Seolah sebagai tandingan, medsos kembali memanas dengan postingan serupa. Namun, dengan narasi berbeda yaitu “Indonesia Baik-Baik Saja”.
Oleh. Ni’mah Fadeli
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sepekan kemarin jagat media sosial (medsos) menjadi ramai dengan layar biru yang memuat tulisan “Peringatan Darurat” menyusul keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kontroversial. Seolah sebagai tandingan, medsos kembali memanas dengan postingan serupa. Namun, dengan narasi berbeda yaitu “Indonesia Baik-Baik Saja”. Hal ini tentu memancing kritik dan cemooh netizen mengingat banyaknya kontroversi kebijakan yang terjadi di negeri ini. (suara.com, 23–08–2024).
Demo yang terjadi secara besar-besaran pada Kamis, 22 Agustus 2024 menunjukkan kondisi negeri memang sedang tak baik-baik saja. Hal ini juga diakui oleh Dr. Arie Sujito Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada masyarakat, dan Alumni Universitas Gadjah Mada. Menurutnya kondisi demokrasi dan hukum negara mengalami kemunduran pasca reformasi dengan ditandai adanya ketegangan hukum, manipulasi politik yang dapat berisiko mengancam konstitusi tatanan bernegara dan bermasyarakat. (katadata.com, 25–08–2024).
Selamat Datang di Demokrasi
Dengan kondisi negeri yang kacau balau saat ini kenaikan harga dimana-mana, pendidikan tak merata, kesehatan mahal, berita kriminal setiap hari, angka bunuh diri meningkat, KDRT semakin marak, belum lagi judi online, pinjaman online, pornografi, dan seterusnya sementara penguasa sibuk melanggengkan kekuasaannya maka sungguh aneh jika ada masyarakat yang masih bisa mengatakan bahwa negara dalam kondisi baik-baik saja.
Indonesia Corruption Watch (ICW) pernah mengungkap bahwa pemerintah mengeluarkan dana sebesar Rp90,45 miliar pada 2020 untuk menyewa para buzzer dan influencer yang bertugas membangun citra positif pemerintah. Sungguh fakta yang sangat menyedihkan karena semakin menunjukkan betapa pemerintah tidak mampu mengurus rakyatnya sehingga harus mengeluarkan dana besar hanya untuk membangun citra positif di mata rakyat.
Saat ini sistem kapitalisme dengan demokrasi menjadi poros dunia. Terdapat tiga prinsip demokrasi, yaitu bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, mayoritas, serta pemilihan yang bebas dan jujur. Ketika kedaulatan diserahkan pada manusia yang memiliki kemampuan sangat terbatas tetapi memiliki keinginan tidak terbatas maka pasti akan terjadi kezaliman. Manusia pasti selalu memiliki kecenderungan untuk hanya melakukan sesuatu yang bernilai baginya. Sementara nilai yang dianggap penting seorang individu dengan individu yang lain bisa sangat berbeda, maka yang terjadi adalah adu kepentingan sehingga kedaulatan dalam demokrasi tak akan pernah tercapai. Karena mayoritas yang menjadi pemenang di setiap keputusan. Oleh karena itu, semua pihak yang berkepentingan sibuk memperbanyak suara dengan segala macam cara yang bahkan tak dapat diterima logika, seperti memberi surat suara pada ODGJ. Dengan kondisi seperti itu bagaimana mungkin pemilihan yang bebas dan jujur dapat terjadi?
Pada akhirnya, penguasa yang terpilih terlalu sibuk melakukan segala upaya melanggengkan kekuasaan, memperkaya diri, dan melebarkan sayap sesuai kepentingannya. Rakyat pun disibukkan dengan memenuhi kebutuhan hidup yang sangat sulit sehingga tak sempat untuk menambah ilmu dan tak memahami bagaimana semestinya hubungan penguasa dan rakyat. Kebijakan yang seolah berpihak pada rakyat seperti BLT dan seterusnya pun diberikan penguasa. Namun, pada faktanya justru menimbulkan polemik karena tak tepat sasaran dan tidak menyelesaikan permasalahan. Maka keadaan yang baik-baik saja dalam demokrasi hanya akan berlaku bagi para penguasa.
Kehidupan Baik-Baik Saja dalam Islam
Islam memiliki pandangan yang sangat berbeda dengan demokrasi dalam sistem kapitalisme saat ini. Terdapat tiga pilar dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara yaitu individu yang bertakwa, masyarakat yang selalu menegakkan amar makruf nahi munkar, dan negara yang menjalankan amanah sesuai syariat. Islam menjadikan setiap individu memiliki keterikatan nilai yang sama yaitu akidah sehingga pemikiran dan perasaan antarindividu dalam masyarakat tak akan mengalami benturan. Begitu juga dengan negara yang akan selalu mengedepankan akidah sehingga kebijakan yang dibuat selalu didasarkan pada syariat dari Allah pencipta dunia dan segala isinya bukan kepentingan pihak tertentu.
Baca: utang-meroket-negara-kian-terjerat
Negara akan selalu memberi edukasi bagaimana menjadi seorang hamba yang dicintai oleh Sang Pencipta sehingga pendidikan dan pemahaman akan Islam diberikan sejak dini. Negara juga akan melindungi rakyat dari segala yang haram seperti riba, judi, khamar dan seterusnya. Negara akan benar-benar melayani rakyat dengan mencukupi kebutuhan, seperti menciptakan lapangan pekerjaan yang luas, pendidikan dan kesehatan murah, bahkan gratis merata di seluruh wilayah negeri, transportasi lancar, dan adanya jaminan keamanan untuk setiap rakyat. Hal tersebut dilakukan karena setiap rakyat adalah amanah yang akan berat pertanggungjawabannya kelak di akhirat jika ada yang merasa dizalimi oleh negara.
“Tidaklah seorang manusia yang diamanahi Allah Subhanallahu wa Ta’ala untuk mengurus urusan rakyat, lalu mati dalam keadaan ia menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga baginya.” (HR. Bukhari).
Tak butuh membayar buzzer atau influencer yang menghabiskan dana negara demi sebuah pencitraan di mata rakyat yang kelak berakhir pedih di akhirat. Seorang pemimpin yang paham dan menjalankan syariat Islam akan sangat berhati-hati agar kebijakannya tidak zalim. Dengan izin Allah segala kekacauan negeri yang terjadi akan mendapatkan solusi jika negara kembali pada syariat Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a’lam bishawab. []
Terjadi keborosan luar biasa dalam sistem demokrasi. Inefesiensi anggaran merupakan konsekuensinya..Ditambah penguasa pun hanya memikirkan kepentingan diri dan kelompoknya. Tak ada harapan hidup yang baik-baik saja di alam demokrasi.