Penghapusan Pertalite saat tak ada pilihan BBM yang sepadan, sejatinya bukanlah solusi untuk membuat langit kembali biru. Penghapusan Pertalite justru menambah masalah baru. Hanya dengan kembali pada Islam, maka sengkarut pengelolaan energi akan tuntas, serta jaminan ketersediaan energi terjangkau bagi seluruh masyarakat.
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Rempaka Literasi)
NarasiPost.Com-Kabar tak menyenangkan kembali muncul dari lisan penguasa. Terhitung sejak tahun 2024 mendatang, BBM kebanggaan rakyat jelata yakni Pertalite bakal dihapus dari peredaran. Setelah Premium dikonversi ke Pertalite sekitar setahun yang lalu, kini sumber energi untuk kendaraan bermotor masyarakat kecil tersebut akan kembali dikonversi ke Pertamax Green 92.
Tak hanya berencana menghapus Pertalite pada tahun depan, PT Pertamina juga menaikkan harga sejumlah BBM nonsubsidi per 1 September 2023, termasuk bahan bakar jenis gasoline seperti Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo (RON 98). Jika menyaksikan penghapusan BBM yang terus berulang, lantas apa sejatinya alasan pemerintah menghapus Pertalite? Jika Pertalite dihapus, apa dampaknya terhadap kesejahteraan rakyat? Benarkah pula bahwa kebijakan tersebut adalah alarm liberalisasi migas di sektor hilir?
Menyukseskan Program Langit Biru
Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati pun menjelaskan alasan dihapuskannya Pertalite pada tahun depan. Menurutnya, penghapusan tersebut dilakukan untuk memenuhi aturan standar dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dalam aturan standar KLHK disebutkan bahwa batas minimal penjualan oktan number yang diizinkan di Indonesia yaitu 91. (Tempo.co, 31/08/2023)
Sebagai informasi, oktan atau oktana (C80) adalah seluruh molekul penyusun bensin yang dapat menjadi patokan terhadap kualitas BBM. Artinya, semakin tinggi nilai oktan, semakin baik pula kualitas BBM tersebut. Penggunaan Pertamax Green 92 yang akan menggantikan Pertalite disebut akan menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah. Pertamax Green 92 sendiri merupakan campuran Pertalite (RON 90) dengan 7 persen etanol (E7).
Selain memenuhi aturan standar KLHK, penghapusan Pertalite termasuk dalam Program Langit Biru Tahap II. Program Langit Biru (PLB) sendiri merupakan sebuah program yang bertujuan untuk mencegah dan mengendalikan pencemaran udara, serta mewujudkan perilaku sadar lingkungan, baik oleh industri (sumber tidak bergerak) maupun kendaraan bermotor (sumber bergerak). Demi menyukseskan program tersebut, Pertamina terus mengembangkan bahan bakar kendaraan berbasis nabati atau bioenergi.
Seiring dengan rencana penghapusan Pertalite di tahun 2024, nantinya Pertamina hanya akan menjual Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo. Meski demikian, pemerintah mengatakan agar masyarakat tidak perlu khawatir atas kenaikan tersebut. Pasalnya, subsidi BBM akan tetap berlanjut karena dialihkan pada Pertamax Green 92.
Simalakama Rakyat
Menghapus Pertalite yang tidak ramah lingkungan dan menggantinya dengan BBM yang lebih ramah lingkungan memang perlu dilakukan. Apalagi jika melihat kualitas udara di pusat-pusat kota khususnya dan Indonesia umumnya yang sudah sangat buruk. Meski demikian, kebijakan tersebut tetap saja ibarat "petir di siang bolong" bagi rakyat kecil.
Bagaimana tidak, di tengah kehidupan yang serba berbayar saat ini, mengganti BBM yang lebih mahal jelas sangat memberatkan. Meski pemerintah mengeklaim akan tetap memberikan subsidi, tetapi fakta bahwa Pertamax Green 92 bertarif lebih mahal tak bisa dinafikan. Bagi rakyat jelata, meski hanya naik 1000 atau 2000 rupiah, tetaplah memberatkan.
