Guru Honorer Menaruh Asa di PPPK, Mungkinkah Sejahtera?

"Tingginya passing grade dan rumitnya kompetensi teknis, dinilai berbagai pihak tidak mencerminkan tindakan afirmatif seperti yang digaungkan pemerintah selama ini. Harusnya, guru honorer senior menjadi prioritas pemerintah dalam rangka tindakan afirmatif untuk sebuah pengabdian."

Oleh. Merli Ummu Khila
(Pemerhati Kebijakan Publik)

NarasiPost.Com-"Begitu panjang kali lebar soal yang harus dibaca, belum pilihan jawaban yang sama panjangnya, sudah sakit mata, sakit kepala, tidak bisa diungkapkan, cukup kami yang merasakan, lalu menerima hasil dengan kekecewaan."

Sebuah curahan hati yang cukup membuat kita trenyuh, begitu berat bagi guru honorer berusia lanjut mengerjakan tes PPPK, demi sebuah asa untuk sejahtera. Membayangkan jemari keriput mereka menekan keyboard dengan kaku karena jarang menggunakannya. Mata yang mulai rabun tidak lepas dari layar monitor, berpacu dengan waktu untuk menjawab ratusan soal.

Tes PPPK Pinggirkan Guru Honorer Senior

Sejuta guru honorer berharap bisa lulus PPPK. Meskipun bukan ASN, setidaknya mereka bisa mendapat sedikit tambahan gaji dari gaji honorer yang sebenarnya jauh dari kata layak. Namun, untuk bisa lolos dari test PPPK tidaklah mudah, setidaknya peserta harus melewati 3 seleksi kompetensi yang ditentukan.

Berdasarkan Keputusan Menpan-RB Nomor 1127 Tahun 2021 berisi sejumlah ketentuan terkait Seleksi Kompetensi PPPK Guru 2021. Beberapa tahapan seleksi harus bisa dilalui oleh calon pegawai PPPK yaitu seleksi kompetensi teknis, seleksi kompetensi manajerial, seleksi kompetensi sosial, kultural, dan wawancara.

Tahapan seleksi ini menuai kritikan dari berbagai pihak, terutama kompetensi teknis yang membuat guru honorer senior kesulitan. Tingginya passing grade dinilai berbagai pihak tidak mencerminkan tindakan afirmatif seperti yang digaungkan pemerintah. Harusnya, guru honorer senior menjadi prioritas pemerintah dalam rangka tindakan afirmatif untuk sebuah pengabdian.

Faktanya, banyak keluhan para guru senior yang sudah mengabdi puluhan tahun di pelosok desa, sudah pasti mereka akan kalah bersaing dengan honorer muda yang fresh graduate dan melek teknologi. Banyak kisah pilu di media sosial bagaimana seorang guru senior yang tergagap-gagap. Bagaimana tidak, keseharian hanya bergelut dengan kapur tulis harus dihadapkan dengan perangkat komputer dan ratusan soal.

Hal ini dikeluhkan juga oleh Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda, Kamis (16/9/2021). Huda menyayangkan proses seleksi PPPK ternyata tidak berpihak bagi para guru honorer yang sudah lanjut usia. Hal ini, dikarenakan mereka tidak bisa mencapai ambang batas nilai yang disyaratkan terutama dalam ujian kompetensi teknis (Sindonews.com,16/09/2021).

Tes PPPK Bukan Syarat Utama Jadi Abdi Negara

Namun, lulus tes PPPK tidak serta merta diangkat menjadi pegawai PPPK. Salah satunya, karena keterbatasan kuota pemerintah daerah. Hal ini dialami oleh ratusan guru honorer di Pandeglang yang lulus tes PPPK tahun 2019 lalu. Namun, ternyata dari 621 honorer yang telah dinyatakan lulus, pemda hanya mengangkat 80 guru honorer saja.

"Sampai sekarang ada 541 orang lagi yang nasibnya tidak jelas. Kami waktu itu sudah dinyatakan lulus tes, tapi malah tidak dapat kuota pengangkatan PPPK," kata Ai Trisnawati, guru honorer SD di Pandeglang, saat berbincang dengan detikcom melalui sambungan telepon (Detikcom, 20/09/2021).

Bayangkan, ratusan guru yang sudah berhasil lulus pun terpaksa gigit jari. Berkali-kali mereka ke kantor Badan Kepegawaian Nasional (BKN) demi bisa memperjuangkan SK yang dijanjikan Pak Menteri, namun lagi-lagi tidak membuahkan hasil yang menggembirakan. Parahnya lagi, jika mereka mau ikut kesempatan di tahun ini, maka mereka harus mengulang tes lagi.

Padahal, Kemendikbud jelas menjanjikan siapa saja yang lulus tes akan diangkat. Kemendikbud Nadiem Karim menjelaskan bahwa guru honorer yang diangkat hanya yang lulus saja, jadi kuota pegawai PPPK sebanyak satu juta yang diberikan pemerintah itu hanya bagi yang lulus, meskipun tidak sampai satu juta. Hal ini disampaikan Nadiem melalui kanal Youtube Kemendikbud RI, Selasa (5/1/2021).

PPPK Hanya PHP?

Dari fakta diatas, jelaslah bahwa kebijakan Kemendikbud ini seolah seperti memberi harapan palsu. Sudahlah guru honorer senior merasa berat melewati tes, yang lulus tes pun belum tentu langsung bisa mendapatkan SK. Lalu apa harapan yang bisa membuat guru sejahtera? Benarlah sungguh sebuah ungkapan bahwa guru tanpa tanda jasa.

Pekerjaannya yang mulia ternyata tidak begitu dihargai di sistem kapitalisme ini. Gaji guru honorer bahkan tidak lebih besar dari pendapatan tukang parkir harian. Padahal, gurulah salah satu pencetak generasi di masa yang akan datang. Para pemimpin kelak adalah anak-anak hasil didikan dan dedikasi para guru yang didominasi oleh tenaga honorer.

Islam Tidak Mengenal Honorer

Dalam Islam tidak ada istilah honorer dan ASN, karena semua diberikan gaji yang sama. Tidak seperti saat ini, guru dengan tugas yang sama namun gaji honorer tidak lebih dari 30 persen gaji ASN. Islam begitu memprioritaskan pendidikan, bahkan menjadikannya sebagai kebutuhan dasar selain kesehatan.

Hal ini mudah saja bagi negara yang menganut sistem pemerintahan Islam, karena sumber pendapatan negaranya banyak. Pendapatan ini didapatkan diantaranya dari kekayaan alam yang menjadi kepemilikan umum dan dikelola oleh negara. Negara dengan pendapatan yang surplus ini mampu menjamin semua kebutuhan dasar rakyatnya, tidak terkecuali gaji guru.

Pada masa Khalifah Umar ibn Khattab radhiallahu ‘anhu, pendidikan menjadi hal yang diutamakan. Bahkan, ketika ada tawanan perang yang hendak dibebaskan, disyaratkan untuk mengajarkan ilmunya sebagai tebusan. Menurut Nurman Kholis, peneliti Pulitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI, Khalifah Umar menetapkan gaji bagi setiap pengajar sebanyak 15 dinar setiap bulan. Angka ini jika dikonversikan dalam rupiah mencapai Rp 33.870.000,00.

Walhasil, sudah saatnya para guru dan kita semua menyadari bahwa tidak akan ada kesejahteraan dibawah naungan sistem kapitalisme sekuler. Kebijakan-kebijakan yang secara filosofi seolah menyejahterakan, namun pada faktanya sulit menyelesaikan akal permasalahan. Saatnya kembali pada kehidupan Islam dalam institusi pelaksana hukum syariah yaitu Daulah Khilafah Islamiyah.

Wallahu a'lam bi ash-shawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Merli Ummu Khila Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Keamanan Kritis di Negara Kapitalis
Next
Tanpa Tanda Jasa
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram