Sistem Rusak Melahirkan Intelektual Somplak

”Maka, gelar akademik tinggi pun tak menjamin mampu menghalau dorongan korupsi yang bersifat sistemis. Tak heran dalam negara penganut demokrasi akan banyak kita jumpai orang-orang berpendidikan maksimal, namun berakhlak minimalis. Inilah bukti, karakter generasi yang hebat tidak bisa dibangun dengan sistem demokrasi. “

Oleh. Erdiya Indrarini
(Pemerhati Publik dan Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Dunia pendidikan bagai sedang mencuci muka dengan air comberan. Seorang rektor bergelar profesor tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mirisnya, ia justru tengah menjalankan program Pembangunan Karakter. Apakah pembangunan karakter yang diberikan selama ini salah?

Prof. Dr. Karomani selaku Rektor Universitas Lampung (Unila) terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK. Ia terkena OTT KPK saat menjalankan program Pembangunan Karakter yang juga diikuti oleh para wakil rektor di Lembang, Bandung, Jawa Barat pada tanggal 17 sampai 20 Agustus 2022. Plt. Jubir KPK Ali Fikri menerangkan bahwa hingga kini, Sabtu tanggal 20, tim KPK telah mengamankan tujuh orang yang berada di Bandung dan di Lampung. Mereka ditangkap terkait dugaan korupsi suap pada penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri di Universitas Negeri Lampung. Tim penyidik disebut bergerak di Lampung dan Bandung, Jawa Barat, pada Jumat (19/8) malam. Saat ini para pihak sudah berada di gedung KPK untuk diperiksa secara intensif. (newsdetik.com, 20/8/2022)

Sungguh ironis, seperti dilansir dari fin.co.id (22/8) sebelum penangkapan itu, Karomani dikenal sangat lantang meneriakkan anti radikalisme di kampus. Dilansir dari laman resmi Unila, tahun 2020 Karomani memimpin audensi Forum Rektor dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Pada 2021, Karomani pun memimpin Forum Rektor Penguatan Karakter Bangsa (FRPKB) dan bekerja sama dengan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, juga dalam rangka melakukan pencegahan radikalisme. Profesor Karomani bahkan menekankan agar serius menangkal paham-paham intoleran, radikal serta ekstremis.

Melihat pergerakan Profesor Karomani sebelumnya, maka wajar jika setelah ia ditangkap, orang menyimpulkan bahwa siapa yang suka berteriak menuduh radikal, intoleran, anti Pancasila, juga ekstremis, maka sejatinya pelakunya dia sendiri. Mereka para koruptor yang bersembunyi di balik topeng Pancasila dan NKRI harga mati. Dari sini bisa kita simpulkan bahwa bukan radikalisme yang mesti diwaspadai. Namun, otak kapitalisme yang selalu menghalalkan segala cara termasuk sarang koruptor yang harus dibasmi. Mereka adalah orang-orang serakah, gila jabatan, dan budak dunia.

Budaya Korupsi Menyerang Institusi Pendidikan

Tak dimungkiri, kasus korupsi telah menggerogoti negeri. Seolah sudah menjadi budaya, mendarah daging pada individu bangsa tak terkecuali pada sektor pendidikan. Yaitu sebuah institusi yang justru bertugas mencetak generasi bangsa untuk menjadi generasi yang unggul dan berakhlak mulia. Nyatanya, seperti dikutip dari Cnn.com, Indonesia Corruption Word (ICW) menyatakan bahwa selama 2016 hingga 2021 saja, tak kurang dari 1,6 triliun rupiah korupsi khusus dari sektor pendidikan. Peneliti ICW, Dewi Anggraini juga mengungkapkan bahwa ada 240 kasus korupsi dalam pendidikan yang diproses penegak hukum dalam 6 tahun terakhir. Yang tidak diproses, tentu lebih banyak lagi. Padahal, betapa ngerinya konsekuensi dari perbuatan korupsi termasuk tindakan suap menyuap. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya: “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap.” (HR. Abu Dawud).

