“Terkait kasus suap yang dilakukan oleh rektor Unila, tidak memungkiri bahwa praktik suap telah mendarah daging di institusi pendidikan. Jika satu kasus diusut, bukan tidak mungkin kasus serupa akan di dapatkan dari perguruan tinggi lain.”
Oleh. Ira Rahmatia
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Dakwah Nisa Morowali)
NarasiPost.Com-Korupsi menjadi permasalahan yang tak henti-hentinya terjadi di Indonesia. Bahkan, sektor pendidikan yang dianggap suci dan notabenenya tempat orang-orang berilmu kini menjadi sarang para koruptor.
Dilansir dari CNN Indonesia, seorang rektor di Universitas Lampung (Unila) yakni Prof. Karomani terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK. OTT ini terjadi karena rektor tersebut terjerat kasus dugaan suap penerimaan calon mahasiswa baru tahun 2022.
Pihak kampus sendiri menyatakan bahwa seleksi penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri Unila prosesnya tidak transparan, yang akhirnya KPK menetapkan empat tersangka yakni Karomani selaku Rektor, Heryandi selaku Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila, Muhammad Basri selaku Ketua Senat Unila, dan Andi Desfiandi dari pihak swasta. (21/8/2022)
Dalam aksinya, Rektor tersebut memerintahkan HY dan Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Unila Budi Sutomo, serta melibatkan MB untuk turut serta menyeleksi secara personal terkait kesanggupan orang tua mahasiswa. Apabila ingin dinyatakan lulus, orang tua calon mahasiswa dapat dibantu dengan menyerahkan sejumlah uang, selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme pihak universitas. Tak tanggung-tanggung jumlah suap dari setiap calon mahasiswa dipatok mulai 100 hingga 350 juta rupiah. (Republika.co.id, 22/8/2022)
Dunia Pendidikan sebagai Ladang Korupsi
Dalam laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang berjudul “Pendidikan di Tengah Kepungan Korupsi 2021,” dunia pendidikan masuk ke dalam 5 sektor korupsi terbesar di Indonesia. ICW menyebutkan sepanjang Januari 2016 hingga September 2021 terdapat 240 korupsi di dunia pendidikan yang ditindak aparat penegak hukum (APH). Kasus yang telah ditindak oleh APH ini terjadi pada tahun 2007 hingga 2021 yang kemudian menimbulkan kerugian negara sebesar Rp1,6 triliun. ICW pun meyakini, kerugian negara jauh lebih besar dari nilai tersebut sebab terdapat kasus yang hingga kajian ini disusun belum diketahui besaran kerugian negaranya.
Dari fakta di atas, menunjukkan bahwa dunia pendidikan saat ini sedang tidak baik-baik saja, perlu pembenahan secara menyeluruh dari kurikulum hingga sistem pendidikan.
Terkait kasus suap yang dilakukan oleh rektor Unila, tidak memungkiri bahwa praktik suap telah mendarah daging di institusi pendidikan. Jika satu kasus diusut, bukan tidak mungkin kasus serupa akan didapatkan dari perguruan tinggi lain.
Faktanya memang bahwa, kita sering mendengar di perguruan tinggi dengan jurusan elite seperti kedokteran ada yang membuka jasa ‘masuk lewat jendela.’ Dari kasus ini, menunjukkan rumor tersebut memang benar dan itu menjadi aib dunia pendidikan.
Sekularisme Mencetak Pribadi Materialistis
Besarnya peluang kapitalisasi dalam dunia pendidikan memang sangat besar, sebab biaya pendidikan yang kian mahal menjadi beban tersendiri bagi mahasiswa maupun orang tua. Setelah lulus, sebagian orang akan mencari cara mengumpulkan kembali dana yang dihabiskan saat kuliah dahulu. Hal ini sejalan dengan mindset masyarakat saat ini, bahwa orang memandang manusia dengan harta, harkat, dan jabatan. Untuk bekerja atau masuk ke instansi elite dan memiliki kekuasaan pastinya membutuhkan gelar akademis. Situasi inilah yang dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah.
Sistem kapitalisme sekuler saat ini, mendukung setiap orang untuk memiliki harta sebanyak-banyaknya, walau tak memperhatikan lagi apakah halal atau haram. Yang penting, ada keuntungan yang bisa diperolehnya, bermanfaat bagi dirinya walaupun merugikan dan menzalimi orang lain.
Karakter Antikorupsi
Saat rektor tersebut ditangkap, mirisnya saat ia mengikuti program pembangunan karakter. Kasus ini sejatinya membuka mata kita lebar-lebar bahwa ini mengindikasikan kegagalan pembentukan antikorupsi, bahkan di lingkungan kampus yang dianggap sebagai pusat intelektual.
Jika ditelisik lebih dalam, sejatinya antikorupsi tidak dapat bangun hanya dari pelatihan berbasis sekuler (pemisahan aturan agama dari kehidupan) yang tidak diiringi oleh perubahan sistem. Sistem yang dibutuhkan hanyalah Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunah.
Revolusi Mental dan Kepribadian
Jika sekelas rektor saja melakukan tindakan korupsi penerimaan suap, lalu figur mana lagi yang kiranya mahasiswa saat ini bisa teladani? Hal ini jauh berbeda dengan gambaran sistem pendidikan dalam Islam.
Pendidikan dalam Islam akan melahirkan orang-orang yang kuat, cerdas dan berkepribadian Islam. Pola pikir (aqliyah) dan pola sikapnya (nafsiyah) akan dibentuk sesuai nilai-nilai Islam. Sebab, landasannya berbasis akidah Islam. Bukan akidah yang lain seperti sekularisme atau sosialisme yang hanya mengharapkan materi semata.
Maka, tidak bisa dimungkiri, untuk perbaikan sistem pendidikan, dibutuhkan peran negara. Negara tidak boleh hanya sebatas regulator dan memberikan hak sepenuhnya kepada pihak kampus untuk menentukan arah pendidikan yang disongsongnya. Revolusi mental dan kepribadian ini hanya mampu diraih ketika kita kembali pada satu persatuan yang hakiki dalam naungan Daulah Khilafah.
Khilafah Cegah dan Berantas Korupsi
Rasuah atau suap hukumnya haram dalam Islam walau diperoleh sebagai istilah hadiah, hibah atau tanda terima kasih. Sebab, setiap perolehan apa saja di luar gaji dan dana resmi terkait dengan jabatan atau pekerjaan merupakan harta ghulul (korupsi).
Dalam salah satu hadis, Rasulullah saw. bersabda:"Allah melaknat penyuap dan yang disuap dalam urusan hukum". (HR. Tarmizi)
Adapun sanksinya dalam Islam berupa hukum takzir yang keputusannya diserahkan kepada qadhi atau hakim. Bisa berupa denda, penyitaan barang, cambuk, publikasi di depan umum, hingga hukuman mati, tergantung berat kejahatannya. Sanksi ini tidak hanya menimbulkan efek jera bagi pelaku, namun sekaligus sebagai penebus dosa.
Selain sanksi, Islam juga menerapkan langkah-langkah preventif agar hal seperti ini tidak terjadi. Salah satu caranya ialah, setiap muslim wajib melaksanakan amar makruf nahi mungkar. Adanya kewajiban ini akan menjaga setiap individu dari perbuatan yang dilarang syariat, termasuk suap dan korupsi.
Adanya kewajiban ini dengan sendirinya akan mencetak individu yang bertakwa, yang selalu merasa diawasi oleh Allah Swt., sehingga apa pun jabatannya ia akan amanah dalam mengemban tugas. Ia tidak akan goyah dengan iming pundi-pundi rupiah, dengan kemewahan harta. Ia akan selalu merasa takut, bahwa tindakan buruk yang dilakukannya akan mendapat murka dari Allah Swt.
Demikianlah, jika aturan Islam diterapkan dalam kehidupan. Sistem Islam dalam naungan Khilafah mampu mencetak manusia yang beradab, mulia, dan bertakwa. Pun melahirkan generasi penerus yang tidak terbuai oleh materi semata melainkan menjadikan diri sebagai hamba Allah Swt. yang taat hingga akhir hayat.
Wallahu a’lam bisshowab[]
Masya Allah, Islam memang solusi terbaik setiap permasalahan umat