Utang IMF Lunas, Tumbalnya Tak Kalah Mengerikannya?

Utang IMF Lunas

Utang dan pajak lancar, maka negara kapitalis sekuler bisa berjalan. Utang didapat dari pihak luar, sementara pajak mengorek-ngorek isi dompet rakyat. Keduanya sama mencekiknya.

Oleh. Yuliyati Sambas 
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com- Tengah menjadi sorotan ketika Megawati Soekarnoputri selaku Presiden ke-5 RI mengeklaim di masa pemerintahannya, tahun 2003, Indonesia berhasil keluar dari jerat utang IMF (Dana Moneter Internasional). "Ini saya nih pernah ngalami toh, krisis tahun 1997, tapi karena saya enggak punya mau, enggak punya apa, saya hanya mau rakyatku jangan menderita, semuanya selesai. IMF-nya berutang dari zaman Pak Harto (Presiden ke-2 Soeharto) saya selesaikan lho,” ucapnya saat memberi perayaan pada agenda Pengumuman Bakal Calon Kepala Daerah 2024, Senin (26/8). ( cnnindonesia.com , 27-08-2024)

Kronologisnya saat itu dirinya sedang membicarakan anggaran PDIP dengan bendahara umumnya Olly Dondokambey. Ia tak ingin Olly menutupi sedikitnya sisa anggaran partai. Situasi sulit untuk mempunyai anggaran ia pandang tak perlu menjadikan bendahara partai takut ketika melaporkannya. Hal tersebut sudah sangat ia pahami.

Dari pembicaraan tersebut, Bu Mega beralih membahas tentang utang. Hingga pada akhirnya, ia menyebut dirinya memiliki pengalaman matang menyelesaikan utang negara. Klaim yang dinarasikan berupa keberhasilannya menjabat presiden saat itu dalam melunasi utang IMF yang merupakan warisan dari pemerintahan sebelumnya.

Program penghentian utang luar negeri tak terkecuali pada lembaga IMF tentu langkah yang tepat. Namun, benarkah bahwa seorang presiden beserta jajarannya mampu keluar dari jerat utang tanpa terperosok pada jerat berbahaya lainnya?

Siapa pun Presidennya, Utang dan Pajak Sumber Pendapatan Utamanya

Di setiap pemerintahan yang menganut sistem ekonomi kapitalisme, selain pajak, utang sebenarnya adalah satu di antara dua mekanisme utama dalam rangka pembiayaan negara. Oleh karena itu, berjalannya negara Indonesia sebagai penganut sistem pemerintahan demokrasi, tidak mungkin bisa melepaskan dua mekanisme pembiayaan tersebut, siapa pun presidennya.

Memang benar di beberapa sumber menyebutkan bahwa di masa pemerintahan putri pertama Proklamator RI tersebut utang IMF bisa dilunasi. Meski di beberapa media lainnya menyatakan bahwa pelunasan sampai nol itu terjadi setelah masuk masa pemerintahan Presiden SBY, yakni tahun 2006 ( cnnindonesia.com , 27-08-2024). Namun, sebagai tumbalnya Presiden Megawati bersama wakilnya, Hamzah Haz kala itu meluncurkan paket kebijakan ekonomi yang tak keluar dari mekanisme ala kapitalisme. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2003 pun diterbitkan.

Usut punya usut, Inpres tersebut adalah bagian dari deal-deal-an tingkat dewa IMF dengan Indonesia. 'Silakan program utang dihentikan, monggo lanjutkan program lain yang tak kalah "mencekiknya" bagi kelangsungan ekonomi bangsa ini', begitu kira-kira jika dinarasikan. Tumbalnya saat itu sungguh fantastis: perusahaan negara banyak yang diprivatisasi, diberlakukan reformasi besar-besaran di bidang pajak. Tak ketinggalan diluncurkan kebijakan divestasi (penarikan dana) dari bank-bank di BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional). Itu semua sebagai jurus sakti demi anggaran negara yang devisit tidak terus menganga.

Hiruk Pikuk Politik di Sistem Demokrasi Kapitalisme

Itulah hiruk pikuknya perpolitikan di sistem demokrasi kapitalisme sekuler. Negara bisa berjalan jika utang dan pajaknya lancar. Utang didapat dari pihak luar, sementara pajak mengorek-ngorek isi dompet rakyat. Keduanya sama mencekiknya.

Dari sisi utang, sudah jelas ia mengandung riba. Dalam kultur sistem ekonomi kapitalisme dengan mekanisme sekulernya, utang selalu bergandengan dengan bunga yang tidak lain adalah riba. Namun demikian, meski dengan mekanisme riba, negara terus menjadikannya jalan untuk mendapatkan dana segar bagi APBN, bahkan Wikipedia memaparkan bahwa utang pemerintah diambil demi neraca pembayaran dan cadangan devisa. Hal demikian berlaku karena halal haram tak menjadi panduan dalam mengatur urusan kehidupan. Memiliki prinsip sekuler.

Di sistem kapitalisme pula penjualan aset negara dan rakyat diobral sedemikian terbukanya, dibungkus dengan istilah berbalut madu "investasi swasta". Apa yang terjadi selanjutnya? Negara kian tak memiliki masukan yang cukup. Sebaliknya, penggenjotan pajak akan terus dilakukan. Alih-alih rakyat disejahterakan, yang terjadi justru terus berada dalam kondisi tercekik. Begitulah lingkaran setan sistem ekonomi kapitalistik yang tak bisa diputuskan.

Pengaturan Politik Ekonomi dan Pemerintahan Islam

Beda sekali jika menengok bagaimana mekanisme dan pandangan Islam dalam pengaturan urusan berpolitik dan bernegara. Dalam urusan politik ekonomi, Islam memosisikan utang sebagai satu opsi yang paling buncit dilirik. Itu karena utang bisa mengakibatkan jerat dari sang kreditur pada pihak debitur. Maka dari itu, negara dalam pandangan Islam sangat tak menghendaki tersandera oleh pihak asing terlebih kaum kafir.

Terkait pemasukan negara, Islam mengamanatkan ada banyak sumber kekayaan. Sumber daya alam yang berlimpah, harta zakat, fai, kharaj, dan jizyah. Itu semua tak akan ada habisnya ketika benar-benar digunakan oleh penguasa (khalifah) untuk mengurusi urusan rakyat dan membiayai jalannya pemerintahan.

Sedangkan pajak, Islam melarangnya untuk dipungut dari rakyat. Ketika pun dalam situasi genting dan darurat, ketika negara dalam kondisi defisit, sementara ada pembiayaan yang tidak bisa ditunda, mekanisme pajak hanya akan diberlakukan secara terbatas. Dipungut dari muslim, dewasa, kaya, dan akan dihentikan ketika kas telah aman.

Itu semua dilakukan oleh penguasa dalam rangka menjalankan Titah dari Sang Maha Pencipta untuk menerapkan syariat Islam secara menyeluruh (kaffah) di tengah kehidupan bernegara, tak terkecuali urusan berekonomi, berpolitik, dan bernegara. serupa firman-Nya dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 208 , “Wahai orang-orang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah ….”

Jika demikian, masihkah ragu untuk meninggalkan demokrasi kapitalisme sekuler dan beralih ke sistem Islam?! Sistem hidup yang diwariskan Baginda Rasulullah Muhammad saw. 

Wallahualam bissawab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Yuliyati Sambas Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Mahasiswa Mengakhiri Hidup, Harapan Bangsa Kian Redup
Next
Remisi Napi Tak Membuat Jera
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Novianti
Novianti
1 month ago

Dalam sistem demokrasi, tata kelola negara dibuat tidak efisien sehingga membutuhkan biaya besar. Utang menjadi solusinya.. Bukan membantu malah makin menjebak selamanya..

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram