"Betapa luar biasanya keunggulan sistem Islam, berkeadilan langit melahirkan peradaban mulia. Itu semua karena Islam mewajibkan ketakwaan sebagai pondasi dasar berhukum negara yang diikuti sikap penerapan Islam secara total. Takwa akan menghalangi siapa pun dari kemaksiatan dan kezaliman. Takwa pula yang membuat pemutusan perkara diambil secara benar dan adil."
Oleh. Dewi Murni
(Praktisi Pendidikan, Balikpapan)
NarasiPost.Com-Tagar #PercumaLaporPolisi belakangan ini viral di media sosial. Tagar tersebut merupakan wujud kekecewaan sekaligus geramnya masyarakat atas pemberhentian kasus pelecehan seksual tiga orang anak oleh ayahnya sendiri di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Ayah sang anak diduga merupakan aparatur sipil negara (ASN) di pemerintaah daerah setempat. Ibu korban membuat laporan ke Polres Luwu Timur pada Oktober 2019. Penyidik di Polres Luwu Timur pun melakukan serangkaian penyelidikan berdasarkan laporan tersebut. Namun dalam perjalanannya, Polres Luwu Timur malah menghentikan penyelidikan kasus pemerkosaan karena disebut kurang bukti.
Bagaikan fenomena gunung es, Kepala Divisi Hukum KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), Andi Muhammad Rezaldy, lantas mengungkap abainya aparat kepolisian terhadap sejumlah kasus kekerasan ataupun penyiksaan lainnya. Misalnya, tewasnya Sahbudin pasca ditangkap polisi di Bengkulu pada 8 Desember 2020, ia ditangkap karena kasus narkoba. Selain itu, Hendri Alfred Bakari tewas dengan kepala dibungkus plastik 6 Agustus 2020, polisi tidak tindaklanjuti kasus kematian Dani Susanda Tasikmalaya pada 2014 lalu (suara.com, 11/10/2021).
Tagar #PercumaLaporPolisi mengabarkan turunnya kepercayaan rakyat terhadap aparat negara. Bila hal ini dibiarkan, lama-kelamaan eksistensi kepolisian tidak lagi dibutuhkan. Efeknya rakyat akan menempuh jalan main hakim sendiri dengan hukum rimba sebagai solusi perkara mereka. Tentu saja ini akan menciptakan kekacauan dan membahayakan keamanan dalam negeri. Oleh karena itu, tagar tersebut harus menjadi tamparan keras bagi institusi kepolisian dan segera ambil langkah evaluasi total. Sebab kepolisian merupakan sarana utama untuk menjaga keamanan dalam negeri.
Bukan hal yang asing bila kerap kali di mata publik polisi memiliki citra buruk. Praktik pungli dan suap menyuap misalnya yang banyak dilakukan oleh oknum polisi, bahkan sosok polisi (oknum) masih dianggap momok yang menakutkan, bukan karena senjatanya melainkan sikap moral yang tidak terpuji.
Salahnya hari ini kita masih berhukum pada sistem sekuler. Sistem buatan manusia yang memisahkan perkara agama dari kehidupan bernegara, sehingga ketakwaan tidak menjadi ruh di seluruh bidang kehidupan. Akibatnya lembaga penegak hukum rentan sekali ternodai dengan kepentingan, manipulasi serta sikap moral yang tidak etis. Wajar bila akhirnya kepercayaan umat menurun.
Melansir dari Kompas.com (22/07/2020), survei Charta Politika dari bulan Mei hingga Juli 2020 menunjukkan, kepercayaan publik terhadap seluruh lembaga penegak hukum di Indonesia mengalami penurunan. Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, menjelaskan bahwa lembaga penegak hukum yang dimaksud, yakni Polri, KPK, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Keadilan merupakan ajaran Islam yang banyak sekali disebut di dalam Al-Qur'an. Secara fitrah, manusia membutuhkan rasa adil dan aman. Sementara keadilan mustahil datang dari manusia karena manusia memang memiliki cara pandang dan kepentingannya tersendiri. Maka, Rasul diutus untuk menunjukkan hukum kehidupan yang benar yang bersumber Allah Yang Mahaadil.
Soal keadilan hukum, Rasulullah tidak pernah main-main apalagi pandang bulu. Tidak membedakan antara pejabat atau rakyat biasa. Keseriusan dan ketegasan beliau tampak ketika beliau menjadi pemimpin negara dan bersumpah, “…Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya’”
(HR. Bukhari no. 6788 dan Muslim no. 1688)
Rasulullah juga sangat berhati-hati menyikapi setiap perkara. Beliau selalu memastikan semuanya terselesaikan berdasarkan wahyu, bukan nafsu. Bahkan lebih baik salah mengampuni daripada salah menghukumi.
Aisyah r.a menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda,
“Hindarilah oleh kalian hukuman-hukuman atas kaum muslim semampu kalian. Jika memang ada peluang (bagi terdakwa untuk bebas), maka lepaskanlah dia. Sebab sesungguhnya Imam/Khalifah yang salah dalam mengampuni (terdakwa) adalah lebih baik daripada salah dalam memberi hukuman." (HR. at-Tirmidzi)
Rasulullah tidak pernah mengabaikan setiap perkara kriminal atau segala bentuk maksiat di tengah masyarakat. Karena Islam menetapkan negara bertanggung jawab penuh menjaga keimanan rakyat.
Dahulu ada seorang wanita dari Juhainah datang menghadap Rasulullah mengadukan dirinya yang telah berzina dan hamil. Wanita itu memohon dihukum rajam sebagai penebus dosanya. Dengan bijak beliau menyuruh wanita itu pulang dan kembali usai melahirkan. Usai melahirkan wanita itu datang kembali menghadap Rasulullah, namun beliau menyuruhnya pulang dan menyusui bayinya hingga menyapihnya. Setelah tiga tahun lebih atau kurang, perempuan itu datang lagi menghadap Rasulullah. Rasulullah mengambil anak wanita itu. Sang ibu pun akhirnya di hukum rajam dan wafat.
Sesungguhnya wanita tersebut telah mengakui kesalahannya dan bertaubat. Namun, Rasul tidak serta merta menghentikan kasus tersebut. Sebab bagaimana pun hukuman rajam bagi pezina adalah perintah Allah yang harus tetap ditegakkan sebagai pembelajaran publik. Justru di balik tegasnya sanksi terdapat hikmah terjaganya kehidupan.
Lihatlah, betapa luar biasanya keunggulan sistem Islam, berkeadilan langit melahirkan peradaban mulia. Itu semua karena Islam mewajibkan ketakwaan sebagai pondasi dasar berhukum negara yang diikuti sikap penerapan Islam secara total. Takwa akan menghalangi siapa pun dari kemaksiatan dan kezaliman. Takwa pula yang membuat pemutusan perkara diambil secara benar dan adil.
Tatkala suatu negara mewarisi takwa kepada seluruh struktur pemerintahannya, maka seluruh pelakunya sangat ingin meraih rida Allah dan mendambakan surga-Nya. Tiada jaminan yang paling ampuh untuk membeli dan memberi kepercayaan umat kecuali dengan takwa. Sebab sejatinya kekuasaan berada di tangan umat. Dengan begitu terciptalah kehormatan, kemuliaan dan keluhuran paling sempurna bagi para penegak hukum negara. Tidakkah kita menginginkan itu?[]