Gadai SK, Tradisi Miris Abdi Negara

Gadai SK Tradisi Miris Abdi Negara

Merebaknya aktivitas gadai SK demi mendapatkan utang dari bank merupakan buah dari penerapan sistem kapitalisme di negeri ini.

Oleh. Sartinah
(Tim Redaksi NarasiPost.Com )

NarasiPost.Com-Gadai SK seolah menjadi tradisi yang sudah mengakar di sebagian masyarakat, termasuk abdi negara. Aktivitas tersebut bahkan telah menjamur di berbagai sudut negeri ini. Menggadaikan SK seolah menjadi jalan pintas mendapatkan dana besar dalam waktu instan. Tentu saja dengan berbagai tujuan di dalamnya, seperti membangun rumah, membeli kendaraan, bisnis, dll.

Sebagian masyarakat seolah tak peduli meski harus memotong gaji selama belasan hingga puluhan tahun, selama bisa memenuhi semua keinginannya. Lantas, mengapa fenomena gadai SK marak terjadi dan bagaimana pula pandangan Islam terkait hal ini?

Ramai-Ramai Gadai SK

Gadai SK di kalangan pejabat dan abdi negara lainnya bukanlah hal aneh, sebagaimana yang dilakukan oleh anggota DPRD Serang. Dikutip dari laman cnnindonesia.com (6-9-2024), sejumlah anggota DPRD Kota Serang yang baru saja dilantik berbondong-bondong menggadaikan surat keputusan (SK) pengangkatan mereka. SK tersebut digunakan sebagai jaminan pengajuan pinjaman ke bank.

Pengajuan pinjaman dengan gadai SK dilakukan lantaran sejumlah bank disebut menawarkan pinjaman kepada anggota DPRD Kota Serang dengan nilai bervariasi. Sekretaris DPRD Kota Serang Ahmad Nuri menyebut, pinjaman yang ditawarkan pihak bank mulai dari Rp500 juta hingga Rp1 miliar. Ahmad juga mengatakan, ia tidak bisa melarang gadai SK sebagai jaminan pinjaman ke bank, lantaran hal itu merupakan hak bagi setiap anggota dewan.

Sementara itu, ketua sementara di DPRD Kota Serang Muji Rohman mengatakan, digadaikannya SK sejumlah anggota DPRD tersebut bertujuan untuk mengembalikan dana kampanye selama gelaran Pemilu 2024. Hal serupa juga dilakukan oleh wakil rakyat di Bali. Sebanyak 55 anggota DPRD Bali ramai-ramai menggadaikan SK pengangkatannya untuk mengajukan pinjaman ke bank. Menurut Sekretaris DPRD Bali I Gede Indra Dewa Putra, pinjaman tersebut bukan digunakan untuk membayar ongkos kampanye Pemilu 2024, melainkan untuk merenovasi rumah, bisnis, dll. (kumparan.com, 7-9-2024)

Penyebab Maraknya Gadai SK

Fenomena gadai SK tak hanya dilakukan oleh anggota DPRD, tetapi juga ditemukan pada pegawai negeri lainnya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar pegawai negeri menjadikan bank sebagai solusi untuk mendapatkan pinjaman besar dalam waktu singkat. Mirisnya, utang di bank sering kali digunakan untuk membeli kebutuhan sekunder atau tersier, bukan kebutuhan primer. Misalnya, untuk membeli mobil, membangun rumah, dll. Fenomena ini pun sudah lama terjadi dan membudaya di tengah masyarakat.

Menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat termasuk abdi negara terjebak pada utang bank hingga rela menggadaikan SK-nya. Pertama, gaya hidup elite, tetapi kemampuan ekonomi masih sulit. Di kalangan masyarakat, status anggota dewan atau ASN masih identik dengan golongan yang mapan.

