"Harga gas elpiji yang begitu jomplang antara yang bersubsidi dan nonsubsidi disinyalir menjadi peluang terjadinya penyelewengan dengan cara pengoplosan. Padahal praktik ini sangat merugikan konsumen maupun negara. Maka dari itu, seharusnya negara bisa memberikan harga murah terhadap gas elpiji dalam setiap ukuran, tidak ada perbedaan harga yang menonjol seperti saat ini."
Oleh. Suryani
(Pegiat Literasi, Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com- Kasus pengoplosan gas elpiji sering kali kita dengar, yang terbaru terjadi di Kampung Batununggal RT 2 RW 8 Desa Girimekar Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung. Pengoplosan dilakukan oleh SR (39) dan AH (44) dengan cara menyuntikkan gas cair dari elpiji ukuran 3 kg ke ukuran 12 kg.
Kapolresta Bandung, Kombes Kusworo Wibowo, mengatakan bahwa pengungkapan kasus tersebut berawal dari informasi masyarakat yang curiga lantaran gas 12 kg yang dibeli lebih cepat habis dibanding biasanya. Setelah mengadakan penyelidikan tim dari Satreskrim Polresta Bandung langsung melakukan penggerebekan dan menangkap tangan para tersangka ketika sedang menjalankan aksinya. (Pikiranrakyat.com, 24/8/2022)
Harga gas elpiji yang begitu jomplang antara yang bersubsidi dan nonsubsidi disinyalir menjadi peluang terjadinya penyelewengan dengan cara pengoplosan. Padahal praktik ini sangat merugikan konsumen maupun negara. Maka dari itu, seharusnya negara bisa memberikan harga murah terhadap gas elpiji dalam setiap ukuran, tidak ada perbedaan harga yang menonjol seperti saat ini. Di samping memberikan edukasi betapa bahayanya bila ada yang mencoba mengoplos, serta memberikan sanksi yang berat bila masih ada yang melakukannya. Sehingga rakyat akan paham dan upaya-upaya penyelewengan tidak akan terjadi.
Gas elpiji merupakan kebutuhan pokok yang sangat vital bagi seluruh rakyat. Tentunya menjadi kewajiban negara dalam memenuhinya. Tidak memandang kaya maupun miskin seluruh lapisan masyarakat harus bisa memperoleh dengan mudah dan murah bahkan gratis. Karena sejatinya bahan bakar termasuk gas elpiji bersumber dari sumber daya alam (SDA) yang merupakan kekayaan milik rakyat. Negara hanya bertugas untuk mengelolanya dan hasilnya wajib dikembalikan kepada rakyat. Namun, dalam sistem kapitalisme yang diterapkan negeri ini tak mungkin hal itu terjadi, yang ada negara justru berlepas tangan dan menyerahkan pengelolaannya kepada swasta yang prioritasnya tentu keuntungan.
Maka, wajar masyarakat harus membeli gas elpiji dengan harga yang mahal, selain karena kezaliman penguasa dengan kebijakannya dan tata kelola hak umum di tangan swasta/ korporat, menunjukan semakin abainya tanggung jawab negara memenuhi kebutuhan rakyat. Alhasil, muncullah praktik kecurangan di tengah masyarakat untuk memperkaya pribadi tanpa memedulikan orang lain, sebagaimana contoh di hulu.
Adapun yang bersubsidi cenderung terbatas, itu pun sangat rawan diselewengkan. Inilah gambaran gagalnya sistem kapitalisme dalam memberikan pelayanan energi yang murah bagi seluruh warga negara akibat salah kelola SDA. Akan berbeda jika sistem Islam yang diterapkan. Penguasanya tidak akan membiarkan warga negaranya kesulitan dalam memenuhi kebutuhan energi ini. Karena fungsi pemimpin dalam sistem Islam adalah pelayan rakyat yang bertugas untuk mengatur dan mengurus rakyat semata karena Allah Swt. Rasulullah saw. bersabda dalam hadisnya:
"Imam/pemimpin adalah raa'in (pengembala/pengurus) dan dia bertanggung jawab tentang kepengurusannya (rakyat)." (HR. Bukhari)
Allah Swt. menganugerahkan SDA kepada negeri ini dengan melimpah ruah, sehingga dengan pengelolaan yang benar semua kebutuhan rakyat terutama gas elpiji ini akan terpenuhi dan tak akan pernah kesulitan dalam mendapatkannya. Negara akan semaksimal mungkin dalam mengelola dan hasil akan dikembalikan kepada pemiliknya, yaitu rakyat. Sebagaimana sabda Nabi saw. bahwa:
"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Oleh karenanya, negara sama sekali tidak boleh mengambil keuntungan atas pengelolaannya. Rakyat cukup mengganti biaya produksi sehingga harga akan tetap murah, adapun ketika kebutuhan dalam negeri sudah tercukupi negara boleh menjual keluar negeri yang keuntungannya dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat.
Selain itu, negara senantiasa melakukan pengawasan dalam distribusi gas elpiji tersebut. Adapun ketika ada penyelewengan, negara tidak segan-segan untuk memberi sanksi tegas kepada pelaku berupa ta'zir yang sanksinya diputuskan oleh kepala negara atau qadhi. Tentunya hukuman yang diberikan akan membuat jera bagi pelakunya.
Sanksi ta'zir diberikan sesuai tindak kejahatan yang dilakukan, ketika tindak kejahatannya ringan bisa dengan diasingkan, dijilid, penjara, dan lain-lain. Tetapi bila tindak kejahatannya berat maka bisa dihukum mati.
Namun, hal ini sulit diwujudkan bila negara belum menerapkan Islam secara menyeluruh (kaffah). Dibutuhkan peran besar dari seluruh kaum muslim untuk bersama-sama berjuang agar Islam mampu diterapkan dalam tataran individu, masyarakat dan negara. Sehingga seluruh individu rakyat bisa merasakan Islam sebagai solusi tepat atas permasalahan umat bukan hanya gas elpiji yang murah, namun semua kebutuhan pokok lainnya akan mudah diperoleh oleh semua individu rakyat.
Wallahu a'lam bi as-sawwab.[]