Dampak Sekularisme Pendidikan Bagi Generasi

Fakta di atas menunjukkan betapa bobroknya institusi pendidikan di Indonesia. Terbukti, 17 sampai setidaknya 22 tahun waktu yang dihabiskan untuk mengenyam pendidikan di bangku sekolah dengan biaya yang sangat mahal, hanya menghasilkan pribadi-pribadi yang korup. Pemikiran mereka sangat materialistis. Orientasi hidupnya hanya materi dan kesenangan. Visi belajar di sekolah maupun perguruan tinggi, hanya agar bisa bekerja dengan meraih kedudukan dan gaji tinggi walau kadang harus menjadi jongos bagi negara industri. Masa depan bangsa tentu tak peduli.

Praktik suap juga akan membentuk pribadi yang rakus, jauh dari nilai agama, melahirkan rasa sombong, merasa dirinya lebih mampu dan kaya, juga mematikan rasa peduli terhadap sesama maupun pada lingkungan. Selain itu, juga akan menimbulkan persaingan yang tidak fair. Yang kaya atau punya kedudukan, akan mengatur dan berkuasa sesukanya. Sedangkan yang miskin, semakin kesulitan tak berdaya.

Hal ini tentu akan berdampak pada meningkatnya kesenjangan ekonomi. Perputaran ekonomi cenderung didominasi orang-orang yang punya materi, yaitu orang-orang yang mampu menyuap dan yang bisa disuap. Kala praktik suap menjadi karakter rakyat, maka negara pun akan rapuh, mudah dikendalikan dan tidak berdaulat. Maka, jika budaya suap ini tak segera ditangani, tentu akan berdampak makin buruk baik bagi individu, masa depan generasi bangsa, maupun bagi kelangsungan bernegara.

Inilah salah satu risiko negara yang mengadopsi paham sekularisme yang merupakan anak kandung dari ideologi kapitalisme. Tak heran, karena sekularisme meniscayakan nilai-nilai agama dijauhkan dari kehidupan rakyat. Rakyat akan terbentuk menjadi materialistis. Kehidupannya habis untuk memperjuangkan materi. Standar kesuksesan dan kebahagiaan pun dilihat dari banyaknya materi. Jika sudah begitu, halal dan haram tak lagi peduli. Terbukti, institusi pendidikan yang harusnya tempat orang-orang pintar maupun para intelektual yang paham mana yang boleh dan yang tidak boleh, tapi mereka malah melakukan perbuatan yang hina, bahkan secara berjemaah. Paham sekularisme yang berasal dari ideologi kapitalisme benar-benar sudah merusak pikiran dan perasaan generasi bangsa. Pembangunan karakter yang selama ini dilakukan, akhirnya tidaklah berguna bahkan justru bahaya, karena berdasarkan fondasi yang salah.

Evaluasi Sistem Pemerintahan

Oleh karenanya, negara harus segera mengevaluasi institusi pendidikan yang saat ini sangat sekuler. Sistem pendidikan tentu berkaitan erat dengan sistem pemerintahan. Selama negara masih menggunakan sistem pemerintahan demokrasi yang sarat dengan suap dan korupsi, maka output pendidikannya adalah orang-orang yang bermental kapitalistik. Karena, baik demokrasi maupun sekularisme berasal dari induk yang sama, yakni ideologi kapitalisme. Yaitu sebuah ideologi yang mengagung-agungkan kapital atau materi. Maka, gelar akademik tinggi pun tak menjamin mampu menghalau dorongan korupsi yang bersifat sistemis. Tak heran dalam negara penganut demokrasi akan banyak kita jumpai orang-orang berpendidikan maksimal, namun berakhlak minimalis. Inilah bukti, karakter generasi yang hebat tidak bisa dibangun dengan sistem demokrasi.