Oleh karena itu, saat mereka memiliki rumah, ponsel, dan kendaraan yang biasa saja akan dianggap aneh oleh sebagian masyarakat. Pandangan tersebut membuat banyak abdi negara ingin terlihat berkelas meski ekonomi di bawah standar. Pada titik inilah, gadai SK di bank dianggap sebagai solusi untuk menutup pengeluaran yang terlalu tinggi.

Kedua, buruknya pengelolaan keuangan sebagian abdi negara. Mereka berasumsi bahwa kredit konsumsi merupakan hal yang biasa, bahkan sebagian lainnya menganggap sebagai pilihan utama. Mereka lupa bahwa kredit konsumsi pasti berbunga tinggi dan tidak bisa dijadikan sandaran untuk menambah pendapatan dalam jangka panjang.

Ketiga, maraknya promo yang diberikan pihak bank kepada pegawai yang baru dilantik. Promo tersebut terbilang sangat masif sehingga banyak pegawai yang akhirnya tergoda untuk mengambil pinjaman di bank. Perlu diketahui, bank memang menjadikan para pegawai sebagai salah satu pangsa pasarnya. Hal itu karena pegawai negeri memiliki penghasilan tetap dan potensi gagal bayar yang relatif kecil.

Gadai SK Lazim, Realitas Hidup di Era Kapitalisme

Faktor-faktor di atas makin lengkap karena dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang ikut mendorong para pegawai terjerumus ke dalam jeratan utang. Lingkungan kerja seperti ini bisa menyebabkan sebagian pegawai yang "antiutang" bank, jadi ikut meminjam uang di bank. Saking berakarnya budaya tersebut, mereka yang tidak meminjam uang bank bahkan dianggap aneh. Inilah realitas hidup di era sistem kapitalisme saat ini.

Salah satu budaya masyarakat yang mengakar di era kapitalisme adalah konsumerisme, yakni gaya hidup yang menganggap kebahagiaan, kesenangan, dan sebagainya diukur dari barang-barang mewah. Paradigma ini nyaris merata di sebagian besar masyarakat, termasuk ASN, anggota dewan, dan kader partai politik. Namun, tingginya budaya konsumtif yang menjangkiti sebagian masyarakat sering kali tidak dibarengi dengan kemampuan ekonomi yang memadai. Pada titik ini, utang menjadi pilihan tercepat untuk memenuhi segala keinginan.

Budaya konsumerisme tersebut telah menyebabkan banyak orang tidak lagi berpikir panjang dan cenderung melakukan segala yang diinginkan. Pada akhirnya mereka tidak lagi peka terhadap halal dan haram. Contohnya adalah aktivitas gadai SK demi mendapatkan pinjaman dari bank, padahal pinjaman yang mereka ambil tersebut mengandung riba. Aktivitas tersebut bahkan dianggap wajar, apalagi aturan perundang-undangan saat ini memang tidak melarangnya.

Pandangan Islam

Merebaknya aktivitas gadai SK demi mendapatkan utang dari bank merupakan buah dari penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Di bawah naungan kapitalisme, masyarakat termasuk abdi negara mengalami krisis keimanan sehingga utang yang mengandung riba pun dianggap tidak masalah. Paradigma ini jelas bertentangan dengan Islam.

Islam memandang bahwa mengambil pinjaman di bank dengan menggadaikan SK adalah riba, sedangkan riba telah jelas keharamannya menurut syariat Islam. Haramnya riba bukan terletak pada banyak atau sedikitnya jumlah uang yang dipinjam, tetapi pada akad-akad batil di dalamnya. Artinya, meski hanya meminjam sedikit, tetaplah haram.

Terkait hal ini, Jabir r.a. pernah berkata, sebagaimana tertuang dalam hadis riwayat Muslim:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.

Artinya: "Rasulullah saw. melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris), dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba." Kata beliau, "Semuanya sama dalam dosa."

