”Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, …” (TQS. Al-A’raf ayat 96)
Oleh. Dia Dwi Arista
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Rungkad entek-entekan …”
Tak asing dengan kalimat di atas? Berarti Anda termasuk orang yang up to date. Ya, lagu Rungkad pernah mengguncang istana, tepatnya pada 17 Agustus silam. Potongan lirik di atas pas sekali menggambarkan perekonomian negeri ini. Apalagi ditambah dengan banjirnya barang-barang Cina masuk ke Indonesia, usaha kecil dan menengah di negeri ini jelas darurat gulung tikar, alias rungkad entek-entekan.
Menurut Teten Masduki, selaku Menteri Koperasi dan UKM, banyak produk lokal dan UMKM “babak belur” akibat banyaknya produk impor, terkhusus banjir barang dari Cina. Hal itu disebabkan oleh harga barang impor lebih murah dengan kualitas sama, bahkan ada yang lebih baik dari produk lokal. (liputan6.com, 16/9/2023)
TikTok Shop & Project S
Meski Indonesia mengimpor barang sejak lama. Namun, di tengah dunia digital saat ini, serbuan barang murah makin tak terkontrol. Salah satunya adalah dengan adanya Project S, yakni pembeli dapat membeli barang dari produsennya langsung di Cina. Hal ini berbeda dengan TikTok Shop, sebab TikTok Shop meski sama-sama menjual barang dari Cina dengan murah, tetapi penjualnya adalah orang Indonesia. Namun, bahayanya tetap sama, yaitu memandulkan produk usaha lokal.
Inilah yang menjadi kekhawatiran bagi banyak pelaku usaha di tanah air. Sebab, barang yang dijual di e-commerce tersebut kelewat murah dan menjadikan produk lokal gagal bersaing. Kebangkrutan demi kebangkrutan sudah terjadi pada puluhan usaha kecil dan menengah hingga 2023 ini. Lantas, hal apa yang menjadi belenggu pemerintah hingga tak punya taji menyetop aliran barang impor, terkhusus dari Cina?
Belenggu
Indonesia telah bergabung dengan WTO (World Trade Organization) sejak 1995. Ratifikasi perjanjian WTO melalui UU No. 7 Tahun 1994 pun sudah dilakukan. WTO sendiri adalah organisasi internasional yang mengurusi perdagangan antarnegara. Dan hingga kini WTO sudah memiliki 154 anggota. Tujuan adanya organisasi internasional ini adalah memudahkan para produsen dalam menjajakan barang dan jasanya lintas negara.
WTO pun berdiri dengan memiliki aturan tersendiri, salah satunya yang bisa menjadikan negara anggota menjadi negara miskin dan kaya adalah aturan tentang pasar bebas. Ketika suatu negara sudah meratifikasi aturan WTO, maka mereka akan dikenakan sanksi jika aktivitas mereka tak sesuai dengan arahan WTO.https://narasipost.com/opini/03/2021/antara-cinta-dan-benci-produk-luar-negeri/
Adanya pasar bebas, nyatanya menjadi petaka bagi Indonesia. Yang awalnya berharap bisa menaikkan perekonomian negara dan mengentaskan kemiskinan, faktanya negara ini malah diambang kegagalan, barang dan jasa yang diekspor ternyata tak bisa meningkatkan perekonomian bangsa. Sebaliknya, negara lain dengan bebas mengekspor barang dan jasanya masuk ke Indonesia. Sebab, Indonesia dianggap sebagai “pasar” dengan ratus ribuan penduduknya. Apalagi dengan dihapusnya bea cukai, barang ekspor meluncur bebas ke dalam pasar Indonesia. Hingga yang tak bisa terelakkan pun terjadi, Indonesia kalah saing. Barang dari luar menyerbu bak air bah, mengguncang sendi-sendi usaha lokal.
Menyesal pun tiada guna, sebab jika Indonesia menutup pintu masuknya dari barang-barang ekspor, tentu sanksi pun akan diterima, embargo di depan mata. Negeri ini tak akan bisa bertahan jika embargo diterapkan. Meski slogan “Gemah ripah loh jinawi” pernah menjadi kebanggaan, nyatanya kini kalimat itu hanyalah slogan.
Inilah belenggu yang memasung pemerintah, hingga tak berdaya menolak kebijakan-kebijakan perdagangan yang sudah ditentukan lembaga internasional ini, pun hal ini pula yang menjadi salah satu belenggu bagi rakyat untuk mencapai kesejahteraan.
Ekonomi Kapitalisme, Menjauhkan Kesejahteraan
Patut diketahui, hampir seluruh negara di dunia ini memakai sistem kapitalisme pada aspek ekonominya. Kampiun kapitalisme, Amerika, benar-benar memastikan semua negara mengambil kapitalisme sebagai aturan negaranya. Dengan begitu, seluruh program-program negara adidaya tersebut dapat diterapkan dengan mudah. Karena memiliki aturan dan perasaan yang sama.
Dalam sistem ekonomi kapitalisme, yang mempunyai modal besar adalah mereka yang menguasai pasar. Produsen besar akan memonopoli pasar dengan berbagai produknya. Pun Cina, mereka mengerahkan pabrik-pabriknya untuk membanjiri negara lain dengan barang mereka. Dibantu dengan aturan yang diratifikasi dari WTO tentang pasar bebas dan pembebasan bea cukai, menjadikan negara tujuan ekspor kewalahan dengan berbagai produk tersebut.https://narasipost.com/world-news/07/2022/inflasi-lonjakan-harga-meroket-kapitalis-diambang-kolaps/
Apalagi ditambah dengan kemiskinan yang terjadi di negeri ini, maka slogan “Cintai produk-produk Indonesia” hanya menjadi angin lalu. Sebab, rakyat lebih memilih barang Cina yang mempunyai manfaat dan kualitas sama dengan harga murah, dibanding barang lokal yang lebih mahal. Imbasnya, tentu UMKM di Indonesia banyak yang bangkrut tak bisa bersaing dengan produsen besar.
Adanya monopoli pengusaha dengan kapital besar inilah yang akan terus menggerus kesejahteraan. Mulai dari dijadikannya rakyat sebagai tenaga kerja murah sekaligus sebagai konsumen, hingga dikeruknya sumber daya mentah yang harusnya adalah hak rakyat.
Mirisnya, negara ini malah membentangkan karpet merah dalam mengeksploitasi, tak hanya SDA pun juga SDM-nya. Dengan ketukan palu, undang-undang yang memudahkan para investor dan pengusaha, sah melegalkan aktivitasnya. Salah satu undang-undang yang hingga kini masih menjadi kontroversi adalah UU Omnibus Law yang disinyalir lebih menguntungkan pengusaha daripada rakyat jelata.
Dengan kondisi seperti ini, muncul pertanyaan: Mampukah umat mengecap kesejahteraan dalam hidupnya?
Umat Sejahtera dalam Khilafah
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
”Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (TQS. Al- A’raf ayat 96)
Inilah janji Allah Swt. kepada hamba-Nya. Ketaatan tentu harus dalam semua aspek kehidupan. Allah sendiri telah menurunkan syariat Islam kepada manusia untuk diterapkan. Penerapan Islam dalam wadah sebuah institusi inilah yang disebut dengan Khilafah.
Perdagangan ada aturannya dalam Islam. Pun dengan impor dan ekspor juga diatur. Negara Islam hanya akan mengimpor barang yang tidak terdapat dalam wilayahnya, pun kuantitas yang dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Dalam ekspor dan impor, negara Islam juga akan melihat siapa yang bekerja sama dengan mereka, jika mereka adalah kafir harbi fi’lan, maka negara tidak akan mengambil kerja sama. Negara hanya akan mengambil kerja sama dengan kafir harbi hukman yang terikat perjanjian damai dengan Khilafah.
Sehingga, kelebihan barang dan bersaingnya produk luar dengan lokal tidak akan terjadi. Selain itu, negara juga akan mengenakan bea cukai pada barang yang masuk ke dalam wilayah Khilafah. Alhasil, barang dari luar tidak akan mengancam keberadaan produk lokal. Maka, problem yang terjadi saat ini dengan adanya ekspor dan impor barang tidak akan terjadi dalam Khilafah.
Pun negara akan menjamin kebutuhan pokok rakyatnya, sehingga kemiskinan terstruktur seperti yang terjadi pada negara dengan sistem kapitalisme tidak akan ditemui. Sebab, negara akan menjamin terciptanya lapangan pekerjaan bagi para lelaki yang mampu. Pun, dalam hal keamanan, kesehatan, dan pendidikan akan dijamin oleh negara. Sehingga, rakyat hanya akan memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan yang harganya murah.
Jaminan ini berjalan dengan pembiayaan yang dilakukan oleh baitulmal. Dana yang mengalir ke baitulmal berasal dari kharaj, fai, zakat, jizyah, dll. akan mampu membiayai seluruh kebutuhan rakyat. Dengan diterapkannya Islam dalam sendi kehidupan, atas izin Allah Swt. rakyat akan hidup sejahtera. Allahu a’lam bisshawaab.[]
Benar-benar rungkad ekonomi negeri ini. Semua karena penerapan sistem kapitalisme. Semoga sistem Islam yang mensejahterakan rakyat segera tegak.
Yakin sih, larangan jualan di Tiktok bukan untuk memajukan UMKM,, tapi negara mau menikmati uang pajak e-commerce dari aplikasi Tiktok. Soalnya, dari dulu negara memang tidak peduli dengan nasib rakyatnya. Kalau peduli, pasti gak mau lah ikutan pasar bebas.
Miris sekali ketika kebijakan pemerintah lebih pro pada orang luar daripada warga negara sendiri. Buktinya produk impor sangat membanjiri perdagangan dan produk lokal makin banyak yang gulung tikar.
Emang bener sih, di segala sektor sudah rungkad semua. Hidup di negeri yang lebih cinta Cina, sepertinya kita hanya pura-pura bahagia ya, hehe ...
Kirain puisi tadi, Mba. Tapi bener sih kalau Indonesia lagi ente -enteaan. Dominasi Cina kian nampak, gimana ekonomi bangkit kalau belenggu Barat masih mendominasi. Susah, walaupun potensi kebangkitan ekonomi ada. Kalau masih ikut sistem kapitalisme
Antimainstream judulnya. Wkwkwkw
Jadi rungkad beneran, gara-gara ikut-ikutan pasar bebas.
Bener. Terasa banget hidup ini rungkad. Apalagi kalau akhir bulan. Wes bener entek-entekan
Sistem kapitalis sekuler membuat makin Rungkat. Habis habisan menghajar rakyat.
Bener
Kampiun kapitalisme, Amerika, benar-benar memastikan semua negara mengambil kapitalisme sebagai aturan negaranya.
Sayangnya negara2 berkembng termasuk Indonesia, mau saja tunduk pada aturan mereka. Inilah kesalahan terbesar.
Tak ada cara lain kecuali harus berlepas diri dari semua aturan ideologi kapitalisme. Lalu berganti menerapkan atuuran Allah Swt. yaitu sistem pemerintahan islam.
Nah ini, negara berkembang hanya bisa ikut2an.