”Kebijakan menaikkan suku bunga sebenarnya hanyalah kebijakan parsial yang tidak menyentuh akar persoalan penyebab inflasi. Dalam jangka pendek, memang kebijakan tersebut akan menurunkan inflasi. Namun, dalam jangka panjang justru akan menimbulkan kerusakan ekonomi yang lebih parah.”
Oleh. Ragil Rahayu, S.E.
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Dunia tengah dilanda tsunami inflasi. Negara-negara besar seperti Amerika dan negara-negara Eropa pun tidak luput dari lonjakan inflasi.
Inflasi Jerman menyentuh rekor tertinggi sejak 41 tahun terakhir. Hal yang sama terjadi pada Inggris, negeri yang baru saja ditinggal mangkat oleh sang Ratu ini mencatat rekor inflasi tertinggi sejak 40 tahun terakhir.
Amerika Serikat (AS) pun demikian adanya. Negeri Joe Biden ini mengalami inflasi yang tertinggi sejak 1980, yakni mencapai 9,1 persen year-on-year (yoy). Angka ini melampaui prediksi Bloomberg. Meski sempat melandai, tetapi inflasi AS masih tinggi.
Akibatnya, warga AS mengalami kenaikan biaya hidup yang signifikan. Terutama harga bahan bakar, biaya listrik, sewa rumah, serta makanan. Beberapa keluarga terpaksa pindah ke tempat tinggal yang sewanya lebih murah. Selain itu, terjadi antrean panjang untuk mendapatkan bantuan makanan dari bank makanan di seluruh Amerika.
Untuk menurunkan harga barang-barang, pada 22 September 2022 Bank Sentral AS (Federal Reserve atau The Fed) menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin. Ini merupakan kenaikan kelima sepanjang tahun ini. Sebelumnya The Fed telah menaikkan suku bunga acuannya pada 17 Maret, 5 Mei, 16 Juni, dan 28 Juli.
Dengan strategi ini, harapannya orang-orang akan sedikit belanja dan lebih banyak menabung sehingga harga barang bisa turun. Akankah hal ini menyolusi inflasi AS?
Solusi Parsial
Inflasi merupakan masalah klasik negara-negara yang menerapkan kapitalisme, termasuk Amerika sebagai jantungnya. Pemicunya bisa macam-macam. Dalam kasus Amerika saat ini, pemicu inflasi adalah perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan kenaikan harga migas, gangguan distribusi pangan pascapandemi, dan tingginya harga komoditas pangan karena ada persoalan gagal panen.
Namun, inflasi Amerika lebih berat daripada negara-negara lain karena tingginya konsumsi Amerika Serikat. Hal ini tidak lepas dari kebijakan pengeluaran sebesar US$ 5 triliun yang dilakukan pemerintah AS sehingga meningkatkan permintaan, sedangkan penawaran masih rendah akibat pandemi Covid-19. Inilah yang mengerek inflasi.https://narasipost.com/2022/08/25/ancaman-badai-hiperinflasi-akankah-berujung-resesi/
Kebijakan menaikkan suku bunga sebenarnya hanyalah kebijakan parsial yang tidak menyentuh akar persoalan penyebab inflasi. Dalam jangka pendek, memang kebijakan tersebut akan menurunkan inflasi. Namun, dalam jangka panjang justru akan menimbulkan kerusakan ekonomi yang lebih parah.
Karena kenaikan suku bunga, biaya produksi akan menjadi lebih tinggi sehingga harga barang dan jasa makin meningkat. Ujung-ujungnya, inflasi akan makin parah. Namun, penyelesaian masalah ekonomi secara parsial memang merupakan ciri khas kapitalisme. Solusi parsial tersebut bertujuan untuk menambal sulam kerusakan kapitalisme.
Solusi hakiki terhadap masalah inflasi sebenarnya bersifat fundamental, tetapi, tentu saja, langkah tersebut tidak akan ditempuh oleh Amerika. Karena solusi fundamental akan merobohkan kapitalisme, sesuatu yang tidak diinginkan para pendukungnya. Apa solusi fundamental tersebut?
Sistem Islam, Solusi Nyata
Untuk menyelesaikan inflasi, butuh kebijakan komprehensif di sektor riil dan moneter. Di sektor riil, Islam akan mencegah dan melarang monopoli, penimbunan, dan spekulasi migas oleh para spekulan.
Caranya adalah dengan mengembalikan migas sebagai kepemilikan umum. Maknanya, tambang migas diposisikan sebagai milik rakyat secara umum. Individu maupun korporasi dilarang menguasai sektor strategis ini.
Selanjutnya, tambang migas tersebut dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, harga migas tidak akan terkerek naik sehingga inflasi bisa dicegah.
Sistem Islam, yakni Khilafah, juga akan melarang transaksi komoditas yang bersifat spekulatif sebagaimana yang terjadi di pasar komoditas saat ini. Strategi ini akan mencegah terjadinya inflasi yang disebabkan kenaikan biaya produksi (push-cost inflation).
Sedangkan terkait disrupsi pada produksi dan distribusi komoditas pangan, Khilafah akan menyelesaikannya dengan memetakan wilayah minus dan surplus pangan. Selanjutnya, Khilafah mengomando distribusi yang efektif agar komoditas pangan bisa mengalir dari wilayah yang surplus ke wilayah minus. Hal ini mudah dilakukan Khilafah karena sifat kekuasaannya yang mengglobal, tidak dibatasi sekat negara bangsa.
Adapun di sisi moneter, Khilafah akan menghapus sistem fiat mmoney transaksi spekulatif dan ribawi (pasar modal, pasar saham, dan pasar valas), serta perbankan ribawi. Hal-hal tersebut menyebabkan ketidakseimbangan antara jumlah uang dengan jumlah barang yang berujung pada terus turunnya nilai uang dan terus naiknya harga barang-barang yang biasa disebut stagflasi.
Butuh Perubahan Kepemimpinan Global
Demikianlah solusi fundamental terhadap masalah inflasi negeri Paman Sam. Namun, solusi tersebut hanya akan bisa diterapkan oleh negara yang berasaskan Islam dan berhukum dengan syariat Islam. Sedangkan Amerika sebagai negara pengemban kapitalisme akan menolak solusi ini dan terus menjalankan solusi tambal sulam untuk menyangga bangunan kapitalisme yang sudah miring agar tidak lekas ambruk.
Lantas, solusi Islam tersebut untuk siapa? Tentu saja untuk kita, umat Islam yang ada di Indonesia, Malaysia, Timur Tengah, Afrika, Asia, dan di seluruh penjuru dunia. Tsunami inflasi ini mengglobal, semua terkena terjangan gelombangnya. Solusi yang harus diambil umat Islam bukanlah solusi tambal sulam nan merusak ala Amerika, tetapi solusi hakiki sebagaimana yang Islam berikan.
Namun, solusi tersebut tidak bisa teraplikasikan oleh negara selain Khilafah, karena untuk menerapkannya butuh kekuatan global. Sebagai contoh, untuk menghapus sistem fiat money, negara akan berhadapan dengan hegemoni lembaga keuangan internasional yaitu IMF, WTO, dan World Bank. Mereka adalah penjaga sistem fiat money.
Negara juga harus berhadapan dengan Amerika sebagai pemilik mata uang dolar yang selama ini menjadi standar mata uang dunia. Untuk bisa kuat menghadapi tekanan internasional, negara yang dimiliki umat Islam haruslah negara lintas bangsa (transnasional), yaitu Khilafah.
Khilafah akan menyatukan potensi ekonomi umat Islam di seluruh dunia sehingga bisa mewujudkan kemandirian dan ketahanan ekonomi sehingga tangguh menghadapi serangan embargo yang akan dilancarkan Amerika dan lembaga ekonomi internasional. Sistem mata uang logam (emas dan perak) akan bisa terterapkan dan efektif mencegah inflasi. Dengan demikian, kita butuh perubahan kepemimpinan, bukan hanya lokal regional, tetapi global.https://narasipost.com/2022/07/08/inflasi-melanda-kapitalisme-gagal-secara-nyata/
Wahai umat Islam, sesungguhnya agama Islam adalah agama yang benar dan memberi solusi yang benar untuk seluruh masalah manusia, termasuk masalah inflasi. Allah Swt. berfirman,
اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam.” (QS. Ali Imran: 19)
Lantas, mengapa kita masih mencari solusi dari selain Islam? Sudah selayaknya hukum Allah Swt. yang kita terapkan. Sebagaimana firman Allah Swt.,
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS Al-Maidah: 50)
Wallahu a'lam bish-shawab. []