Apalagi, Pertalite merupakan jenis BBM yang menjadi primadona masyarakat sejak 2021 silam. Menurut data dari Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), persentase penggunaan Pertalite sebesar 79 persen dibanding Premium, Pertamax, dan Pertamax Turbo. Bahkan, menurut Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi, BBM jenis Pertalite sudah menjadi andalan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. (Tempo.co, 31/08/2023)
Jika Pertalite benar-benar dihapuskan, sedangkan pemerintah tidak memberikan pilihan harga BBM yang sepadan, bukankah ini ibarat simalakama bagi rakyat? Di satu sisi, konversi BBM dari Pertalite ke Pertamax Green 92 terasa memberatkan, tetapi di sisi lain masyarakat tetap akan membelinya karena terdesak kebutuhan dan tidak ada pilihan lain. Jika niat pemerintah ingin menyelamatkan lingkungan, mengapa selalu saja subsidi rakyat yang harus dikorbankan?
Delusi Penyelamatan Lingkungan
Dalam banyak kesempatan, pemerintah menyebut bahwa penghapusan Pertalite dilakukan demi memperbaiki kondisi lingkungan. Ibaratnya, pemerintah ingin menjadikan langit kembali biru dengan menghapus BBM yang tidak ramah lingkungan, yakni jenis bensin yang beroktan di bawah 91. Namun, keinginan tersebut tampaknya tak sejalan dengan kebijakan yang dilakukan.
Jika benar-benar ingin memperbaiki kualitas lingkungan, seharusnya pemerintah tidak menggunakan Pertamax Green 92 sebagai pilihan. Pasalnya, menurut pengamat ekonomi–energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Rodhi, Pertamax Green 92 juga belum memenuhi standar Euro 4, yang artinya masih termasuk BBM penyumbang polusi. Meski Pertamax Green 92 sudah diberikan campuran etanol, tetapi tetap masih di bawah standar Euro 4. Pasalnya, standar Euro 4 yang diperkenankan adalah BBM dengan RON 95.https://narasipost.com/opini/01/2022/habis-premium-terbitlah-pertamax/
Di sisi lain, pemerintah juga tetap memberi karpet merah bagi industri-industri milik kapitalis yang merusak lingkungan. Sebut saja konversi hutan ke perkebunan maupun pertambangan dengan melakukan deforestasi. Bukankah hal itu juga dapat menghasilkan emisi karbon yang berdampak buruk bagi kondisi udara? Lantas, mengapa hal ini tetap dibiarkan?
Dari sini saja terlihat bahwa keseriusan pemerintah untuk memperbaiki kondisi lingkungan perlu dipertanyakan. Padahal, jika benar-benar ingin menyukseskan program BBM ramah lingkungan, pemerintah seharusnya memberikan subsidi pada BBM dengan RON 95 dan menghapus semua bensin dengan RON di bawah itu.
Sebagaimana yang dilakukan Malaysia, misalnya. Pemerintah setempat memberikan subsidi untuk BBM dengan RON 95 terhadap masyarakat. Dengan demikian, rakyat bisa menikmati BBM murah dengan kualitas yang bagus. Selain itu, harga BBM di Malaysia jauh lebih murah ketimbang di Indonesia. Misalnya, data dari Kementerian Perdagangan Dalam Negeri dan Kos Sara Hidup Malaysia (30/6/2023), untuk BBM dengan RON setara 95 dibanderol RM2,05 per liter atau sekitar Rp6.560 per liter (dengan kurs Rp3.200). Malaysia sendiri diketahui memperbarui harga BBM setiap sepekan sekali. Pertanyaannya kemudian adalah apakah pemerintah Indonesia mampu dan mau melakukannya?
