Konversi Kompor LPG ke Kompor Listrik, Bukan Disambut Baik Malah Membuat Panik

"Solusi membagikan kompor listrik kepada masyarakat pada saat ini sangatlah kurang tepat. Karena hal ini tidak akan meringankan beban masyarakat, justru akan menambah beban yang semakin berat."

Oleh. Isty Da’iyah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com- Saat ini pemerintah kembali meluncurkan kebijakan yang menuai pro dan kontra bagi kalangan masyarakat. Setelah menaikkan harga BBM, kini diluncurkan program konversi kompor LPG ke kompor listrik. Berkali juga, kebijakan diambil pemerintah karena alasan kekurangan dana pembiayaan untuk negara. Namun, di sisi lain pemerintah justru tidak mau berhemat pada efisiensi gaji pejabat tinggi dan anggota dewan terhormat.

Hal ini jelas membuat masyarakat semakin geregetan dengan kebijakan yang tengah diluncurkan. Meskipun konversi kompor LPG ke kompor listrik ini ada kelebihan dan kekurangannya, namun karena kurangnya sosialisasi dan waktu yang kurang tepat, maka hal ini semakin menimbulkan polemik di masyarakat. Bahkan penolakan terjadi di mana-mana.

Dilansir dari katadata.co.id yang mewartakan, secara berkala pemerintah akan menarik LPG 3 kg, dan menggantinya dengan kompor listrik. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT. PLN akan membagikan paket kompor listrik induksi secara gratis kepada masyarakat di beberapa daerah.

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menjelaskan bahwa telah disiapkan program konversi tahun depan yang menyasar pada 5 juta keluarga penerima manfaat. Pembagian paket kompor tersebut terdiri dari satu unit kompor induksi dengan dua tungku masak yang berdaya 1000 watt, dan dua unit utensil berupa panci dan wajan, serta modul internet. (Katadata.co.id, 13/9)

Usulan mencabut keberadaan subsidi LPG 3 kg ini datang dari Badan Anggaran (Banggar) DPRD. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi kelebihan supply listrik yang membebani keuangan negara.

Ketua Banggar DPRD RI, Said Abdullah, mengatakan oversupply listrik domestik berpotensi terus membengkak seiring masuknya pasokan dari energi baru dan terbarukan. Inilah yang menimbulkan beban keuangan negara karna pemerintah tetap menanggung oversupply tersebut (kata data.id 13/9).

Dari fakta di atas, konversi kompor gas ke kompor listrik ini, menurut pemerintah adalah untuk menghemat pengeluaran negara atas kebutuhan energi masyarakat. Pemerintah ingin agar subsidi untuk pengeluaran energi bisa dikurangi. Namun, dalam kenyataannya karena kurang sosialisasi yang baik, hal ini justru membuat masyarakat menjadi panik.

Masyarakat Semakin Panik

Ketika ekonomi masyarakat kecil sedang dalam kondisi sulit akibat semua harga merangkak naik, ditambah rasa sakit hati masyarakat kepada pemerintah akibat jeritan penolakan kenaikan BBM tidak didengar, kebijakan konversi kompor LPG ke kompor listrik pun menuai banyak kritikan pedas. Apalagi alasan yang dikeluarkan pemerintah bukan murni untuk membuat kemudahan masyarakat.

Karena konversi kompor ini jelas untuk meringankan beban PLN yang disebabkan oleh oversupply listrik. Namun, akan menambah beban hidup masyarakat. Sebab persoalannya bukan pada masyarakat mampu membeli kompor listrik atau tidak. Akan tetapi beban biaya yang dikeluarkan untuk membayar tagihan listriknya. Karena beban biaya listrik di negeri ini terbilang mahal, belum lagi ketika terjadi kenaikan tarif dasar listrik.

Sehingga solusi membagikan kompor listrik kepada masyarakat pada saat ini sangatlah kurang tepat. Karena hal ini tidak akan meringankan beban masyarakat, justru akan menambah beban yang semakin berat.

