Skema Baru Masuk Perguruan Tinggi, Solusi Kampus Korupsi?

”Kasus korupsi juga bisa terjadi karena sistem pendidikan saat ini berorientasi pada materi. Pendidikan bukan lagi menjadi wadah untuk setiap orang bisa mendapatkan haknya belajar tetapi malah jadi komoditas yang dikomersialkan.”

Oleh. dr. Ratih Paradini
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-"Ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan buta." - Albert Einstein

Tampaknya dunia pendidikan tinggi hari ini perlu merenungi kata-kata Einstein, sebab akhir-akhir ini banyak berita miring tentang dunia kampus. Padahal, kampus tempat di mana para intelektual dibentuk dan ilmu pengetahuan berkembang. Namun, seolah lumpuh diterpa beragam masalah dari rektor sampai mahasiswa yang bikin geleng-geleng kepala.

Apa yang sedang terjadi di dunia pendidikan saat ini? Rektornya korupsi, mahasiswa mengaku nonbiner dengan berani. Ironis, Rektor UNILA terkena OTT bahkan ketika mengikuti acara Pembangunan Karakter di Kota Bandung. Prof. Dr. Karomani (KRM) ditetapkan menjadi tersangka kasus suap senilai Rp5 miliar dari proses penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri Unila (news.detik.com, 21 Agustus 2022).

Buntut dari kasus ini Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan Ristekdikti segera mengambil sikap, ia memutuskan agar setiap jalur mandiri Perguruan Tinggi lebih transparan mulai dari transparansi kuota mahasiswa baru yang diterima per fakultas hingga transparansi biaya kuliah jalur mandiri.

Tak hanya itu, baru-baru ini Nadiem Makarim meluncurkan skema baru masuk PTN. Nadiem menetapkan jalur memasuki PTN melalui tiga skema, yakni seleksi berdasarkan prestasi, tes skolastik, dan tes mandiri yang diselenggarakan masing-masing PTN.

Pertama, seleksi lewat jalur prestasi akan menggantikan Seleksi Nasional Masuk PTN (SNMPTN). Dalam seleksi ini, tidak ada lagi perbedaan calon mahasiswa berdasarkan jurusan di pendidikan menengah. Jalur prestasi hanya akan menyeleksi 50 persen nilai rata-rata rapor dan 50 persen sisanya diukur dari minat dan bakat.https://narasipost.com/2022/08/30/suap-menyuap-di-ranah-pendidikan-korupsi-jadi-budaya/

Kedua, seleksi tes skolastik akan menguji kemampuan kognitif, penalaran matematika, literasi Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris. Ketiga, tes mandiri yang akan dilakukan masing-masing PTN. Nadiem berupaya seleksi mandiri dilakukan secara lebih transparan. PTN juga harus melakukan beberapa hal sebelum dan setelah seleksi mandiri (cnnindonesia.com, 9 Sep 2022).

Diakui oleh Herdiansyah Hamzah seorang peneliti dari Pusat Studi Anti-Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman Samarinda bahwa penerimaan jalur mandiri Perguruan Tinggi memang rawan korupsi. Kerawanan itu lantaran tidak adanya ukuran pasti dalam penerimaan mahasiswa jalur mandiri dan pengelolaan yang cenderung tidak transparan.

Masih menurut Herdiansyah Hamzah fungsi dari penerimaan mahasiswa jalur mandiri yang awalnya diperuntukkan bagi masyarakat miskin menjadi berubah. Kampus terlalu profit oriented dan menjadikannya sebagai arena bisnis, bukan lagi fokus pada tujuan utamanya dalam mendidik anak bangsa. Lantas apakah dengan adanya transparansi, korupsi kampus akan selesai?

Pengawasan yang baik dan adanya transparansi memang mampu menjadi salah satu upaya dalam mencegah korupsi, namun bila tidak ditunjang oleh kesadaran individu maka celah-celah untuk mendapatkan keuntungan pribadi masih bisa terjadi. Apatah lagi budaya ’bekingan orang dalam' dan jatah dosen sudah umum dialami lewat jalur mandiri. Selain itu sanksi yang tegas terhadap koruptor juga diperlukan. Sayangnya, justru beberapa koruptor baru-baru ini malah mendapatkan remisi yang membuat hukumannya justru sangat diringankan. Bicara soal sanksi dalam sistem Islam dalam masalah korupsi hukumannya adalah takzir. Bisa disita hartanya, dipenjara, dicambuk hingga dihukum mati, tergantung pada efek kerusakan yang ditimbulkan oleh korupsi tersebut (al-waie.id 2021).