Terapkan Sistem Pemerintahan yang Benar

Tak ada pilihan lain kecuali negara harus menerapkan sistem pemerintahan yang benar. Jika sistem pemerintahannya benar, maka sistem pendidikannya pun bagus. Sehingga, dari situ lahirlah generasi-generasi yang cemerlang, bertakwa, dan berakhlak mulia. Namun, hal ini hanya akan terwujud jika negara menerapkan sistem pemerintahan Islam. Karena, Islam satu-satunya agama yang memiliki sistem yang mengatur segala aspek kehidupan baik aspek individu, masyarakat, maupun dalam bernegara. Tak ada agama yang sempurna kecuali Islam. Tak ada sistem yang baik kecuali sistem Islam. Karena Islam berasal dari Tuhan, Allah Swt. Sedangkan sistem demokrasi, berasal dari ide-ide manusia dari negara Barat. Hanya Islam yang diridai-Nya. Allah Swt. berfirman yang artinya :
”Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.” (QS. Al-Ma’idah Ayat 3)

Cara Islam Memberikan Pendidikan

Tujuan utama pendidikan dalam sistem Islam adalah membangun kepribadian Islam. Yaitu berpola pikir sesuai dengan Islam, dan berbuat apa pun berdasarkan hukum-hukum Islam. Selain itu, tujuan pendidikan Islam adalah agar setiap generasi menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Sehingga, pendidikan dengan sistem Islam akan menghasilkan orang-orang yang polymat. Di samping menjadi ahli, keimanan mereka pun kukuh, sekaligus pemikiran Islamnya mendalam. Hal ini akan berpengaruh pada keterikatan setiap individu terhadap Allah dan syariat-Nya. Dampaknya, akan tercipta amar makruf nahi mungkar yang kental di tengah masyarakat. Sehingga, masyarakat akan senantiasa melakukan kontrol terhadap lingkup masyarakat itu sendiri, maupun terhadap pemerintahan.

Sejalan dengan itu, pemerintahan dengan sistem Islam pun akan senantiasa bertanggung jawab terhadap rakyat. Hal ini karena pemimpin Islam dipilih dari orang-orang yang terbaik, bukan yang menang terbanyak sebagaimana dalam demokrasi. Dalam sistem Islam, sektor pendidikan adalah salah satu hal yang paling penting untuk dipenuhi. Sehingga, negara akan mengutamakan pemenuhan pendidikan bagi setiap generasi, juga menjamin pelaksanaannya baik berupa sarana maupun prasarananya dengan kualitas terbaik, bahkan gratis. Karena, sistem Islam sangat menjunjung tinggi ilmu.

Berkenaan dengan itu, sejarah membuktikan. Pada saat sistem Islam berkuasa, di zaman kekhalifahan Abdullah Abbas Al-Ma’mun yang memimpin pada tahun 813-833 Masehi, ia terkenal sangat perhatian terhadap ilmu pengetahuan. Khalifah Al-Ma’mun pun tak segan-segan memberikan imbalan emas pada penerjemah maupun penulis buku-buku yang bermanfaat untuk kebaikan dan kemajuan. Besarnya adalah sebanyak beratnya timbangan buku-buku yang diterbitkan. Ia bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan seluas-luasnya.

Hal ini terdorong karena pemerintahan dengan sistem Islam bertanggung jawab penuh terhadap pemenuhan kebutuhan kolektif rakyatnya. Di antaranya adalah sektor pendidikan, keamanan, kesehatan, infrastruktur berupa jalan, juga birokrasi. Sektor vital tersebut akan diutamakan pengadaannya, dan digratiskan oleh pemerintah. Jika diketahui ada yang korupsi, maka pemerintah akan memberikan sanksi yang tegas, yang mampu membuat jera bagi pelaku, juga membuat ngeri bagi yang ingin melakukannya. Hal ini disandarkan pada sabda Rasulullah saw. yang artinya: ”Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan mengatur urusan rakyat, dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari & Muslim)

Oleh karenanya, hanya dengan sistem Islam kasus korupsi termasuk praktik suap mampu dicegah. Hanya dengan sistem Islam akan lahir generasi-generasi yang cemerlang, bertakwa, dan berakhlak mulia.
Wallahua’lam bish-showab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Erdiya Indrarini Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Menunggangi Pendidikan
Next
Negara Perhitungan, Dana Pensiun Menjadi Beban
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram