Mantan Koruptor Jadi Dewan Rakyat, Bagaimana Nasib Masa Depan Negara?

"Sistem demokrasi yang diagungkan dan diyakini masih bisa diperbaiki, nyatanya saat ini malah kembali memberikan peluang para koruptor untuk menjadi makhluk kosmopolitan. Wajar jika sistem ini sangat didukung dan disukai oleh para korporasi, sebab sistem yang lahir dari asas sekularisme malah memberikan ruang dan kesempatan untuk mereka bermain dengan kepentingan demi menghasilkan materi."

Oleh. Mariam
(Kontributor Narasipost.com)

NarasiPost.Com- Keputusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 30 P/HUM/2018 mengizinkan bahwa mantan narapidana kasus korupsi atau napi koruptor boleh untuk mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg) pada pemilu 2024 mendatang. Alasan yang paling mendasar adalah tentang hak asasi manusia dan tumpang tindih peraturan. MA berpendapat bahwa larangan eks napi ini bersinggungan dengan pembatasan HAM, terutama dalam hak politik warga negara untuk dipilih dan memilih. Nantinya pemilu serentak pada tahun 2024 akan merujuk pada Pasal 240 Ayat (1) UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017. Karena dalam pasal tersebut tidak ada secara khusus larangan terhadap mantan koruptor jadi calon anggota legislatif. (CNNIndonesia.com, 24/8/2022)

Keputusan ini mengakibatkan ramai masyarakat yang menolak atas tindakan tersebut. Pasalnya, mantan koruptor itu dikhawatirkan akan melakukan hal serupa yang dapat merugikan uang negara dan menambah kesulitan masyarakat. Warga berharap agar keputusan dalam undang-undang tersebut dapat segera direvisi, karena menilai masih banyak orang yang jujur dan bersih untuk dijadikan calon legislatif bukan mantan napi koruptor yang sudah jelas citra dan nama baiknya dalam pandangan masyarakat sudah rusak. (CNNIndonesia.com, 26/8/2022)

Praktik Korupsi Yang Menggurita di Indonesia

Ketua Umum Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (DM-PIM), Prof. Din Samsudin, menegaskan bahwa selama praktik korupsi masih menjalar di berbagai lapisan sendi – sendi negara, maka Indonesia tidak akan pernah disebut sebagai negara maju. Karena hal ini merupakan cerminan penyelenggara negara yang tidak bersungguh-sungguh dalam memberantas rasuah di tanah air. Maka, pantas jika kasus korupsi disebut extraordinary crime against the state,extraordinary crime against the people (kejahatan luar biasa terhadap negara, kejahatan luar biasa terhadap rakyat) karena memang dampak yang ditimbulkan sangat merugikan negara dan berimbas kepada masyarakat. Jadi, mana mungkin penjahat yang telah merugikan semua pihak diberikan kesempatan kedua untuk kembali mencalonkan diri menjadi pejabat bahkan wakil rakyat dengan dalih hak asasi manusia.

Meskipun praktik korupsi dilakukan per individu, namun sebenarnya kejahatan ini bersifat sistemis. Artinya, memang kejahatan ini subur karena didukung oleh sistem yang ada. Munculnya kasus-kasus korupsi ini sangat berkaitan dengan para cukong politik atau investor yang selalu bermain pada setiap momen pemilihan politik dan pejabat negara termasuk anggota dewan dan kepala daerah. Cukong-cukong politik ini tidak lain adalah para konglomerat yang mempunyai kepentingan untuk mengintervensi proses pemilihan karena memang ada kebutuhan akan keberlangsungan bisnis-bisnis yang mereka punya dari kekuasaan. Merekalah yang memasok kebutuhan dana partai politik dan para pemburu kursi parlemen yang bertarung di ajang-ajang pemilihan pesta politik.https://narasipost.com/2022/09/10/mantan-napi-koruptor-jadi-caleg-kredibilitas-negara-dipertanyakan/

Inilah memang realita penerapaan kekuasaan dalam sistem demokrasi yang meniscayakan kolaborasi penguasa dan pengusaha (korporatokrasi) dan menjalin hubungan simbiosis mutualisme untuk memberikan penguasa kursi kekuasaan dan kebijakan yang bisa menguruskan dan membantu monopoli pengusaha.

Negeri ini memang tidak akan pernah maju, karena sejak awal telah salah dalam memilih langkah penerapan sistem yang diberlakukan untuk mengatur pembendaharaan negara. Sistem demokrasi yang diagungkan dan diyakini masih bisa diperbaiki, nyatanya saat ini malah kembali memberikan peluang para koruptor untuk menjadi makhluk kosmopolitan. Wajar jika sistem ini sangat didukung dan disukai oleh para korporasi, sebab sistem yang lahir dari asas sekularisme malah memberikan ruang dan kesempatan untuk mereka bermain dengan kepentingan demi menghasilkan materi.

Paham sekuler yang melahirkan liberalisme, membuat aturan yang berlaku tidak jelas standarnya dan syarat dengan berbagai kepentingan. Sistem yang menistakan aturan agama dalam kehidupan menjadikan mekanisme demokrasi sebagai pembuatan aturan dan jalan untuk memuluskan kepentingan terutama bagi mereka yang telah di sokong dana banyak dan akhirnya bisa duduk di kursi kekuasaan.

Jalan Keluar Problematika Korupsi

Maka, jalan keluar yang perlu ditempuh bukan hanya memangkas kasus korupsi, karena praktik masalah ini hanyalah masalah cabang yang terus berulang. Inti dan akar permasalahannya ada pada sistem yang diterapkan saat ini, yakni demokrasi sekuler. Negeri ini akan bisa menjadi negara maju jika meninggalkan sistem demokrasi yang bukan dari aturan Allah Swt. melainkan dari aturan yang dibuat manusia demi kepentingan pribadi. Dan menerapkan sistem yang berlandaskan Al-Qur’an dan Assunah yakni sistem Khilafah Islamiah yang telah membuktikan dalam rekaman jejak sejarahnya dapat mengatasi setiap problematika kehidupan, baik dari segi politik, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya.

Dalam sistem Islam, haram hukumnya melakukan korupsi, suap dan kecurangan, mereka akan mendapatkan sanksi yang tegas. Hukuman yang keras ini bisa berupa publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati. Iniah cara yang dilakukan Khilafah dalam membuat jera perilaku korupsi dan mengantisipasi agar tidak ada lagi orang yang melakukan perbuatan serupa, bukan malah dikembalikan menduduki jabatan dan berkuasa.

Praktik perolehan kekuasaan dalam sistem Islam berasal dari umat, artinya Khalifah bisa berkuasa atau diberhentikan sesuai dengan keinginan umat menurut standar syariat. Adapun kedaulatan hukum yang diterapkan berdasarkan hukum syarak artinya penguasa tidak dapat membuat hukum sesuai kehendaknya pribadi, karena pembuat hukum itu mutlak berdasarkan aturan Allah Swt. Inilah salah satu mekanisme dalam negara Khilafah, agar negeri tidak dikendalikan oleh para korporat yang ingin berkuasa dan menjadikan orang-orang jahat yang merugikan banyak orang bisa dengan mudah kembali menduduki kursi kekuasaan.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Mariam Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Kritik Berujung Bui dan Robohnya Mitos Demokrasi Arab Saudi
Next
Negara Perisai Rakyat Bukan Perisa Rasa
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram