Sistem demokrasi akan selalu melahirkan berbagai program yang tidak solutif. Selama sistem rusak ini dibiarkan, akan terus bermunculan program baru, tetapi mandul dalam pelaksanaan.
Oleh. Novianti
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-”Engkau yang berjanji, engkau yang mengingkari. Engkau yang memulai, engkau yang mengakhiri.”
Sebait kalimat sebuah lagu yang cocok untuk menggambarkan potret penguasa hari ini. Kerap mengumbar banyak janji, tetapi tidak terealisasi.
Seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai program unggulan tim Prabowo-Gibran. Makin dekat dengan waktu pelaksanaan, makin tampak bahwa program sulit dilaksanakan. Meski sudah dibentuk Badan Bergizi Nasional untuk mengeksekusi MBG pada Januari 2025 mendatang, masih banyak persoalan belum terselesaikan. Malah kemudian muncul wacana akan melibatkan pihak swasta sebagaimana diwartakan cnnindonesia.com (18-09-2024), dengan memanfaatkan dana corporate social responsibility atau CSR perusahaan.
Program Blunder
Sejak pertama digulirkan, program MBG sudah menimbulkan kontroversi karena dipandang tidak didukung oleh kajian mendalam. Terbukti rencana mengalami beberapa kali perubahan di tengah jalan, mulai dari pembiayaan, menu makanan, hingga nama program.
Program makan siang gratis diubah menjadi makan bergizi gratis. Awalnya diwacanakan biaya antara Rp9000 atau Rp7500 per porsi kemudian Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan Rp7500 per porsi sudah cukup. Pernyataan tersebut langsung dibantah Gibran bahwa tim masih mengkaji dan menguji coba pelaksanaan program dengan biaya Rp15 ribu per orang.
Utak-atik program terjadi karena ada hal paling krusial belum terjawab, yaitu dari mana anggarannya. Dikutip dari tempo.co (01-03-2024), program ini membutuhkan biaya jumbo yaitu sebesar Rp460 triliun per tahun, nyaris sama dengan anggaran IKN.
Masih buramnya skema pembiayaan membuat tim Prabowo-Gibran kelimpungan. Sudah terlanjur berjanji, tetapi anggaran tidak memadai. Sampai-sampai susu ikan diwacanakan sebagai produk protein yang akan dimasukkan dalam menu. Meski akhirnya, dalam RAPBN 2025, program MBG akan masuk ke dalam kategori anggaran pendidikan dengan alokasi sebesar Rp71 triliun dari total Rp722,6 triliun.
Apakah masalah selesai? Tidak juga, bahkan menimbulkan masalah baru. Keputusan ini pun menuai banyak kritikan karena anggaran pendidikan yang sejatinya sudah minim makin dipangkas. Ini pasti berimbas pada kualitas penyelenggaraan pendidikan yang juga memiliki banyak persoalan.
Jauh Panggang dari Api
Program MBG adalah jualan selama kampanye pasangan Prabowo-Gibran. Karena itulah, MBG mati-matian diperjuangkan meski menghadapi banyak kendala, dari pada kehilangan muka. Dibuatlah alasan yang terkesan bahwa BMG bermanfaat salah satunya untuk menyelesaikan persoalan stunting.
Berdasarkan data Kemenkes, pada 2023 angka stunting sebesar 21,5 persen. Penanganannya lambat karena hanya turun 0,1 persen dari 2022 yang sebesar 21,6 persen. Hal yang ironi, sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, menempati urutan kedua tertinggi di ASEAN dalam persoalan stunting.
Penyebab anak stunting bisa karena sejak dalam kandungan kurang mendapatkan asupan gizi atau pola pengasuhan orang tua yang tidak menerapkan gaya hidup sehat. Termasuk lingkungan dengan sanitasi buruk dan kurangnya akses layanan kesehatan.
Lantas, di mana letak strategisnya program MBG dalam penurunan angka stunting? Jauh panggang dari api karena stunting adalah persoalan kompleks, membutuhkan penanganan lintas sektor dan terpadu. Oleh karena itu, MBG diprediksi bernasib sama dengan program bombastis seperti yang sudah-sudah, bagus dalam konsep, tetapi mandul dalam implementasi.
Kapokmu Kapan?
Akhirnya, rakyat harus siap-siap akan kembali menelan kekecewaan bahwa MBG bakalan tinggal kenangan. Tidak perlu heran karena sudah menjadi kebiasaan penguasa negara ini, gampang obral janji lalu mudah mengingkari.
Sebagai contoh, di masa kampanyenya Jokowi, gembar-gembor akan menegakkan hukum yang bebas korupsi, mewujudkan clean government, pembangunan yang merata dan berkeadilan, peningkatan kualitas sumber daya manusia. Buktinya? Korupsi makin menjadi, KPK dilemahkan lewat revisi undang-undang. Jurang antara kelompok kaya dengan kelompok miskin makin lebar. Kualitas sumber daya manusia makin jauh tertinggal dibanding dengan negara lain.
Lemahnya integritas penguasa adalah keniscayaan dalam sistem demokrasi. Power penguasa pasti terkikis oleh tarikan berbagai kepentingan. Semua para kandidat calon pemimpin mulai dari tingkat daerah hingga pusat, pasti melakukan politik pragmatis, tidak punya pilihan. Politik hanya sarana untuk kepentingan dan keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
Mahalnya biaya politik dalam sistem demokrasilah yang menyuburkan praktik transaksional dan korupsi. Maka menjadi wajar, rakyat selalu dikorbankan karena apa pun persoalannya, juru beresnya adalah para pemilik modal. Rakyat hanya dibutuhkan suaranya pada saat pemilu atau pilkada.
Mestinya, ketika sudah ditipu berkali-kali, rakyat kapok untuk mendukung siapa pun selama masih menggunakan sistem demokrasi. Sebagus apa pun orangnya dan janjinya, tidak akan mengubah kondisi jadi lebih baik.
Pencegahan Stunting dalam Sistem Islam
Islam memiliki sejumlah mekanisme untuk menyejahterakan rakyat sehingga kasus stunting tidak terjadi secara masif. Dalam sistem Islam, penguasa diamanahi mengurus rakyat dengan sebaik-baiknya. Oleh karenanya, Islam memuliakan penguasa yang adil. Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. Bersabda, ”Tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya adalah Imam yang adil …”
Pemimpin sudah memiliki jobdesk yang ditetapkan Allah, yakni mengelola negara menggunakan syariat Islam. Dalam menjalankan fungsinya, penguasa disokong oleh baitulmal yang melimpah karena memiliki banyak sumber pemasukan. Di antaranya dari pengelolaan sumber daya alam yang berpotensi menghasilkan pemasukan besar bagi pemenuhan kebutuhan rakyat secara optimal.
Penguasa memiliki skala prioritas sesuai kaidah syariat dalam menyusun program. Struktur pemerintahan yang sederhana, efisien, dan efektif pun berdampak positif bagi terciptanya pemerintahan yang bersih dan responsif terhadap persoalan di tengah-tengah masyarakat.
Baca: Digitalisasi Desa dan Solusi Stunting
Tidak seperti dalam sistem demokrasi, struktur pemerintahannya pasti gemuk akibat banyaknya persoalan. Belum lagi harus bagi-bagi jabatan sebagai bentuk balas budi. Oleh karenanya, mustahil menghilangkan korupsi dalam sistem demokrasi. Pendek kata, niat mewujudkan kesejahteraan rakyat akan berhadapan dengan hambatan besar bernama oligarki.
Dalam Islam, pengusaha tidak akan menggurita seperti dalam sistem demokrasi. Adanya regulasi terkait kepemilikan berupa keharaman bagi individu dan swasta menguasai SDA, salah satu yang membatasi ruang gerak pengusaha agar tidak melakukan diskresi kewenangan yang bisa merampas hak rakyat.
Selain oleh negara, pencegahan stunting juga dilakukan oleh individu atas dorongan takwa. Islam mengajarkan agar seorang muslim peduli terhadap orang-orang di sekitarnya. Dalam hubungan bertetangga, didorong saling tolong menolong. Orang yang kelaparan atau orang miskin tidak akan dibiarkan.
Terwujudlah harmonisasi antara penguasa dengan rakyat, saling meringankan beban yang didasarkan pada ketaatan kepada Allah Swt.
Khatimah
Sistem demokrasi akan selalu melahirkan berbagai program yang tidak solutif. Selama sistem rusak ini dibiarkan, akan terus bermunculan program baru, tetapi mandul dalam pelaksanaan. Berbeda dengan sistem Islam yang meliputi upaya mulai dari promotif, preventif, hingga kuratif, dengan pendekatan holistik, seluruh persoalan termasuk stunting akan diselesaikan dengan tuntas dan paripurna. Allahu a’lam. []
Pejabat yang amanah hanya lahir dari sistem komprehensif yaitu Islam. Dengan sistem Islam pula permasalahan kehidupan bisa diselesaikan secara tuntas.
Betul, mba. Dakwah harus digencarkan agar masyarakat paham bahwa Islam adalah satu-satunya solusi. Berkubang dalam sistem demokrasi sama saja menipu diri sendiri,
MBG untuk nyelesein stunting?! Mimpi teruuuus
Memang halu. Masyarakat mesti diyakinkan agar mau ikut berjuang menerapkan sistem Islam.