Investasi bisnis bukan sekadar untuk meraih keuntungan finansial, tetapi juga mencari keberkahan. Seorang muslim dapat meraih sukses finansial sambil tetap menjalankan syariat Islam secara kaffah. Pengembangan harta dalam sistem Islam diharapkan memiliki tujuan yang lebih luas daripada hanya meraih keuntungan materi.
Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Ada hal yang menggelitik ketika membaca pemberitaan Media Indonesia (26-8-2023), yang menyoroti tentang peluncuran sebuah aplikasi digital yang berisi penyertaan modal dari masyarakat sebagai bentuk investasi melalui sarana media online.
Menurut Jessica Wijaya, selaku CEO SayaKaya, menyebutkan bahwa aplikasinya tersebut diharapkan bisa menjadi salah satu pionir aplikasi investasi, terutama untuk mendorong masyarakat Indonesia agar bisa berinvestasi dan memaksimalkan potensi profit para penggunanya. Dengan kata lain, aplikasi teresebut dirancang untuk memudahkan siapa pun menjadi investor di jagat maya dengan sistem teknologi finansial (fintech).
Sebenarnya masih banyak lagi aplikasi jasa reksadana atau keuangan yang serupa dan dilindungi otoritas jasa keuangan (OJK). Hal ini menunjukkan kemajuan teknologi digital telah dimanfaatkan sebagai usaha menarik modal dari masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, berupa jual beli saham. Dalam ekonomi kapitalisme, saham telah menjadi instrumen bisnis dalam pengembangan harta seseorang. Tentunya, tanpa melihat apakah saham itu termasuk transaksi bisnis haram atau halal? Kapitalisme hanya melihatnya sebagai bisnis yang menguntungkan atau merugikan.
Kapitalisme merupakan buah dari sekularisme di sektor ekonomi yang memisahkan nilai agama dari kehidupan. Hal yang wajar jika standar baik dan buruknya bukanlah halal atau haram, melainkan asas manfaat, untung atau rugi. Pun tidak akan melihat adanya unsur bunga sebagai riba, melainkan akan dianggap sebagai keuntungan sebagai kompensasi dari modal uang yang diinvestasikan.
Investasi dalam Islam
Hal demikian, tentu sangat berbeda dengan investasi bisnis dalam kacamata syariat Islam. Investasi dalam bisnis merupakan salah satu cara pengembangan harta kepemilikan atau modal melalui mekanisme yang dibenarkan secara hukum syarak. Setiap harta yang diperoleh dengan cara yang halal dapat dikembangkan atau dimanfaatkan dalam berbagai bidang bisnis selama tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan Allah Swt.
Begitu pun urusan permodalan usaha, tentunya tidak boleh didapat dengan cara yang haram. Dalam bab permodalan ini, ada kupasan menarik yang dikutip dari buku The Handbook of Syirkah karya Fauzan Al Banjari, disebutkan modal usaha biasanya diperoleh dari lima skema permodalan, yaitu modal pribadi, pinjaman tanpa agunan, pinjaman dengan agunan, utang jual beli dan perseroan saham. https://narasipost.com/opini/08/2023/investasi-di-sistem-kapitalis-berakhir-tragis/
Dari lima skema tersebut yang dipakai oleh sistem kapitalisme dominan berupa pinjaman dengan bunga, utang jual beli dengan bunga dan perseroan saham yang secara akad ternyata batil. Kebatilan dalam perseroan saham karena yang terjadi hanyalah kerja sama dalam segi modal (uang) bukan kerja sama badan (orang) yang ber-syirkah untuk melakukan amal dengan modal yang disertakannya.
Sementara dalam Islam, kerja sama usaha (syirkah) harus berupa badan (orang) yang terdiri dari dua unsur, yaitu adanya pemodal dan pengelola. Pun dalam bisnis lainnya harus memiliki prinsip-prinsip yang harus diikuti sesuai kaidah syarak berupa penetapan hukum dan penerapan hukumnya. Dari sisi penetapan hukumnya, akadnya harus sah, bukan batil, sedangkan dari hukum terapannya harus berupa bisnis yang halal, bukan bisnis yang diharamkan.
Dengan demikian, prinsip yang harus ada pada konsep investasi bisnis sistem Islam setidaknya meliputi dua hal, yaitu:
Pertama, berpedoman pada hukum taklifi, yaitu halal dan haram. Investasi apa pun harus menjadikan halal dan haram sebagai standar perbuatannya. Tidak boleh melakukan bisnis pada bidang musaha yang yang diharamkan, seperti bisnis minuman keras (beralkohol), perjudian, prostitusi, dan usaha lainnya yang melanggar prinsip-prinsip Islam.
Kedua, berpedoman pada hukum wadh'i, yaitu menyangkut sah atau batilnya akad bisnis. Ketika bisnis membutuhkan permodalan dari orang lain, maka perlu diperhatikan akadnya supaya tidak terjebak dengan akad yang batil. Jika bentuknya kerja sama usaha, maka kedua belah pihak, baik investor (sahibul maal) dan pengelola bisnis (sahibul amal), harus jelas akad bentuk kerja samanya, kalau akadnya mudarabah, harus jelas jenis usahanya, persentase bagi hasilnya, dan waktu berakhirnya kerjasama bisnis tersebut.
Bukan Sekadar Keuntungan
Perlu juga diingatkan bahwa tujuan orang berinvestasi atau usaha adalah agar harta yang dimilikinya berkembang dan mendapat keuntungan. Sebagaimana nilai amal atau kimah dari jual beli atau bisnis adalah materi (madyah), maka pebisnis dalam syariat Islam pun dituntut untuk profesional dan akuntabilitas supaya menguntungkan. Sebagaimana hadis dari Aisyah r.a., bahwa Rasulullah saw. menyampaikan perihal bahwa Allah Swt. menyukai seseorang yang mengerjakan sesuatu dengan profesional. (HR. Thabrani, No: 891, Baihaqi, No: 334).
Bagaimana caranya agar bisnis itu menguntungkan, namun tetap tidak melanggar syariat? Bisa bercermin dari pebisnis ulung yang diberkahi Allah Swt., yaitu Abdurrahman bin Auf r.a. Sahabat Nabi tersebut dalam bisnisnya melakukan langkah-langkah yang dalam ilmu manajemen bisnis sekarang sangat luar biasa, di antaranya:
1. Melakukan riset/market. Melakukan riset menyeluruh sebelum berinvestasi untuk memastikan bisnis tersebut halal, berpotensi menguntungkan, dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
2. Transparansi bisnis. Memastikan adanya transparansi dalam segala aspek bisnis, termasuk pengelolaan keuangan dan pelaporan keuangan kepada para investor.
3. Bebas dari riba. Menghindari transaksi yang mengandung riba (bunga) dalam bentuk apa pun, karena riba diharamkan dalam Islam.
4. Bagi hasil yang adil. Memastikan pembagian keuntungan dan kerugian sesuai dengan kesepakatan yang adil antara para pihak yang terlibat.
Bukan saja keuntungan materi yang didapat, namun bisnisnya menjadi berkah berlimpah karena adanya dua faktor ini:
Pertama, niat karena mencari rida Allah Swt. Meneguhkan niat bahwa investasi atau bisnis yang dilakukannya untuk menjalankan perintah Allah dan mendapatkan rezeki yang halal.
Kedua, merutinkan sedekah. Kebiasaan sedekah bukan hanya pada saat lapang, namun juga dalam kondisi sempit. Mengalokasikan sebagian dari hasil keuntungan untuk bersedekah dan membantu sesama, sehingga investasi tidak hanya menguntungkan diri sendiri, tetapi juga membantu masyarakat. Selain itu, bisnis yang dijalankannya dengan jujur, amanah, dan penuh tanggung jawab, sehingga Allah memberikan berkah dalam hasilnya.
Dalam Islam, investasi bisnis bukan sekadar untuk meraih keuntungan finansial, tetapi juga mencari keberkahan. Dengan mengikuti prinsip-prinsip dan panduan Islam, seorang muslim dapat meraih sukses finansial sambil tetap menjalankan syariat Islam secara kaffah. Pengembangan harta dalam sistem Islam diharapkan memiliki tujuan yang lebih luas daripada hanya meraih keuntungan materi. Investasi yang dilakukan dengan mematuhi prinsip-prinsip hukum syarak dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan moral, serta membantu mencapai tujuan hidup yang lebih tinggi dalam kerangka menegakkan agama Allah Swt. di muka bumi.
Wallahu a’lam bishawab.[]
Dengan bisnis cara Islam membuat lingkungan sekitar jadi makmur, dan berkah pastinya..masyaAllah
Masyaallah bisnis dalam Islam bukan hanya mencari keuntungan semata, namun mesti diutamakan mencari keberkahan dari Allah Swt
Bisnis apa pun harus sesuai syariah biar berkah. Namun hari ini kaum muslim berinvestasi tidak memakainya kadang enggan menerapkan nya banyak akad yang tidak jelas
Di sistem kapitalisme memang banyak tawaran investasi yang menggiurkan. Sebagai muslim, kita harus hati-hati. Pastikan semuanya jelas dan tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Di sistem kapitalisme memang banyak tawaran investasi yang menggiurkan. Sebagai muslim, kita harus hati-hati. Pastikan semuanya jelas dan tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Pas banget dengan yang sedang akan saya jalani.
Kerjasama dengan akad mudarabah.
Harus jelas jenis usahanya, persentase bagi hasilnya, dan waktu berakhirnya kerjasama bisnis tersebut.
Masya Allah....semoga usahanya berkah teh Maya
Aamiin ya Rabbal aalamiin.
Umat muslim harus paham berinvestasi, agar tidak terjebak dalam kondisi kapitalisme saat ini. Apalagi banyak sekali macam investasi hari ini
Umat Islam harus memahami bagaimana berinvestasi dalam Islam agar terhindar dari dosa. Gak cuman mengejar keuntungan tapi keberkahan.
Sudah seharusnya setiap muslim belajar bagaimana akad-akad investasi yang sesuai syariat agar tidak terjebak dalam akad batil. Barakallah ...
Muhun leres
Akad itu akar jika akadnya batil, maka yang tumbuh di atasnya haram.
Dalam Kapitalisme, menyebabkan maraknya aplikasi bisnis investasi dengan akad batil yang berseliweran di media sosial. Meskipun di bawah pengawasan OJK, tetap saja meniscayakan adanya riba dan akad2 batil di dalam proses muamalahnya. Hmm, ,,
Dalam Kapitalisme, menyebabkan maraknya aplikasi dengan akad batil berseliweran di media sosial. Meskipun di bawah pengawasan OJK, tetap saja meniscayakan adanya riba dan akad2 batil di dalam proses muamalahnya. Hmm, ,,