi mengenal sejarah bangsanya sendiri. Pelan tapi pasti langkah-langkah pendahulu bangsa mulai ditinggalkan. Kita lebih tergiur oleh hukum sekuler liberal dan adat istiadat yang dicontohkan Barat. Lantas menolak sejarah bangsa sendiri dan menentang ide Khilafah yang merupakan bagian dari sejarah Islam dan bangsa ini.
Runtuhnya Khilafah Islam, Umat Islam Dunia Kehilangan Ibunya
Diawali oleh perang dunia pertama yang tidak berjalan mulus bagi khilafah Utsmani. Satu per satu wilayah Khilafah berhasil diambil alih kafir penjajah dan terpisah dari Turki Utsmani. Setelah Khalifah Mehmed Rasyad wafat, Istanbul diduduki tentara Inggris dan Prancis.
Tidak menunggu lama, khilafah Islam yang telah dilumpuhkan itu berhasil dihancurkan oleh tangan seorang antek kafir bernama Mustafa Kemal. Kemal telah menghembuskan fitnah keji bahwa khalifah yang baru yakni Khalifah Wahiduddin telah bersekongkol dengan Inggris dan merampas kepemimpinan bangsa Turki. Kendati Kemal memilih Khalifah baru sebagai pengganti Wahiduddin, nyatanya dalam rapat majelis Akbar Nasional Tuki yang dipimpin oleh Kemal sendiri, ia menghapus Khilafah Utsmaniyah dan diganti Republik Turki.
Dari sinilah pemutarbalikan sejarah itu bermula. Khilafah Islam yang telah lenyap distigmaburukkan sedemikian rupa. Agar umat Islam dunia sepenuhnya melupakan Islam, melupakan syariat Allah, melupakan khilafah, ibu kandungnya sendiri. Padahal khilafah telah membersamai umat selama 1.300 tahun lamanya. Hilang jejak tanpa sisa, bahkan dari ingatan mereka yang mengaku beriman kepada Allah Azza Wa Jalla. Tinggal prasasti-prasasti, bangunan dan nisan-nisan menyimpan cerita. Menjadi saksi sejarah yang tak pernah bisa dihapus oleh masa.
Khatimah
JKDN II telah membuka mata kita, Nusantara adalah bangsa yang memiliki sejarah yang hebat. Dan bangsa yang hebat adalah bangsa yang mampu menghargai sejarahnya sendiri. Sejarah bukan sekadar cerita yang diagungkan, bukan pula sumber hukum yang mesti kita taati. Sejarah hanya sebuah memori untuk evalusi, bahwa spirit perjuangan nenek moyang kita dulu berasal dari Islam. Spirit Islam inilah yang wajib kita teruskan, kita taati dan ikuti. Karena spirit yang dicontohkan nenek moyang kita adalah spirit yang diwarisi oleh nabi dan Rasul-Nya, yakni berjuang membela yang hak dengan tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunah.
Nenek moyang kita dahulu telah mengerahkan segala kekuatan bahkan nyawa demi mempertahankan kemuliaan bangsa dan agama, mengusir penjajah dengan harapan menang atau mati syahid. Maka, spirit inilah yang wajib kita miliki, dalam mehadang penjajahan gaya baru yakni pemahaman rusak sekuler liberal, saat ini. Sebuah perjuangan yang wajib dilakukan sepenuh jiwa, hingga kita benar-benar mampu meraih kemenangan Islam seperti dahulu kala, hidup sejahtera di bawah naungan Khilafah Islamiyyah. InshaAllah.
Wallahu'alam.[]