Belum lagi pelaku UMKM dan pelaku usaha lainnya, juga akan dirugikan. Sehingga ini bukanlah solusi untuk saat ini, karena harga listrik masih tinggi. Masyarakat seolah hanya dijadikan tumbal untuk membantu PLN yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara.
Oleh karena itu, konversi kompor LPG ke kompor listrik atau induksi, akan memiliki dampak yang serius terhadap kehidupan masyarakat kecil pada umumnya. Hal ini harusnya bisa dibaca oleh para pembuat kebijakan.

Perlu kesiapan dari kondisi ekonomi masyarakat, sosialisasi, dan waktu yang tepat untuk melakukannya. Jangan karena satu perusahaan rugi, masyarakat banyak yang harus ikut menanggungnya. Karena ketika pembagian kompor listrik ini penggunaan dimaksudkan untuk bisnis bukan kemaslahatan, pasti rakyat yang akan dirugikan.

Perlu Sosialisasi yang Tepat

Menggunakan teknologi, sebagaimana menggunakan kompor listrik memang tidak ada salahnya. Ada kelebihan dan kekurangan yang akan didapatkan. Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian bagi pemerintah dalam membuat kebijakan. Jangan atas nama teknologi, dan efisiensi hak masyarakat diabaikan.

Sebenarnya, jika tujuan yang dikemukakan oleh pemerintah adalah untuk kemaslahatan masyarakat dan didukung dengan kemampuan pemerintah dalam memanajemen kelistrikan, dalam artian bisa menyediakan listrik murah dan mencukupi untuk semua kalangan, maka konversi kompor ini bisa diterima masyarakat dengan baik. Karena sebenarnya semua orang juga menginginkan teknologi yang tepat guna dan efisien.

Jika pemerintah fokus kepada kemaslahatan rakyatnya, bukan kepada korporasi dan liberalisasi kelistrikan, seharusnya ada beberapa hal yang perlu di sosialisasikan ke masyarakat mengenai kompor listrik tersebut.

Seharusnya sosialisasi kompor induksi ini, dilakukan pemerintah dengan benar dan di saat yang tepat, di antaranya yang bisa dilakukan adalah:

Pertama, menjelaskan kepada masyarakat luas bahwa LPG merupakan bahan bakar impor yang harganya sangat fluktuatif dan bisa menambah membengkaknya pengeluaran negara. Sehingga diperlukan energi alternatif yang lebih murah, yang bisa mengurangi pengeluaran APBN dalam bentuk subsidi energi. Selain itu, jika konsumsi LPG dikurangi, maka secara otomatis juga akan mengurangi konsumsi BBM.

Kedua, pemerintah sebelum meluncurkan program teknologi kompor listrik, seharusnya sudah menyiapkan pembiayaan yang murah untuk tarif listriknya. Sehingga masyarakat tidak merasa terbebani dengan konversi kompor LPG ke kompor listrik ini. Harus ada komitmen dari pemerintah kepada rakyatnya untuk menyediakan listrik yang murah.

Ketiga, perlu perencanaan yang matang dengan melibatkan banyak pihak. Karena tujuannya adalah untuk kemaslahatan masyarakat luas, bukan segelintir pengusaha kelistrikan dan pemodal.

Keempat, menyiapkan masyarakatnya untuk siap menerima teknologi sebagai upaya untuk menghemat energi yang berbahan bakar minyak.

Jika langkah-langkah di atas dilakukan oleh pemerintah, sebelum meluncurkan program konversi kompor LPG ke kompor listrik, maka kemungkinan besar masyarakat akan bisa menerimanya.

Akibat Liberalisasi Energi

Namun, sepertinya langkah-langkah tersebut akan sulit dilaksanakan, selama pemerintah masih dalam lingkaran sistem ekonomi kapitalis liberal. Sebuah sistem ekonomi yang hanya berpihak kepada para pemilik modal.

Sebagaimana diketahui, saat ini kepemilikan usaha PT. PLN tidak murni dikuasai negara. Tapi kelistrikan negara ini sudah melibatkan pihak swasta. Karena sejak Undang-Undang Kelistrikan Nomor 20 Tahun 2002 disahkan, maka proses bisnis PT. PLN menjadi beberapa usaha yang bisa melibatkan perusahaan swasta. (MMC 22/9).

