Polusi udara merupakan salah satu tantangan terbesar di era modern, terutama ketika pertumbuhan ekonomi dijadikan prioritas.
Oleh. Henise
(Kontributor NarasiPost.Com)
Narasipost.Com-Polusi udara menjadi salah satu ancaman terbesar terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Dampak buruknya terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Pembangunan ekonomi sering kali berjalan tanpa memperhatikan kerusakan lingkungan.
Di mana, penggunaan energi yang berasal dari bahan bakar fosil, seperti batu bara menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya emisi karbon dan polusi udara. Di tengah tantangan ini, muncul dorongan global untuk beralih ke Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai solusi jangka panjang, meskipun implementasinya masih penuh kendala.
Polusi Udara, Pertumbuhan Ekonomi, dan Eksploitasi Alam
Pertumbuhan ekonomi yang pesat mendorong peningkatan kebutuhan energi, terutama di sektor industri, transportasi, dan perumahan. Batu bara, sebagai salah satu sumber energi termurah dan paling melimpah, masih menjadi tulang punggung ekonomi di banyak negara, termasuk Indonesia.
Namun, penggunaan bahan bakar fosil ini memiliki konsekuensi besar terhadap lingkungan. Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari pembakaran batu bara, minyak bumi, dan gas alam menjadi kontributor utama perubahan iklim dan polusi udara yang membahayakan kesehatan masyarakat.
Polusi udara, terutama di kota-kota besar, memperburuk kualitas hidup dan meningkatkan risiko berbagai penyakit pernapasan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), polusi udara menjadi penyebab utama penyakit kronis seperti asma, bronkitis, hingga kanker paru-paru (who.int) Di Indonesia, fenomena ini terlihat jelas dengan tingginya angka kematian akibat polusi udara di beberapa kota besar, seperti Jakarta.
Meski pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengurangi polusi udara, seperti pengembangan transportasi massal dan penggunaan kendaraan listrik, tantangan terbesar tetap pada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Solusi seperti transisi ke energi baru terbarukan (EBT) mulai menjadi topik utama dalam diskusi kebijakan, tetapi masih dihadapkan dengan kendala biaya dan infrastruktur.
Energi Baru Terbarukan, Solusi Polusi Udara?
Dorongan untuk beralih ke EBT, seperti energi surya, angin, dan air menjadi salah satu solusi yang terus dipromosikan. EBT diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan secara signifikan menurunkan emisi karbon. Namun, transisi ke EBT tidaklah mudah. Pengembangan teknologi dan infrastruktur energi terbarukan masih memerlukan biaya yang sangat tinggi. Bagi negara berkembang, ini sering kali menjadi penghalang utama.
Baca: mampukah-indonesia-meminimalisasi-polusi/
Selain itu, meskipun energi terbarukan menawarkan manfaat lingkungan yang lebih baik, kecepatan pertumbuhannya tidak sebanding dengan laju peningkatan permintaan energi. Pengembangan teknologi, kebijakan pemerintah, dan kesiapan infrastruktur perlu diselaraskan untuk memastikan EBT dapat menjadi solusi yang berkelanjutan. Dalam hal ini, keseimbangan antara keuntungan ekonomi dan kelestarian lingkungan menjadi masalah yang terus diperdebatkan.
Keseimbangan Ekonomi dan Lingkungan
Dalam perspektif Islam, menjaga alam dan lingkungan merupakan tanggung jawab setiap individu dan negara. Islam menekankan pentingnya menjaga keseimbangan alam (mizan) dan melarang segala bentuk kerusakan (fasad) di muka bumi. Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan tanpa tanggung jawab bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan keberlanjutan dan kesejahteraan seluruh makhluk.
Islam menawarkan pendekatan holistik dalam menangani masalah polusi udara dan lingkungan. Dalam sistem ekonomi Islam, pembangunan ekonomi tidak boleh mengorbankan kelestarian alam. Negara dalam Islam bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pemanfaatan sumber daya alam dilakukan dengan bijaksana dan sesuai dengan prinsip keadilan.
Penggunaan energi dalam Islam juga harus didasarkan pada prinsip efisiensi dan tidak merusak lingkungan. Allah Swt. juga telah melarang manusia merusak lingkungan sebagaimana tertuang dalam surah Al-A'raf ayat 56: "Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya …."
Penutup
Lebih dari itu, Islam memiliki sumber pendanaan yang berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem zakat, sedekah, dan jizyah menjadi mekanisme pendanaan yang tidak membebankan rakyat dengan pajak yang merugikan. Negara dalam Islam juga bertugas menyediakan fasilitas publik yang ramah lingkungan, termasuk energi bersih yang bisa diakses oleh seluruh rakyat. Dengan demikian, solusi Islam tidak hanya berfokus pada aspek teknis pengembangan EBT semata. Namun, berfokus juga pada tata kelola ekonomi dan sumber daya yang berkelanjutan dan adil.
Polusi udara merupakan salah satu tantangan terbesar di era modern, terutama ketika pertumbuhan ekonomi dijadikan prioritas tanpa memperhatikan dampak lingkungan. Meskipun EBT menawarkan solusi jangka panjang, tantangan dalam implementasinya masih besar.
Di sinilah Islam menawarkan solusi yang menyeluruh, di mana keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian alam menjadi inti dari kebijakan yang diterapkan. Prinsip-prinsip syariat tentang keadilan, tanggung jawab lingkungan, dan kesejahteraan umat menjadi dasar yang kuat untuk menciptakan solusi yang lebih adil dan berkelanjutan. Termasuk menghadapi krisis polusi udara di masa depan.
Wallahualam.[]
Polisi udara permasalahan yang belum tersolusikan, sehingga setiap hari merasakan udara yang begitu panas... Beginilah hidup di kota..