"Dengan rekam jejaknya yang sedemikian nyata sebagai tokoh pembenci Islam, sudah semestinya kaum muslim dapat bijak menempatkan sikap. Tidak bersimpatik kepadanya dan tidak terlarut dalam tipuan Barat yang menokohkan Mustafa Kemal sebagai Bapak Pembaharu Turki. Seolah baik, namun di baliknya ada borok yang berusaha ditutupi rapat-rapat."
Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(Redaktur Pelaksana NarasiPost.com)
NarasiPost.Com-Kejayaan Islam pernah tenggelam di tangan seorang lelaki keturunan Yahudi, Mustafa Kemal Attaturk. Dengan sokongan Inggris dan Perancis ia menyusup ke tubuh Khilafah Turki Ustmani kala itu, lalu bermanuver merancang strategi untuk menghancurkan Khilafah dari dalam. Hingga akhirnya Khilafah pun dinyatakan roboh pada 3 Maret 1924. Namun, ironisnya sosok Mustafa Kemal Attaturk justru dikenal sebagai pahlawan yang mengeluarkan Turki dari cengkeraman dogmatis agama menuju negara modern.
Faktanya, dalam sejarah peradaban Islam telah tercatat bahwa Mustafa Kemal adalah kaki tangan Barat yang menghancurkan Khilafah. Begitulah, telah terjadi penguburan dan pengaburan sejarah. Mustafa Kemal justru ditokohkan sebagai Bapak Turki sebagaimana pelekatan di akhir namanya 'Atta' yang berarti Bapak dan 'Turk' yang berarti Turki. Bahkan Mustafa dianggap sebagai Bapak Nasionalisme Turki. Sosok yang membawa perubahan bagi Turki.
Oleh karena itu jugalah, nama Mustafa Kemal Attaturk diwacanakan akan digunakan sebagai nama jalan di salah satu kawasan di DKI Jakarta. Sebagaimana diungkapkan oleh Wakil Gubernur, Reza Patria, bahwa hal tersebut sebagai bagian dari kerja sama antara Turki dengan Indonesia. (Merdeka, 17 Oktober 2021)
Wacana tersebut pun mendapat kritikan dari beberapa pihak, salah satunya dari Ketua DPW PKS DKI Jakarta, Khoirudin, yang mengimbau kepada pemerintah agar mengkaji ulang rencana tersebut, mengingat Mustafa Kemal merupakan tokoh sekuler. Tak hanya itu, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas pun mengungkapkan penolakannya. Menurutnya, Mustafa Kemal adalah sosok yang merecoki ajaran Islam, pemikirannya sesat dan menyesatkan. (CNNIndonesia.com, 17-10-2021)
Penolakan terhadap wacana tersebut adalah wajar adanya. Sebab, Mustafa Kemal merupakan tokoh yang memiliki peranan penting dalam menghancurkan peradaban Islam, sehingga tercabutlah ajaran Islam yang sempurna, bahkan terpecah-belahlah umat Islam dalam sekat negara bangsa.
Rekam Jejak Mustafa Kemal
Mustafa Kemal lahir di Salonika, Yunani, pada tahun 1881. Ia dibesarkan di keluarga Yahudi religius. Ia juga pernah mengenyam pendidikan militer sejak sekolah menengah atas hingga perguruan tinggi. Dalam sepak terjangnya, Mustafa masuk ke tubuh daulah Khilafah yang saat itu beribu kota di Istambul, Turki. Ia menjabat sebagai angkatan militer kala itu, maka ia pun digelari Mustafa Kemal Pasha. Pasha mermerupakan gelar militer di Kesultanan Ustmaniyah.
Dengan strategi halusnya ia membuat propaganda di tengah-tengah para pemuda Turki kala itu, yakni dengan mengembuskan ide nasionalisme Turki. Akhirnya bangkitlah gelora nasionalisme di dada kaum muslimin Turki pada saat itu, sehingga berujung pada dorongan ingin memisahkan diri dari Khilafah. Tak hanya itu, Mustafa Kemal juga melakukan serangkaian fitnah bertabur kelicikan demi memuluskan rencananya menghancurkan institusi Islam. Ia menebar retorika demi menggalang dukungan dan kekuatan. Akhirnya pada tanggal 29 Oktober 1923, Mustafa Kemal diangkat menjadi Presiden Turki pertama melalui Majelis Nasional Agung di Ankara.
Dengan begitu, terjadi dualisme kepemimpinan. Khalifah Abdul Majid II di Istambul dan pemerintahan tandingan bentukan Mustafa Kemal di Anatolia. Sejak itu, berbagai propaganda demi menjauhkan umat dari ajaran Islam pun digencarkan. Khalifah tak ubahnya sebagai simbol semata, sebaliknya keberpengaruhan Mustafa Kemal kian menguat. Puncaknya adalah tahun 1924 ketika Mustafa Kemal secara resmi membubarkan Khilafah Ustmani di Turki, bahkan mengusir Khalifah Abdul Majid II dari istananya di Istambul. Setelah itu, dengan kebijakannya, ia mengubah wajah Turki menjadi negara sekuler. Melarang jilbab bagi muslimah di tempat umum, mengganti azan dengan bahasa Turki, sampai melakukan revolusi yang terkenal yakni, Reformasi Topi Koboi.
Di dalam buku "Kamal Attaturk: Pengusung Sekularisme dan Penghancur Khilafah Islamiah" yang ditulis oleh Dhabit Turki Sabiq dan diterjemahkan oleh Abdullah Abdurahman Ja'far Shadiq diungkapkan bahwa Mustafa Kamal sejak masih berada di Qashthamuni, yakni di wilayah Laut Hitam, telah terlintas di benaknya untuk membuat undang-undang yang mengharamkan pemakaian peci dan menggantinya dengan topi.
Tak hanya itu, Mustafa Kemal juga mengubah Masjid Hagia Sofia menjadi museum, bahkan menghapus bahasa Arab dan menggantinya dengan bahasa lokal Turki.
Dengan rekam jejaknya yang sedemikian nyata sebagai tokoh pembenci Islam, sudah semestinya kaum muslimin dapat bijak menempatkan sikap. Tidak bersimpatik kepadanya dan tidak terlarut dalam tipuan Barat yang menokohkan Mustafa Kemal sebagai Bapak Pembaharu Turki. Seolah baik, namun di baliknya ada borok yang berusaha ditutupi rapat-rapat.
Meski begitu, sejarah tak bisa dikubur terlalu dalam. Ia pasti akan menyembul ke permukaan, selama masih ada orang yang lurus mengungkapnya ke publik. Lantas, masihkah kita menganggap biasa wacana penamaan jalan di DKI Jakarta dengan nama Mustafa Kemal Attaturk? Sepatutnya kita menolak tegas sebagai wujud keimanan kita kepada Allah Swt dan pembelaan kita terhadap agama kita. Ingat, Indonesia adalah negeri dengan penduduknya mayoritas muslim, apakah rela tanah air kita diberi ruang untuk menghormati penghancur agama kita?
Mengulang Kegemilangan Peradaban Khilafah Islamiyah
Semestinya, jika memang pemerintah ingin memajukan negeri ini dan membawanya pada kegemilangan peradaban, tentu harus menengok apa yang pernah tegak di Turki. Dengan itulah, pemerintah akan mampu menyaksikan dengan gamblang bahwa penerapan syariat Islam secara sempurna bukanlah sebuah utopia seperti yang selama ini dicibirkan kepada pengembannya. Khilafah Islamiyah sungguh pernah tegak memancarkan cahaya kebaikan kepada seluruh alam semesta. Selama 1400 tahun mampu menghadirkan kesejahteraan bagi umat manusia, bukan hanya muslim tapi juga nonmuslim. Kekuasaannya khilafah terbentang luas meliputi 2/3 dunia.
Namun, sejak khilafah Islamiyah yang terakhir (beribu kota di Turki) dihancurkan lewat tangan Mustafa Kemal Attaturk, umat Islam terpecah belah tak memiliki kekuatan. Bagaikan buih di lautan, terombang-ambing oleh berbagai kezaliman sistem kapitalisme liberal. Lihat saja, tanpa Khilafah banyak ajaran Islam yang terbengkalai, hanya tertulis di atas nas Al-Qur'an dan hadis namun kosong dari realisasi. Hukum rajam, qishas, potong tangan, bahkan ajaran jihad tak bisa terimplementasi tanpa Khilafah. Tanpa Khilafah pula, ajaran Islam kini diinjak-injak tanpa ada yang mampu melalukan pembelaan. Allah dan Rasulullah dihina berulang kali, bahkan para ulama ditakut-takuti dan dilukai. Darah kaum muslimin tertumpah amat murah, tanpa ada Khalifah yang mampu mengomandoi jihad melawannya.
Oleh karena itu, tegaknya Khilafah yang kedua merupakan harapan besar bagi kita, dan itu pasti akan terwujud, sebagaimana bisyarah (kabar gembira) dari Rasulullah saw, "… Kemudian akan tegak kembali Khilafah yang mengikuti metode kenabian. Setelah itu Rasulullah diam." (HR.Ahmad)
Yakinlah kegemilangan peradaban Islam akan kembali terulang, maka kaum muslimin harus bersatu dan mengukuhkan tekad dalam perjuangan menegakkan khilafah, mahkota kewajiban. Wallahu'alam[]
Photo : Pinterest