Jelaslah bahwa konversi Pertalite ke Pertamax Green 92 bukanlah kebijakan efektif untuk program BBM yang ramah lingkungan. Di sisi lain, pencampuran etanol pada Pertamax Green 92 akan menambah anggaran untuk mengimpor etanol. Hal ini disebabkan Indonesia tidak memiliki persediaan etanol yang memadai. Artinya pula, kebijakan tersebut akan menguras devisa negara untuk mengimpor Pertamax Green 92.
Liberalisasi Migas
BBM merupakan bagian dari kebutuhan dasar rakyat yang seharusnya disediakan oleh negara secara murah. Sayangnya, kata murah maupun gratis tampaknya masih sekadar angan-angan bagi rakyat di negeri ini. Alih-alih memberi subsidi, harga BBM justru terus merangkak naik dari tahun ke tahun. Bahkan, kabar akan dihapuskannya Pertalite menjadi pukulan bertubi-tubi bagi rakyat kecil.
Jika diulik secara mendalam, penghapusan BBM bersubsidi dan kenaikan harga BBM nonsubsidi adalah upaya melakukan liberalisasi migas di sektor hilir. Hal ini dilakukan setelah pemerintah sukses meliberalisasi migas di sektor hulu. Dengan meliberalisasi sektor energi, swasta (baik lokal maupun asing) diberikan peluang yang sama dengan BUMN untuk terlibat secara aktif mengelola sektor energi.
Liberalisasi tersebut menyebabkan harga yang menjadi acuan adalah harga minyak internasional yang fluktuatif. Fluktuatifnya harga minyak global diakibatkan adanya perubahan penawaran dan permintaan. Keputusan pemerintah meliberalisasi sektor migas jelas merupakan kebijakan yang lebih berpihak pada para kapitalis dan oligarki.
Celakanya, rakyatlah yang menjadi pihak paling terdampak dari liberalisasi sektor migas. Penghapusan Pertalite dan kenaikan BBM nonsubsidi tersebut secara otomatis akan mengerek angka inflasi. Dampaknya pun langsung dirasakan oleh rakyat. Harga-harga barang akan melonjak, biaya transportasi dan angkutan akan naik, biaya produksi pasti lebih mahal, dan ancaman PHK mengadang di depan mata. Jika hal ini terjadi, maka kemiskinan akan semakin menjamur dan pada akhirnya menambah penderitaan rakyat. Inilah sejatinya konsekuensi logis dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang masih dipraktikkan negara hingga kini. Satu hal yang pasti, di bawah payung kapitalisme, kesejahteraan hanya sekadar angan-angan.
Jaminan Energi dalam Islam
Kesalahan tata kelola SDA oleh sistem kapitalisme yang mengakibatkan nestapa tak berujung, jelas bertolak belakang dengan Islam. Islam adalah ideologi sahih yang mampu menjadi solusi hakiki sekaligus mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat. Jaminan tersebut bukan utopis sebagaimana yang terus digaungkan oleh rezim kapitalisme.
Menyediakan energi murah adalah kewajiban penguasa. Pasalnya, penguasa adalah pengurus rakyat dalam segala urusan sebagaimana tercantum dalam hadis riwayat Bukhari, Muslim, dan Ahmad, yang artinya: "Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus."
Demi mewujudkan kesejahteraan rakyat dan menjamin ketersediaan energi yang terjangkau, khalifah akan menerapkan politik ekonomi. Politik ekonomi dapat diartikan sebagai tujuan yang ingin dicapai oleh berbagai hukum yang mengatur semua urusan manusia. Sedangkan politik ekonomi Islam berarti jaminan pemenuhan seluruh kebutuhan pokok dan jaminan pemberian peluang bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhan pelengkap sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Dalam Islam, hukum-hukum perekonomian yang ditetapkan bagi manusia, sejatinya ditujukan untuk individu. Beberapa mekanisme yang dilakukan oleh Khilafah untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar setiap indvidu adalah:
Pertama, Islam mewajibkan bekerja bagi setiap laki-laki yang mampu untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi dirinya dan orang-orang yang berada di bawah tanggungannya.
Kedua, Islam telah menetapkan bahwa ayah adalah penanggung nafkah bagi keluarganya. Namun, jika para ayah tidak mampu, maka kewajiban tersebut berpindah kepada ahli warisnya.
Ketiga, jika tidak ada ayah atau ahli warisnya maka nafkah mereka akan dibebankan pada baitulmal. Semua mekanisme tersebut telah memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu, baik sandang, pangan, dan papan.
Selain itu, Islam juga mengarahkan agar kaum muslim saling bekerja sama di antara mereka dan menikmati hasil kekayaan yang diperolehnya. Satu hal yang pasti, Islam tidak memperumit manusia dalam memperoleh harta tersebut. Khilafah hanya membatasi sebab-sebab kepemilikan dan membatasi akad dalam pertukaran kepemilikan. Di sisi lain, Islam juga memberi jaminan atas kebutuhan dasar kolektif seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan terhadap seluruh masyarakat secara gratis.
Setelah menerapkan politik ekonomi (jaminan terpenuhinya seluruh kebutuhan pokok), pada saat yang sama Khilafah juga menjalankan ekonomi politik (sistem ekonomi). Ekonomi politik Khilafah dibangun di atas tiga pilar, yakni kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, dan distribusi. Sistem ekonomi Islam menetapkan bahkan kepemilikan individu adalah milik individu, kepemilikan umum adalah milik rakyat yang dikelola negara, dan kepemilikan negara menjadi hak negara secara mutlak.
Terkait kepemilikan umum misalnya, Islam melarang pengelolaan SDA termasuk energi oleh swasta. Dengan pengelolaan secara mandiri oleh negara mulai dari eksplorasi hingga pendistribusian, maka harga energi di dalam negeri dapat dinikmati dengan murah. Pasalnya, masing-masing pemilik akan mengelola ketiga kepemilikan tersebut sesuai dengan standar hukum syarak. Setelah itu dilakukan pendistribusian yang baik dan benar serta adil. Dengan pendistribusian yang adil dan benar, maka kesejahteraan akan dirasakan oleh seluruh rakyat.
Khatimah
Demikianlah, penghapusan Pertalite saat tak ada pilihan BBM yang sepadan, sejatinya bukanlah solusi untuk membuat langit kembali biru. Alih-alih menjadi solusi, penghapusan Pertalite justru menambah masalah baru. Hanya dengan kembali pada Islam dan menjadikan syariatnya sebagai solusi, sengkarut pengelolaan energi akan tuntas dan harganya pun tak lagi menguras kantong. Penerapan politik ekonomi dan ekonomi politik Islam oleh Khilafah akan memberi jaminan ketersediaan energi yang terjangkau bagi seluruh masyarakat. Di bawah naungan Islam, kesejahteraan bukanlah angan-angan. Wallahu a'lam bishawab.[]
BBM harta milik umum hajat hidup orang banyak tapi ya beginilah hidup di alam kapitalis akan selalu di jadikan kepentingan bagi mereka kaum oligarki nasib rakyat gak diliriknya
Selamanya BBM jadi barang komoditi untuk cari keuntungan di negara yang menganut paham sekularisme..
Hanya sistem pemerintahan daerah Islam yang memberikan BBM dengan harga murah bahkan gratis tis tis
Setuju sekali dengan penulis. Kalau pemerintah memang niat mau menyelamatkan lingkungan, bukan rakyat yang harus selalu dikorbankan dengan kebijakan yang selalu mencekik.
Betul Mbak Firda, memang dari sini saja jelas bahwa prioritas penguasa itu bukanlah rakyat. Sykran sudah mampir mbak
Iya ya,, namun selalunya transportasi saja yang selalu diperbaiki,,, pokoknya yang menyangkut duitnya rakyat selalu menjadi incaran kebijakan penguasa. Sedangkan kepentingan oligarki atau pun kapitalis nyaris tak tersentuh. Padahal mereka yang telah menyumbang emisi karbon terbesar dengan penebangan hutan, pertambangan, dan pembukaan lahan2 industri di sekitar pemukiman.
Ya, gitu deh kondisi di negeri ini. Dan kita masyarakat kecil itu merasakan banget dampak kenaikan BBM, yang berimbas pada kenaikan harga seluruh barang. Syukran sudah mampir Mbak Mila
Lagi, derita rakyat semakin sempurna. Harga beras belum mau turun, ini ditambah kebijakan akan dihapuskan Pertalite. Lengkap sudah kemiskinan yang melanda masyarakat kita.
Betul Mbak Nining, masyarakat ekonomi kelas bawahlah yang paling terpukul. Andai penguasa tahu betapa susahnya untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokok rakyat kecil. Tapi dia mana mau tahu ya ...
Aku jadi ingin bertanya pada rumput yang bergoyang, "Kapan BBM gratis buat rakyat?"
Hehehe.
Kayak mimpi di siang bolong ya, terjadi dalam sistem kapitalisme
Hihihi ... rumput aja pusing kalau ditanya BBM murah apalagi gratis. Pusing kita nih jadi warga di sistem kapitalisme.
Alasan yang sama berulang. Subsidi salah sasaran ditambah mendukung program go green. Padahal negara sudah tak sanggup membiayai lagi kebutuhan rakyat. Penguasa digaji rakyat tapi makin menyengsarakan rakyat
Betul Mbak Novianti, intinya pemerintah sebenarnya ingin menghapus subsidi pelan-pelan dengan dalih ini dan itu. Syukran Mbak sudah mampir.
Sebenarnya, kalau Pertamina tidak menjual pertalite lagi ya tidak masalah. Yang penting, bahan bakar pengganti pertalite harganya lebih murah. Tapi, ini jelas tidak akan dilakukan, selama masih mengadopsi sistem ekonomi kapitalis.
Nah, itu masalahnya. Pemerintah gak mungkin mau rugilah jual beli dengan rakyatnya. Walau Pertamax Green 92 dikasih subsidi, ya tetap saja akan lebih mahal. Syukran ya Bu sudah mampir.
Sudah begitu watak kapitalisme, katanya sih demi kesejahteraan rakyat, demi kebersihan lingkungan. Padahal aslinya demi diri mereka sendiri dan para bos-bos besar yang menguntungkan mereka. Sudah saatnya kita campakkan kapitalisme dan mengambil Islam.
Betul, harusnya berbagai kebijakan zalim penguasa sudah cukup menyadarkan umat bahwa sudah sangat urgen menjadikan syariat Islam sebagai solusi. Syukran Mbak Komariah sudah mampir.
Betul sekali! Kesalahan tata kelola SDA oleh sistem kapitalisme yang mengakibatkan nestapa tak berujung.Rakyat yang selalu jadi korbannya.
Sepertinya masih mau lama ya derita warga +62. Syukran Mbak Deena sudah mampir
Jazakunnallah khairan katsiran Mom dan tim NP. Semoga bermanfaat
Pertalite dihapuskan...habis pertalite apalagi yang mau dihapuskan? Kerajinan banget menghapus dan menghapus lagi? Tak tahukah hati rakyatpun jadi hangus dan terus menerus tergerus?
Kapan penguasa mau mensejahterakan rakyatnya? Ironis dan terus ironis sistem kapitalisme akan menyamankan rakyat. Yang ada juga sistem Islam yang akan membuat rakyat aman , sejahtera dan adil bagi seluruh rakyat tanpa pilih-pilih.
Hehe ... tunggu-tunggu saja Bu. Soalnya semua yang bau-bau subsidi pelan-pelan akan dihapus. Karena prinsip ekonomi kapitalisme, subsidi itu menghambat kemajuan suatu bangsa. Derita rakyat +62 ya. Syukran sudah mampir Bu.