Sudah menjadi keniscayaan bahwa Islam mampu memberi solusi terhadap seluruh permasalahan manusia. Sebut saja terkait ketergantungan sebagian masyarakat terhadap utang bank yang mengandung riba. Banyak orang dengan terpaksa maupun sukarela meminjam uang di bank dengan dalih untuk memenuhi kebutuhan ataupun dalam rangka mengembangkan bisnis. Terkait hal ini, Islam tentu memiliki solusinya.

Baca: bank-bangkrut-dan-solusi-islam/

Jika persoalannya terkait pinjaman untuk kebutuhan hidup, negara telah menjamin kebutuhan hidup setiap individu masyarakat, baik sandang, pangan, dan papan. Sementara itu, terkait pinjaman untuk suatu usaha, Islam telah menganjurkan peminjaman utang tanpa unsur riba. Seorang muslim yang terdidik dengan akidah Islam tentu tidak akan mengambil jalan yang haram hanya untuk memenuhi kebutuhan. Jika hal ini diterapkan, masyarakat tidak akan bergantung dengan pinjaman yang mengandung riba.

Abdi Negara dalam Khilafah

Di sisi lain, sistem Islam dalam bingkai Khilafah benar-benar memberikan kesejahteraan bagi abdi negara dengan gaji dan tunjangan yang layak. Dengan begitu, mereka tidak akan berutang yang mengandung riba, apalagi hanya untuk memenuhi tuntutan gaya hidup. Keimanan yang dimiliki abdi negara Khilafah juga menjadikan mereka benar-benar bekerja sepenuh hati karena dorongan ibadah kepada Allah Swt. semata.

Kesejahteraan para pegawai negara pernah terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau menggaji para pegawai negara dengan jumlah fantastis, yakni sebesar 300 dinar. Saat Khalifah Umar ditanya tentang pemberian gaji tersebut, beliau mengatakan ingin membuat para pegawainya kaya sehingga mereka terhindar dari pengkhianatan. Selain itu, negara juga akan memberi pemahaman tentang gaya hidup yang berkah, bukan bermewah-mewah sebagaimana banyak terjadi saat ini.

Khatimah

Gadai SK untuk menarik pinjaman di lembaga keuangan yang mengandung riba sulit diputus selama sistem kapitalisme masih diemban. Selain itu, segala bentuk muamalah dengan lembaga keuangan yang mempraktikkan riba di dalamnya adalah haram meskipun terdapat sedikit kemaslahatan di dalamnya. Lingkaran setan utang riba ini hanya bisa diputus dengan memberikan pemahaman yang tuntas terhadap masyarakat dengan penerapan syariat Islam secara kaffah.
Wallahualam bissawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Penulis Rempaka literasiku
Sartinah Seorang penulis yang bergabung di Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan sering memenangkan berbagai challenge bergengi yang diselenggarakan oleh NarasiPost.Com. Penulis buku solo Rempaka Literasiku dan beberapa buku Antologi dari NarasiPost Media Publisher
Previous
Kejahatan Anak Makin Menjadi, Akibat Pornografi
Next
Teman Saleh vs Paus Fransiskus, Ada Apa?
1 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

5 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
angesti widadi
12 days ago

Riba termasuk salah satu faktor kehancuran terbesar di negeri ini ya

Isty daiyah
Isty daiyah
24 days ago

Miris, SK tergadai untuk mbayar biaya SK. Muter-muter di sistem rusak.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Isty daiyah
18 days ago

Betul, sudah jadi tradisi yang sulit dihilangkan di sistem saat ini.

Irma sari rahayu Rahayu Irma
Irma sari rahayu Rahayu Irma
24 days ago

Lagu lama, kaset rusak. Sudah rusak diulang-ulang terus. Aktivitas riba saat ini sudah dianggap biasa. Demi gaya hidup, biar tekor asal kesohor

Sartinah
Sartinah
Reply to  Irma sari rahayu Rahayu Irma
18 days ago

Nah, itu penyakit akut di sebagian masyarakat ya mbak, gaya hidup jadi prioritas meski ekonomi terbatas.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram