Naik turunnya harga beras adalah fenomena kompleks yang berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dalam menghadapinya, diperlukan pendekatan yang komprehensif, melibatkan peran pemerintah, petani, konsumen, dan pelaku pasar.
Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Indonesia dikenal sebagai negara agraris, makanan pokok penduduknya adalah nasi yang berasal dari beras petani yang selama ini menjadi mayoritas mata pencaharian penduduk di pedesaan. Sekalipun kebanyakan statusnya petani penggarap, namun kehidupan petani sangat tergantung pada hasil panen padinya. Sudah menjadi rahasia umum pekerjaan sebagai petani sebenarnya bukan pilihan karena tidak pernah untung. Mahalnya harga pupuk dan biaya penggarapan lahan menjadi keluhan petani selama ini.
Biaya penggarapan lahan pertanian kadang tidak sebanding dengan hasilnya, lebih parah lagi petani terjebak utang yang berbau riba setiap musim panen tiba karena modal yang didapat berasal dari pinjaman koperasi atau bank. Saat harga beras naik pun bukannya menguntungkan petani, malah menjadi buah simalakama. Petani sering disalahkan dan dianggap gagal dalam berproduksi beras karena tidak memerhatikan mekanisme pertanian yang profesional.
Pemerintah selalu beralasan ketika harga beras melonjak naik karena hasil produksi panen terbatas atau berkurang. Seperti yang terjadi akhir-akhir ini, harga beras kualitas sedang atau medium di tingkat konsumen telah berada di atas harga Rp13.000 per kilogram, padahal harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah adalah Rp10.900 per kilogram (Bisnis.com, 31-8-2023).
Naiknya harga beras tersebut telah memicu tingkat inflasi yang tinggi. Hal tersebut seperti dikatakan Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini, dikutip dari laman Detik.com (2/9/2023), bahwa inflasi bulanan beras pada Agustus 2023 merupakan yang tertinggi dalam beberapa tahun. Menurutnya, angka inflasi beras yang tinggi pernah juga terjadi pada Oktober 2015, namun itu hanya sebesar 13,44 persen.
Aroma Politisasi
Salah satu upaya pemerintah untuk menekan laju inflasi beras ini rencananya akan melakukan operasi pasar, dalam hal ini Bulog berencana memberikan bantuan pangan berupa beras 10 kg kepada 21 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Namun, rencana ini perlu dicermati karena operasi pasar dan bantuan pangan di saat menjelang tahun politik 2024 sangat rentan dengan pesan aroma politis untuk melanggengkan kekuasaan. Banyak pihak menduga akan ditumpangi "pesan sponsor" dengan dalih bantuan sosial dan lainnya.
Jika melihat penyebab mahalnya harga beras memang bisa terjadi secara alamiah, semisal menurunnya produksi pertanian karena cuaca, bencana alam, atau wabah penyakit tanaman yang sudah pasti dapat mengganggu produksi beras. Kurangnya produksi dapat menyebabkan kenaikan harga, sedangkan melimpahnya hasil panen bisa menurunkan harga.https://narasipost.com/opini/03/2021/jelang-panen-raya-kok-malah-impor-beras/
Namun, naiknya harga beras juga bisa terkait dengan fluktuasi harga komoditas secara global. Semisal perubahan harga energi, perubahan nilai tukar mata uang, dan gejolak pasar global dapat memengaruhi harga beras di pasar lokal. Dari sini tentu yang dituntut adalah peran pemerintah dalam upaya melakukan kebijakan di sektor pangan, seperti subsidi beras, kebijakan impor dan ekspor, bahkan aturan atau regulasi harga, inilah faktor yang dapat memengaruhi ketersediaan dan harga beras di pasar domestik.
Selain itu, ada beberapa upaya jangka panjang agar harga beras selalu stabil, di antaranya dengan melakukan beberapa cara. Pertama , diversifikasi pertanian. Peningkatan produksi beras harus didukung oleh diversifikasi pertanian untuk mengurangi tingkat kerentanannya terhadap faktor cuaca atau wabah penyakit. Pemerintah dapat memberikan insentif kepada petani untuk menanam berbagai jenis tanaman pangan.
Kedua, perlu pengelolaan lumbung padi yang baik. Pemerintah harusnya bisa memfasilitasi tempat seperti lumbung padi yang dapat menyimpan stok strategis beras untuk mengatasi fluktuasi harga. Stok ini dapat digunakan untuk menjaga stabilitas harga saat pasokan menurun. Di sini pentingnya kreativitas pemerintah dalam memanfaatkan kecanggihan teknologi penyimpanan cadangan pangan.
Ketiga, memberikan subsidi untuk seluruh warga negara. Ketika beras telah menjadi kebutuhan pokok, maka sudah menjadi kewajiban pemerintah memberikan pelayanan terbaik dalam pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya karena penguasa adalah pelayan rakyat. Dalam hal subsidi beras, pemerintah harus memastikan bahwa subsidi tidak hanya menguntungkan produsen, tetapi juga konsumen yang membutuhkan.
Naik turunnya harga beras adalah fenomena kompleks yang berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dalam menghadapinya, diperlukan pendekatan yang komprehensif, melibatkan peran pemerintah, petani, konsumen, dan pelaku pasar. Dengan langkah-langkah yang bijak dan kolaboratif, dapat diharapkan stabilitas harga beras yang lebih baik untuk keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
Islam Memuliakan Petani
Dalam Islam, terdapat prinsip keadilan dalam harga, penetapan harga yang adil dan tidak merugikan konsumen maupun produsen dianjurkan. Dalam transaksi jual beli, praktik penimbunan barang untuk menaikkan harga dilarang. Ini berarti bahwa pemain pasar harus mengikuti prinsip-prinsip etika dalam bisnis dan tidak menciptakan kekacauan harga.
Islam juga mendorong pertanian yang berkelanjutan. Praktik-praktik pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dapat membantu menjaga pasokan pangan yang stabil. Islam mengajarkan tanggung jawab manusia sebagai khalifah (pengurus) di bumi, termasuk menjaga sumber daya alam untuk generasi di masa depan. Masyarakat akan dimotivasi untuk kembali bertani, memakmurkan lahan pertanian karena tidak boleh sejengkal pun lahan pertanian yang tidak ditanami. Jika ada lahan pertanian yang ditelantarkan selama tiga tahun, maka lahan tersebut akan diambil negara untuk diberikan kepada siapa saja yang ingin mengelolanya. Bahkan, lahan pertanian termasuk lahan yang tidak boleh disewakan.
Di dalam sebuah kitabnya, Imam an-Nawawi menyebutkan, bahwa pekerjaan sebagai petani sangat dihargai dan dimuliakan karena memberikan manfaat yang sangat banyak bagi kelangsungan hidup manusia. Hal tersebut karena manfaat bercocok tanam tidak hanya terbatas untuk manusia, akan tetapi juga berguna bagi makhluk hidup lainnya. Hewan yang hidup di bumi, juga merasakan dampak dari bercocok tanam, seperti sapi, kerbau, kuda, ataupun burung. https://narasipost.com/opini/07/2023/dunia-harap-harap-cemas-india-larang-ekspor-beras/
Allah Swt. dalam QS. Al-An'am ayat 99 menggambarkan bagaimana padi dihasilkan melalui proses siklus penciptaan yang mengesankan, "Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau.Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak.”
Wallahu'alam bish shawwab []
Kalau pemerintah di negeri Konoha, mana mau berpihak pada petani.
Paradigma kapitalisme yang dianut negara juga menjadi penyebab naiknya harga pangan. Karena pemerintah tidak seutuhnya menjadi pelayan rakyat.
Sungguh ironi, negara agraris tapi miris. Memenuhi beras saja mahal, rakyat menjadi tumbal keserakahan
Miris, miskin di lumbung padi . Begitulah ketika kehidupan di atur sistem kapitalisme beras sj tetap mahal
Bener, selama negeri ini tidak berdaya di bidang pertanian, maka sampai kapan pun harga beras akan naik. Bagaimana tidak, Beras, pupuk, dan pestisida semua pada impor.
Miris ya, beras selalu mahal di negeri agraris ini. Kebijakan pemerintah selalu sama setiap terjadi kenaikan harga beras, nyatanya harga beras tetap saja mahal. Tata kelola pertanian yang amburadul ini sehingga negara selalu gagal mewujudkan swasembada pangan. Eh, tapi ini kita hidup di sistem kapitalisme. Jadi negara memang tidak akan menjadikan rakyat sebagai prioritas.
Bener banget ada permainan harga oleh para korporasi. Dan ini sudah menjadi rahasia umum di tengah masyarakat. Walaupun panen raya tetap saja harga beras mahal. Karena para penadah bukan negara tapi para korporasi. Sehingga, setelah panen selesai mereka akan memainkan harga beras.
Ngenes lihatnya.
Sungguh malangnya nasib para petani di alam kapitalisme. Jerih payah mereka tak dihargai. Bahkan ketika harga beras mahal pun mereka tak dapat untung.