Hacker Bjorka dalam Incaran, Kasus Sambo Dilupakan?

"Sesungguhnya pengalihan isu terhadap kasus-kasus baru yang sengaja di-blow up, kerap dilakukan penguasa. Hal tersebut sebagai upaya untuk melindungi para pelaku tindak pidana dari jeratan hukum."

Oleh. Ummi Nissa
(Kontributor NarasiPost.Com, Penulis, dan Member Komunitas Muslimah Rindu Surga)

NarasiPost.Com- Beberapa hari terakhir ini hacker Bjorka berhasil menghebohkan jagat maya. Menyusul aksinya yang telah membocorkan sejumlah data masyarakat hingga pejabat, pemerintah dengan sigap menggandeng Mabes Polri, BIN, dan instansi terkait lainnya untuk melacak identitas hacker tersebut. Dikutip dari laman republika.com (14/9/2022) bahwa pemerintah telah membentuk tim khusus dan mengeklaim sudah mengidentifikasi pelaku peretasan. Sehingga jika dilihat di media sosial Twitter, @bjorkanism tidak dapat diakses lagi.

Aksi responsif penguasa ini, tentu saja seolah mengalihkan perhatian publik yang saat ini masih menantikan keputusan akhir dari kasus pembunuhan Brigadir Yosua. Perkara hukum yang melibatkan Perwira Tinggi Ferdy Sambo ini, sesungguhnya sudah mendapat titik terang. Bahkan sejumlah nama telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, masyarakat sepertinya harus menelan pil pahit, sebab kenyataannya hasil penyelidikan belum juga maju ke meja hijau.

Bahkan belakangan, banyak pihak yang terang-terangan curiga dengan putusan akhir yang akan dijatuhkan pada mantan Kadiv Propam tersebut. Eks Panglima ABRI, Gatot Nurmantyo, tanpa basa-basi menyebut tersangka pembunuhan berencana sekaligus obstruction of justice Ferdy Sambo bisa saja kembali berkarier di kepolisian. Berarti ada kemungkinan Ferdy Sambo batal dipecat dari Polri. (suara.com, 17/9/2022)

Negara Tidak Mampu Menyelesaikan Persoalan Sampai Tuntas

Sesungguhnya aksi Bjorka yang meretas data siapa pun, tidak dapat dibenarkan oleh hukum positif maupun agama. Sebab apa yang diperbuatnya sangat merugikan masyarakat. Data yang ia peroleh berpotensi untuk dimanfaatkan orang yang tidak bertanggung jawab. Padahal negara sejatinya wajib melindungi data pribadi rakyatnya.
Namun demikian, sikap responsif pemerintah terhadap aksi Bjorka telah mengubah arah perhatian publik. Dimana saat ini masyarakat tengah mengawal dan menantikan proses hukum yang menjerat petinggi negara yang cukup berpengaruh. Sesungguhnya pengalihan isu terhadap kasus-kasus baru yang sengaja di- blow up, kerap dilakukan penguasa. Hal tersebut sebagai upaya untuk melindungi para pelaku tindak pidana dari jeratan hukum.

Hal ini sejatinya menunjukkan bahwa negara kurang serius untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan hukum. Publik dapat menilai betapa banyak kasus yang menyeret sejumlah pejabat atau petinggi negara yang akhirnya di-SP3-kan (diberhentikan penyelidikannya) alias tidak dilanjutkan. Sebut saja kasus BLBI yang telah merugikan negara dan kasus-kasus pelanggaran HAM seperti kasus KM 50 yang telah menewaskan 6 orang pengawal HRS; kasus pembunuhan terhadap aktivis HAM, Munir Said Thalib yang belum mampu terkuak siapa aktor di balik tindak kriminal tersebut, dan lain-lain.

Menelisik Akar Penyebab Permasalahan yang Terjadi

Aksi Bjorka yang seolah menyerang pemerintah, menunjukkan ketidakpuasannya terhadap kinerja pemerintah saat ini. Rakyat pun seakan menyetujui bahwa kondisi negara kini tidak dalam kondisi baik-baik saja.
Semua persoalan yang terjadi di negeri ini sesungguhnya berpangkal pada penerapan aturan demokrasi kapitalisme sekuler. Sistem kehidupan tersebut hanya berpihak kepada pemilik modal, sehingga hukum dan aturan dapat diperjualbelikan. Pada akhirnya pejabat atau siapa pun yang terlibat kasus hukum bisa saja lolos dari jeratan hukuman sebab aturan bisa dipermainkan oleh uang dan jabatan.

Hal ini seharusnya menyadarkan masyarakat bahwa betapa rusaknya sistem kehidupan yang diterapkan saat ini. Adapun kerusakan ini disebabkan landasan pemikiran sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Sehingga manusia diberi kewenangan untuk membuat aturannya sendiri dalam mengatur urusan kehidupan. Hal inilah yang menjadi celah bagi penguasa sebagai pihak yang memiliki wewenang membuat aturan. Mereka menyusun perundang-undangan sesuai dengan kepentingan dan keinginannya.

Meskipun dalam sistem demokrasi pengesahan peraturan dilakukan atas nama rakyat, tetapi pada kenyataannya yang mengendalikan pembuatan undang-undang adalah pihak-pihak yang memiliki modal besar alias para kapitalis hingga pejabat berkantong tebal. Mereka dapat membeli aturan sesuai dengan kepentingannya.
Maka, tidak heran dalam sistem kapitalisme sekuler yang diuntungkan hanyalah para kapitalis beserta pejabat kroninya. Sementara rakyat sering dibuat gigit jari dengan setiap kebijakan yang ada, termasuk perlakuan diskriminatif dalam hukum.

Ketika pelaku kriminal dilakukan oleh rakyat maka hukum begitu tajam. Dalam waktu singkat pelaku pun diberi sanksi. Sebaliknya jika yang terjerat hukum adalah pejabat atau para kapitalis, maka hukum begitu tumpul. Hukum pun ditarik ulur agar tidak mampu menjerat pelaku kriminal.

Dengan demikian jika sistem demokrasi kapitalisme sekuler ini dibiarkan tanpa adanya perubahan niscaya akan menghancurkan umat manusia. Keadilan menjadi harga yang mahal bagi rakyat kecil. Sementara pelaku kejahatan yang bermodal dapat lolos dari jeratan hukuman.

Sistem Islam Mampu Menyelesaikan Permasalahan Secara Tuntas

Aturan Islam berbeda dari demokrasi kapitalisme sekuler. Ia merupakan agama sempurna sekaligus pedoman hidup yang datang dari Allah Swt. Zat yang Maha Pencipta. Islam memiliki seperangkat aturan yang mampu menjadi solusi terhadap seluruh persoalan manusia. Islam tidak hanya mengatur masalah ibadah, tapi aturan Islam juga mampu menyelesaikan masalah hukum dan kriminal dengan tuntas, tanpa harus melalui proses yang panjang.
Dalam Islam pengadilan dikenal dengan istilah Qadhi. Ia terbagi menjadi 3 macam sesuai dengan objek hukum yang diadili. Pertama, Qadhi Khusumat yaitu menyelesaikan persengketaan yang terjadi antara rakyat. Kedua, Qadhi Hisbah, ia mengadili permasalahan yang berkaitan dengan pelanggaran hak-hak umum seperti kecurangan yang dilakukan pedagang di pasar. Ketiga, Qadhi Mazalim, yaitu pengadilan yang menengahi masalah pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat negara, baik kezaliman yang dilakukan kepada rakyat, atau sesama pejabat negara.

Adapun tingkat lembaga pengadilan dalam Islam hanya satu, putusan hukum pun satu, dan bersifat mengikat yang ditetapkan oleh seorang hakim (Qadhi) terhadap pelaku kejahatan. Sehingga dalam Islam tidak dikenal istilah banding. Jika putusan telah ditetapkan maka hukuman segera diterapkan. Hal ini menjadikan proses peradilan tidak memakan waktu yang panjang.

Aturan Islam pun memosisikan rakyat dan pejabat di hadapan hukum memiliki derajat yang sama. Hal ini dibuktikan dalam berbagai kasus yang terjadi selama penerapan sistem Islam. Saat terjadi kasus hukum yang melibatkan rakyat atau penguasa, maka akan diberlakukan hukum secara adil. Kisah yang masyhur adalah kasus pencurian baju besi Khalifah Ali bin Abi Thalib yang dimenangkan seorang Yahudi, sebab saat itu Khalifah (pemimpin negara) tidak mampu menghadirkan saksi. Peristiwa tersebut menjadi bukti keadilan Islam dalam menyelesaikan peesengketaan yang melibatkan pejabat negara.

Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a., "Sesungguhnya yang telah menghancurkan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya jika orang miskin (rendahan) yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya.”

Demikian adil hukum yang diterapkan dalam sistem Islam. Setiap orang yang melakukan pelanggaran aturan akan dihukumi secara adil. Ketetapan hukum diputuskan berdasarkan ketentuan Allah dan Rasul-Nya, atau ijtihad (upaya sungguh-sungguh untuk menghukumi suatu perkara yang digali berdasarkan kitabullah dan as-sunah ).

Selain itu, sanksi yang ditetapkan pun memberi efek jera bagi pelaku tindak pidana. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah pihak lain melakukan perbuatan yang sama. Selain sanksi juga diterapkan sebagai penebus dosa agar ia diampuni oleh Allah Swt. atas kesalahannya. Sehingga yang bersangkutan tidak mendapatkan siksa di akhirat kelak. Sistem peradilan ini tentu dapat diterapkan oleh seluruh umat manusia di dunia. Sebab aturan Islam bersifat universal sesuai dengan fitrah manusia. Namun, semua ini hanya dapat diwujudkan jika diterapkan aturan Islam secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan. Oleh sebab itu, hanya dengan sistem Islam persoalan hukum akan mampu diselesaikan secara tuntas, tanpa mengulur-ulur waktu. Tidak akan ada satu kasus diangkat untuk mengalihkan proses hukum lain yang sedang berjalan.
Wallahu a'lam bish shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ummi Nissa Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Ketika Hakim Ikut Korupsi
Next
Pelonggaran Aturan Siswi Hamil, Solutifkah?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram