"Inilah karut- marut konsep pengelolaan peternakan pada sistem kapitalisme neoliberal yang memberi peluang pada perusahaan-perusahaan raksasa untuk menguasai negeri ini. Mereka memperoleh keuntungan dari bidang peternakan sebagai penyedia bibit, menjadi produsen pakan ayam, hingga menjadi pemilik peternakan-peternakan. Sementara pemerintah, yang seharusnya melindungi peternak kecil, justru membiarkan ketimpangan ini semakin menggurita."
Oleh. Irma Faryanti
(Kontributor NarasiPost.Com dan Member Akademi Menulis Kreatif)
NarasiPost.Com- Beberapa pekan terakhir harga telur melambung tinggi. Sejak 8 Agustus 2022 di tingkat peternak berada pada kisaran Rp23.300-23.900. Keesokan harinya naik menjadi Rp25.500-24.900. Dan hari setelahnya pun sempat mencapai Rp26.000-26.700 per kg. Pada tanggal 20 Agustus 2022 harganya meroket menjadi Rp27.300-28.800. Ini baru pada tahap peternak telur, di pasar dan warung-warung bisa menembus Rp33.000 per kg. (Kompas.com, 26 Agustus 2022)
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, menyebut bahwa kenaikan harga telur disebabkan oleh adanya bantuan sosial (bansos). Hal tersebut diungkapkan saat melakukan pemantauan harga dan ketersediaan bahan pokok di Pasar Raya, Padang Sumatera Barat. Menurutnya, permintaan telur ayam dari Kementerian Sosial membuat demand (permintaan) semakin tinggi hingga berdampak pada kenaikan harga.
Berbeda dengan Mendag Zulhas, Bhima Yudhistira selaku Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), menyatakan bahwa kenaikan ini disebabkan oleh naiknya harga pakan ternak seperti jagung dan gandum di pasar internasional yang melonjak 19% dibanding tahun 2021. Selain itu masalah distribusinya pun masih terkendala akibat kurangnya pasokan dari Ukraina yang tengah berkonflik dengan Rusia.
Lebih lanjut, Bhima menyatakan bahwa pemerintah harus mewaspadai kenaikan telur ayam ini karena dapat berpengaruh pada inflasi dan harga bahan pangan pun semakin merangkak naik. Ia pun menyarankan pada pemerintah untuk memastikan agar tidak ada spekulan yang akan memanfaatkan situasi ini. Selain itu, rantai pasok dari peternak ke konsumen juga harus tetap diawasi. Karena jika dibiarkan, kenaikan harga telur bisa menyebabkan meningkatnya garis kemiskinan.
Inilah karut- marut konsep pengelolaan peternakan pada sistem kapitalisme neoliberal yang memberi peluang pada perusahaan-perusahaan raksasa untuk menguasai negeri ini. Mereka memperoleh keuntungan dari bidang peternakan sebagai penyedia bibit, menjadi produsen pakan ayam, hingga menjadi pemilik peternakan-peternakan. Sementara pemerintah, yang seharusnya melindungi peternak kecil, justru membiarkan ketimpangan ini semakin menggurita. Bahkan jumlah peternak yang semula mencapai 2,5 juta, kini tersisa hanya ratusan ribu orang saja. Negara seharusnya menjalankan perannya terhadap rakyat, tidak cukup sekadar menjadi regulator bahkan fasilitator bagi perusahaan-perusahaan yang kehadirannya bisa mematikan usaha peternak kecil. Alih-alih mewujudkan kedaulatan pangan, negara justru bergantung pada impor.
Demikianlah rusaknya pengelolaan dalam kendali kapitalisme. Berbeda dengan Islam, sistem ini menjadikan kestabilan harga pangan sebagai sesuatu yang sangat penting untuk pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Negara harus hadir untuk mengatur ketersediaannya mulai dari produksi distribusi hingga impor, agar terjadi keseimbangan antara supply (penawaran) dan demand (permintaan).
Rantai usaha pertanian pun harus dipastikan sesuai mekanisme pasar yang berjalan sehat dan baik. Oleh karenanya distorsi pasar, penimbunan, permainan harga oleh pedagang besar, harus dipastikan hilang. Negara harus menjamin berbagai sarana produksi mampu terjangkau bahkan gratis bagi yang tidak mampu. Infrastruktur yang bisa mendukung usaha pun akan dibangun tanpa unsur komersialisasi.
Seorang penguasa muslim akan menerapkan sistem ekonomi Islam, tidak akan membiarkan perusahaan integrator mendominasi dan mengendalikan produksi dan harga pasar. Semua harus berada dalam kendali negara di bawah pengayoman seorang pemimpin yang menjadi penanggung jawab atas urusan rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam HR. Bukhari:
"Seorang imam adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya."
Dengan pelaksanaan sesuai aturan Islam, praktik-praktik harga di pasar akan terbentuk dengan wajar dan tata kelolanya pun berjalan tanpa menyalahi syariat Allah. Maka, pelaku usaha baik petani ataupun peternak akan mampu mendapatkan hasil dan kesejahteraan dari apa yang ia jalankan dan masyarakat pun akan memperoleh harga bahan pangan yang terjangkau. Tentu saja, semua akan terlaksana sempurna dalam naungan sebuah kepemimpinan Islam, yang akan menerapkan syariat Allah di setiap aspek kehidupan.
Wallahu a'lam Bishawwab[]