Orang yang berutang cenderung hidupnya tidak tenang, apalagi dengan sistem riba. Setiap hari dihantui tagihan utang dengan bunga selangit.
Oleh. Sulastri
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Bunga yang mematikan adalah bunga riba. Itulah ungkapan yang menggambarkan bahayanya riba. Diberi nama bunga agar terkesan harum mewangi. Mirisnya, pelaku riba berasal dari seluruh lapisan masyarakat termasuk anggota dewan.
Anggota DPRD Kota Serang 2024—2029 baru saja dilantik. Diketahui, beberapa anggota dewan mengajukan pinjaman ke bank dengan menggadaikan surat keputusan (SK) sebagai syaratnya. Dari pihak DPRD pun mewajarkan tindakan tersebut dan menganggap tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Bukan cuma anggota DPRD saja yang menggadaikan SK untuk mengajukan pinjaman, PNS pun melakukan hal serupa. (merdeka.com, 6-9-2024)
Budaya Utang
Budaya utang sudah mendarah daging di masyarakat. Ditambah lagi banyak bank keliling desa yang gencar menawarkan pinjaman kepada nasabah. Hal ini sangat memudahkan orang untuk berutang, apalagi jika sedang mengalami impitan ekonomi yang mencekik.
Mirisnya, banyak orang berutang hanya untuk memenuhi kebutuhan tersier, bukan kebutuhan primer. Bagi anggota dewan, dengan gaji yang cukup besar, mereka pasti mampu memenuhi kebutuhan primernya. Sayangnya, pengajuan utang justru sering kali dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersier.
Diketahui, setelah anggota dewan dilantik ada pihak dealer menawarkan mobil, tentu dengan sistem utang yang mengandung riba. Mencicil mobil mewah termasuk kebutuhan tersier. Ketika gajian tiba, sebagian gaji digunakan untuk membayar utang. Ketika gaji terasa kurang karena sebagian digunakan untuk membayar utang, akan tebersit pikiran untuk korupsi.
Banyak anggota dewan yang korupsi karena ingin mendapatkan uang secara instan. Pasalnya, modal menjadi pejabat tidaklah sedikit sehingga banyak anggota dewan yang terjerat korupsi demi mengganti modal kampanye. Banyaknya anggota dewan yang berutang menunjukkan bahwa mereka tidak sabar untuk memenuhi kebutuhan tersiernya.
Bisa saja sudah memiliki mobil, tetapi ingin menambah mobil lagi demi menuruti gengsi. Utang dijadikan budaya untuk memenuhi kebutuhan tersier. Jika tidak berutang, seolah-olah tak bisa memenuhi kebutuhan tersier. Inilah mental masyarakat saat ini menjadikan utang sebagai solusi.
Bahaya Utang
Berutang adalah cara instan mendapatkan uang. Namun, berutang memiliki dampak negatif. Orang yang berutang cenderung hidupnya tidak tenang, apalagi dengan sistem riba. Setiap hari dihantui tagihan utang dengan bunga selangit. Tentu saja ada perasaan takut jika tidak membayarnya.
Tak jarang banyak orang yang menghindar membayar utang karena belum memiliki uang. Ada juga yang mampu membayar utang, tetapi sengaja tak membayarnya. Seseorang yang tak bisa membayar utang, maka pihak bank sangat tegas untuk menyita rumahnya ataupun menyita barang berharga lainnya.
Akibatnya, seseorang yang berutang tidak memiliki rumah lagi. Mereka akan hidup gelandangan di jalan ataupun bisa mengalami depresi karena kehilangan banyak harta. Sungguh nyata sekali bahaya utang.
Realitas Hidup di Sistem Kapitalisme
Saat ini kita hidup dalam sistem kapitalisme yang orientasi hidupnya adalah materi. Tak heran banyak orang ketika bertindak tak memikirkan halal dan haram, yang penting ada manfaat akan dilakukan. Cara berpikir dangkal demi memenuhi kebutuhan materi dengan menabrak hukum syarak.
Sistem sekuler kapitalisme yang menjauhkan agama dari kehidupan telah mencetak masyarakat yang tak peduli halal dan haram dan akan menempuh segala cara. Sistem sekuler kapitalisme pun mencetak masyarakat dengan gaya hidup hedonisme demi gengsi semata. Alhasil utang dipilih untuk memenuhi gaya hidup hedonisme dengan cara instan.
Baca: krisis-utang-negara-kapankah-rakyat-sejahtera/
Saat ini pinjaman menjamur di mana-mana, baik yang berbentuk online maupun konvensional. Kemudahan mengakses pinjaman menjadikan banyak orang berutang karena syaratnya mudah. Namun, saat ini berutang ribawi sangat menyengsarakan masyarakat. Pihak yang diuntungkan hanya pemberi utang. Di sistem kapitalisme yang dicari hanyalah keuntungan semata. Sayangnya, masyarakat seolah-olah tidak takut terjerat utang.
Riba Haram
Menggadaikan SK dengan metode ribawi tak dibolehkan. Ribawi apa pun bentuknya diharamkan oleh Allah. Allah berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 130:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda, dan bertawakallah kamu kepada Allah agar kamu dapat keberuntungan. Peliharalah kamu dari api neraka yang disediakan untuk orang-orang kafir."
Dosa Riba
Allah melaknat pelaku riba, bahkan dosa yang paling ringan adalah seperti 70 kali zina dengan ibu. Sungguh, dosa riba sangatlah besar. Dosa zina saja masih kalah besar dengan dosa riba. Di dunia saja sudah dihinakan, apalagi di akhirat. Nominal riba sekecil apa pun dosanya amat besar. Sungguh ngeri ancaman dosa pelaku riba.
Khatimah
Utang ribawi sudah mengintai pejabat negeri ini. Inilah potret hidup dalam sistem sekuler kapitalisme yang menghalalkan segala cara. Utang riba dipilih demi mendapatkan materi. Dalam sistem sekuler kapitalisme tidak menjamin kesejahteraan masyarakat sehingga masyarakat berjuang sendiri mendapatkan materi.
Negara pun lalai dalam menjaga akidah karena membiarkan masyarakat terjerat riba. Berbeda dengan Islam yang mampu menyejahterakan masyarakat sekaligus mengharamkan riba. Alhasil masyarakat dalam Islam akan hidup penuh ketakwaan dan terjamin hidupnya tanpa riba.
Wallahualam bissawab.[]
Riba bagaikan lingkaran syetan sehingga masyarakat tidak bisa lepas dengan riba.
Riba memudahkan semuanya untuk memiliki segalanya di zaman kapitalisme. Itulah jebakan neraka yang paling menggoda iman dan takwa. Semoga kita semua dijauhkan dari Riba.