Kasus korupsi juga bisa terjadi karena sistem pendidikan saat ini berorientasi pada materi. Pendidikan bukan lagi menjadi wadah untuk setiap orang bisa mendapatkan haknya belajar tetapi malah jadi komoditas yang dikomersialkan. Sejak Indonesia meratifikasi perjanjian GATS (General Agreement on Trade Service) di situlah mulainya pendidikan tinggi diliberalisasi, ketika negara tidak campur tangan memberikan subsidi, negara hanya sebatas regulator yang mengomandoi agar PT mandiri maka peluang korupsi bisa terus terjadi. Selain itu liberalisme pendidikan tinggi juga tampak dalam kurikulum yang dijalankan. Pemisahan agama dari sains dan kehidupan manusia secara keseluruhan, telah mencetak generasi yang pandai ilmu dunia, namun tidak takut berbuat dosa dan tak merasa senantiasa diawasi Allah. Akhirnya marak orang cerdas bahkan sekelas profesor ikut korupsi, sebab dari awal sistem pendidikan tidak mengintegrasikan akidah ke dalam proses pembelajaran.https://narasipost.com/2022/08/24/sistem-pendidikan-islam-lahirkan-generasi-cemerlang/

Maka bukan sekadar transparansi di Perguruan Tinggi yang diperlukan melainkan transformasi sistem pendidikan. Transformasi dengan menjadikan pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi sebagai hak rakyat yang ditanggung oleh negara, menggratiskannya agar bisa diakses oleh semua kalangan menjadikan pendidikan lebih berkeadilan bukan? Selain itu pendidikan gratis akan menutup ruang suap menyuap yang biasa terjadi. Pada era Khilafah Utsmaniyah tepatnya di masa Sultan Muhammad Al-Fatih (w. 1481 M) berkuasa, ia menyediakan pendidikan secara gratis. Di Konstantinopel, Al-Fatih membangun delapan sekolah dengan beragam fadilah mulai dari asrama siswa, lengkap dengan ruang tidur, ruang makan dan perpustakaan khusus yang dikelola oleh pustakawan yang cakap dan berilmu. Sultan Muhammad Al-Fatih juga memberikan beasiswa bulanan untuk para siswa (Shalabi, 2004).

Terdapat dua sumber pendanaan Baitulmal yang dapat dipakai untuk membiayai pendidikan, yaitu : (1) pos fai dan kharaj –yang merupakan kepemilikan negara– seperti ganimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan dharibah (pajak); (2) pos kepemilikan umum, seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan). Sedangkan pendapatan dari pos zakat, tidak dapat digunakan untuk pembiayaan pendidikan, karena zakat mempunyai peruntukannya sendiri, yaitu delapan golongan mustahik zakat (QS 9 : 60). (Zallum, 1983; An-Nabhani, 1990).

Transformasi pada isi kurikulum pendidikan juga diperlukan agar berorientasi pada pembentukan kepribadian bukan sekadar menambah gelar, hingga mampu mencetak para intelektual yang cerdas ilmu sains dan teknologi sekaligus fakih terhadap ilmu agama. Potret intelektual seperti ini yang akan terwujud dan pernah terwujud ketika sistem pendidikan Islam diterapkan dalam naungan Khilafah. Banyak ilmuan-ilmuan masyhur yang juga ahli dalam agama seperti Al-Farabi adalah seorang jenius yang menguasai 89 bahasa, ahli dalam bidang fikih, filsafat, kedokteran, sains, musik, dan puisi atau Al-Biruni salah satu tokoh matematikawan terkemuka. Beliau juga berkontribusi pada astronomi, fisika, kedokteran, sejarah dan menulis naskah-naskah tentang agama. Bahkan kegemilangan pendidikan era Islam juga diakui oleh cendekiawan Barat, Montgomery Watt berkata, “Cukup beralasan jika kita menyatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi ‘dinamo’-nya, Barat bukanlah apa-apa.”

Begitulah potret pendidikan era Khilafah, pendidikan gratis dijamin negara dan kurikulum yang berorientasi pembangunan karakter qur'ani menjadi asas pencegahan korupsi terjadi di Perguruan Tinggi. Skema baru sistem masuk PTN dengan menguatkan transparansi tidak akan benar-benar menghapuskan korupsi jika tidak dibarengi dengan transformasi sistem pendidikan saat ini menjadi sistem pendidikan Islam.
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
dr.Ratih Paradini Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Subsidi Kewajiban Negara
Next
Krisis Energi Eropa, bak 'Durian Runtuh' bagi Indonesia?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram