"Upaya penghapusan perjudian beserta pemain dan bandar akan senantiasa menemui kegagalan sebab terganjal oleh aparat korup yang melindungi aktivitas mereka."
Oleh. Ai Siti Nuraeni
(Pegiat Literasi dan Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com- Perjudian adalah tindakan yang melawan hukum di Indonesia. Meski demikian, praktik ini masih banyak dijumpai di masyarakat bahkan bentuknya semakin beragam karena perkembangan zaman dan teknologi. Maka, tidak mengherankan, beberapa waktu yang lalu Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, memerintahkan seluruh jajarannya dari Mabes hingga Polres untuk memaksimalkan upaya dalam memberantas perjudian. Sebagai bukti keseriusan, beliau juga memberikan ultimatum pada aparat dari jajaran mana pun yang menjadi "backing" usaha haram ini dengan ancaman pemecatan.
Dengan arahan ini, polisi di setiap jajaran melakukan upaya penangkapan pada bandar judi dari kaki tangan sampai bos besar. Hasilnya, di wilayah Aceh, Riau, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, sampai Nusa Tenggara Timur pihak kepolisian berhasil mengungkap puluhan sampai ratusan praktik perjudian, dari yang konvensional sampai online sekalipun. Banyak kasus yang sudah diproses di pengadilan dan ratusan orang berhasil diamankan sebagai pelaku. (Republika.co.id/21-08-2022)
Jika kita kembali pada masa kanak-kanak, saat guru atau orang-orang bertanya tentang cita-cita saat nanti dewasa, maka akan didapati banyak anak yang berkeinginan menjadi polisi. Dalam benak mereka, polisi adalah pahlawan pembasmi kejahatan yang gagah berani, juga luar biasa hebat. Selain itu, profesi sebagai aparat negara dianggap prestisius di mata publik, sehingga lulusan sekolah menengah atas yang berminat masuk kepolisian begitu banyak jumlahnya. Setiap syarat yang diberlakukan berusaha untuk dipenuhi sekalipun harus mengeluarkan banyak usaha atau materi.
Sayangnya, beberapa tahun belakangan lembaga kepolisian mulai mendapat cap negatif dari masyarakat, hal itu karena adanya oknum polisi yang melakukan pungli atau korupsi seperti pada fenomena "Cicak vs Buaya". Belum lagi keberpihakan polisi pada pihak yang berkuasa atau banyak harta membuat mereka tak dianggap netral dalam menangani kasus kejahatan. Apalagi sifat arogan oknum polisi yang berani menodongkan senjata, menganiaya, bahkan menghilangkan nyawa rakyat biasa karena sentimen pribadi, semakin membuat rakyat jengah.
Maka, pantas saja jika masyarakat kurang memberikan apresiasi atas pencapaian institusi kepolisian belakangan ini, karena mereka menilai bahwa upaya mereka menangkap para pelaku bisnis perjudian bukan murni dorongan tanggung jawab mereka sebagai penegak hukum, melainkan sekadar mengembalikan nama baik kepolisian di mata publik yang kadung tercemar akibat ditangkapnya Irjen Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana kepada Brigadir J. Dalam penyelidikan yang dilakukan, muncul dugaan bahwa Ferdy beserta petinggi kepolisian yang lain telah menjadi "backing" bisnis judi.
Jika kita perhatikan lagi, sistem demokrasi-kapitalistik yang diterapkan dalam politik di negeri ini telah membuat rakyat tidak percaya hukum dan lebih memilih pengadilan jalanan. Muruah penegak hukum pun jatuh karena ketidakmampuan mereka dalam menjalankan sistem peradilan di negeri. Hal itu disebabkan individu dalam sistem ini jauh dari keimanan sehingga tidak takut berbuat dosa bahkan melindungi kejahatan sekalipun.
Upaya penghapusan perjudian beserta pemain dan bandar akan senantiasa menemui kegagalan sebab terganjal oleh aparat korup yang melindungi aktivitas mereka. Aparat yang mem- backing -i perjudian akan senantiasa ada seperti lumut di musim hujan karena lingkup kerjanya memang sebuah lahan basah yang memungkinkan terjadinya suap. Dengan demikian, aparat yang berpikir materialis tidak akan segan mengambil peluang ini untuk memperkaya diri meski dengan jalan melindungi bisnis haram.
Penangkapan aparat yang menyalahgunakan wewenang yang selama ini dilakukan juga tidak memberikan rasa takut bagi aparat lain untuk melakukan hal yang sama. Sebab bukan rahasia umum lagi, aparat yang punya kekuasaan dan harta akan senantiasa mendapat keringanan hukuman, bahkan kenyamanan saat ditahan. Faktor-faktor ini membuat potensi ada aparat lain yang melakukan kejahatan yang sama terus bermunculan namun dengan cara lebih rapi.
Selanjutnya, apabila melihat kinerja kepolisian di era kapitalis ini kita akan mendapati bahwa upaya mereka hanya dilakukan secara insidental semata, hanya menunggu ada kasus perjudian yang terjadi atau laporan dari masyarakat yang sudah merasa resah. Sistem ini tidak bisa mencegah sedari dini masyarakat agar tidak terjerumus pada perjudian. Ini semua adalah batu sandungan yang membuat pembasmian penyakit masyarakat seperti perjudian selalu menemukan kebuntuan.
Untuk keluar dari kebuntuan ini, hanya Islamlah yang bisa diharapkan sebagai solusi. Aturannya yang sempurna telah terbukti menjaga rasa aman dan ketertiban di masyarakat selama belasan abad yang lalu. Hal itu karena Islam telah menerapkan solusi preventif serta kuratif dalam memberantas perjudian dari akarnya.
Adapun solusi preventif itu dilakukan dengan membangun keimanan pada individu, masyarakat sampai tingkat negara. Dengan demikian setiap lapisan akan memahami bahwa berjudi adalah sebuah perbuatan yang dilarang dalam agama sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an yang artinya:
"Sesungguhnya (minuman) khamar (arak/memabukkan), berjudi (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (QS Al-Maidah: 90)
Dengan landasan keimanan terhadap ayat ini, masyarakat tidak akan berani untuk berjudi dan aparat yang mendukung praktik perjudian pun otomatis tidak akan dijumpai. Namun, jika dijumpai masih ada masyarakat yang melakukan dosa ini dan terdapat aparat yang menutup-nutupinya negara dalam Islam akan memberikan tindakan tegas dengan hukuman yang pantas. Hukuman juga akan disesuaikan dengan tingkat kejahatan dan kerusakan yang dilakukan. Hal itu dilakukan agar pelaku merasa jera dan masyarakat lain tidak tergerak untuk melakukan kesalahan yang sama.
Namun, kedua upaya ini tidak akan berjalan dengan baik jika hanya diterapkan dalam satu bidang saja seperti dalam hukum, namun harus diterapkan dalam setiap aspek kehidupan masyarakat dan negara. Dengan demikian kehidupan yang aman dan tertib benar-benar bisa diwujudkan dengan gemilang.
WaLlaahua a'lam bish shawaab.[]