Melalui proyek swastanisasi atau liberalisasi kelistrikan, maka orientasinya adalah keuntungan. Oleh karena itu, wajar saja jika PLN tidak berpihak kepada rakyat. Hal ini telah terbukti dengan fakta yang terjadi saat ini.

Konvensi energi karena kelebihan supply listrik ini adalah karena akibat kerja sama dengan Pembangkit Listrik Swasta (PLS), sehingga rakyat yang menjadi korbannya. Rakyat harus dibebani biaya tagihan listrik yang tinggi. Padahal batu bara yang digunakan untuk menghidupkan listrik adalah milik rakyat semua. Namun, akibat liberalisasi tambang batu bara, rakyat juga yang menderita.

Bisa dipastikan eksploitasi batu bara akan terjadi besar-besaran oleh para kapitalis, tanpa melihat efek jangka panjangnya. Karena memang demikianlah watak dari kapitalis liberal.

Islam Mengatur Energi Kelistrikan

Islam adalah agama dan sistem yang sempurna, sebab berasal dari Pencipta dan Pengatur alam semesta, Allah Ta’ala. Dalam syariat Islam, listrik termasuk sarana dan prasarana yang merupakan hajat hidup orang banyak, dan masuk dalam kategori kepemilikan umum. Sumber energi yang digunakan untuk membuat listrik juga berasal dari tambang batu bara yang masuk ke dalam kepemilikan umum. Haram hukumnya dikuasai oleh individu atau swasta. Apalagi sampai ada eksploitasi besar-besaran.

Listrik merupakan bahan energi yang termasuk dalam kategori api. Sehingga pemanfaatannya haruslah bisa dinikmati oleh semua masyarakat umum, tanpa membedakan kaya atau miskin.

Sebagaimana hadis Rasulullah saw. “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, pandang rumput, air dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Dalam Islam, individu atau swasta dilarang untuk memiliki atau mengelola bahan kepemilikan umum. Sehingga pengelolaan listrik dikembalikan kepada negara sebagai pengatur yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan asasi rakyatnya. Jika rakyat harus dikenakan biaya tarif listrik, maka hanya dibolehkan untuk mengganti biaya operasional dengan harga yang tidak memberatkan.

Dalam Islam, negara sebagai pengatur urusan umat, negara bisa mengambil beberapa kebijakan terkait kelistrikan. Misalnya, dengan mengelola sumber bahan baku listrik (pembangkit), seperti batu bara, migas, dan lainnya sehingga bisa menekan biaya operasionalnya. Negara bertanggung jawab membangun prasarana pembangkit listrik yang memadai. Negara harus mendistribusikan pasokan listrik secara adil. Menyalurkannya kepada rakyat secara merata dengan harga yang murah.

Oleh karena itu, adanya suatu pemerintahan yang amanah amatlah penting dalam keberlangsungan proses kehidupan bermasyarakat. Fungsi negara ibarat kepala atau otak dalam tubuh. Setiap kebijakan yang dikeluarkan harusnya untuk menjaga keberlangsungan sistem yang ada, bukan malah membuat sengsara anggota tubuh yang lainnya. Sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalis sekuler. Kebijakan yang dikeluarkan cenderung menyakitkan bagi sebagian besar masyarakat.

Sehingga sebagai umat terbesar di negeri ini, sudah saatnya menjadikan Islam sebagai solusi atas segala permasalahan yang ada saat ini. Karena hanya dengan penerapan Islam kaffah di segala lini kehidupan, masalah yang datang silih berganti akan menemukan sebuah solusi hakiki yang akan mendapat rida Allah Swt.

Wallahu’alam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
isty Daiyah Kontributor NarasiPost.Com & Penulis Jejak Karya Impian
Previous
Dari Minyak Tanah, LPG, hingga Kompor Listrik, Pemerintah Kehabisan Taktik?
Next
Hubungan Turki-Israel Kembali Mesra di Saat Gaza Membara
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bundanya aiman
bundanya aiman
2 years ago

Masyaallah, barakallah. listrik murah adalah impian semua masyarakat. semoga segera terwujud

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram