Data Penduduk Diretas, Keamanan Negara Terhempas

”Dengan seringnya terjadi kebocoran data bahkan hingga di banyak instansi, menunjukkan bahwa pemerintah abai terhadap urusan rakyatnya. Bisa dikatakan bahwa negara besar yang kaya sumber daya alam ini dikelola dengan serampangan.”

Oleh. Erdiya Indrarini
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pemerhati Publik)

NarasiPost.Com-Gawat! Data pribadi rakyat, bocor. Kini negara bagai akuarium yang bisa dilihat isinya oleh setiap orang dengan jelas. Di mana keamanan dan pertahanan bangsa dan negara?

Sejumlah surat milik Presiden Joko Widodo (Jokowi) termasuk yang dari Badan Intelijen Negara (BIN) yang berlabel rahasia diduga bocor. Surat-surat tersebut diunggah oleh akun bernama Bjorka dalam situs breached.todan. Ia mengklaim bahwa surat-surat tersebut milik Presiden Jokowi pada periode 2019-2021. Bjorka pun melampirkan beberapa sampel dokumen, di antaranya surat dengan judul Surat Rahasia Kepada Presiden, Permohonan Dukungan Sarana dan Prasarana, dan Gladi Bersih Pelaksanaan Upacara HUT RI ke-74. Semuanya ada 679.180 dokumen berukuran 40 MB dalam kondisi terkompresi (compressed) dan 189 MB dalam kondisi tidak terkompresi (uncompressed).

Sebelumnya, pengguna akun bernama Bjorka juga mengaku telah melakukan transaksi data berukuran 87Gb yang memuat 1,3 miliar data pribadi rakyat. Ia mengeklaim bahwa data tersebut bersumber dari kementerian Kominfo. Yaitu sejak ada kebijakan yang mewajibkan pengguna kartu SIM mendaftar dengan menyertakan nomor NIK dan KK. Data itu berisi nomor induk kependudukan (NIK), nomor telepon, nama operator seluler, dan tanggal registrasi. Ia pun menjual data tersebut seharga 50.000 USD atau sekitar Rp743 juta dengan kurs saat ini sebesar Rp14.860/USD.

Merespons hal tersebut, Juru bicara BIN Wawan Hari Purwanto, maupun Kepala Sekretariat Presiden (Setpres) Heru Budi Hartono membantah kebocoran surat presiden. Menurutnya, tidak ada surat atau data apa pun yang terkena serangan hacker. Senada dengan mereka, Kominfo juga membantah ada kebocoran data dari pihaknya. Namun terbaru, Menkominfo Johnny G. Plate diduga juga telah menjadi sasaran peretasan Bjorka. Melalui grup telegram miliknya, Bjorka menyebarkan data pribadi Johnny yang meliputi NIK, nomor KK, nomor telepon, alamat, nama anggota keluarga, bahkan nomor vaksin. (cnnindonesia.com, 11/9/2022)

Waspada Kebocoran Data

Pemerintah maupun pejabat yang terkait boleh mengeklaim bahwa data pribadi individu bangsa maupun data rahasia negara dalam keadaan aman. Namun faktanya, praktik jual beli data itu valid adanya. Apalagi diberitakan sebelumnya, bahwa telah terjadi jual beli data di pasar gelap seperti data pemilihan umum, data kesehatan, data covid, data BPJS, data beberapa bank, bahkan data Polri pun tak terhindar dari peretasan. Kini para peretas alias hacker makin berani melakukan transaksi dengan terang-terangan di media sosial.

Dengan fakta yang ada, pemerintah mestinya tidak sembarangan mengatakan hoaks. Sebagaimana yang pernah terjadi, pejabat memaksakan agar rakyat sekadar mengikuti dan mempercayai apa yang dikatakan pemerintah. Ketika pemerintah mengatakan hoaks, rakyat diharuskan percaya bahwa itu hoaks. Artinya, pendapat rakyat tidak dianggap. Tindakan seperti itu tentu bahaya, bahkan menandakan bahwa pemerintah berlaku otoriter terhadap rakyatnya. Akibatnya kepercayaan rakyat pada pemerintahan akan luntur.

Pemerintah harusnya justru memberi waktu dan kesempatan jika ada yang menyampaikan informasi. Lalu berbenah dalam mengelola institusi pemerintahan, terlebih menyangkut masalah data pribadi rakyat. Jika data privasi sudah diketahui orang, maka sangat mungkin dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak berkepentingan, bahkan dipakai untuk kejahatan. Akibatnya, rakyat pula yang dirugikan.

Bahaya Kebocoran Data

Miris memang, pemerintah yang dipercaya sebagai penjaga dan pelindung malah tidak menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya. Padahal, betapa bahayanya kebocoran data masyarakat. Karena data tersebut bisa dimanfaatkan untuk kejahatan. Dampaknya akan semakin sering terjadi kasus kriminalitas di masyarakat. Dalam skala individu, seseorang bisa terjebak pada pinjaman yang tidak dilakukan, bisa juga terjebak pada transfer bank yang ia pun tidak melakukannya, kasus pembobolan rekening bank, juga kejahatan lain. Karena faktanya, kasus seperti ini sudah sering terjadi baik yang dilaporkan maupun yang tidak.

Selain dampak pada individu, kejahatan akibat kebocoran data ini pun bisa berbahaya bagi pemerintahan atau negara. Pasalnya perkembangan di era sekarang, penjajahan atau peperangan tidak lagi menggunakan rudal atau secara face to face antarnegara, namun menggunakan proxy. Dalam proxy war, akan dibutuhkan pihak-pihak yang bisa menjalankan misi tuannya apa pun caranya. Untuk itu, maka dibutuhkan data penduduk. Ketika data penduduk sudah dalam genggaman musuh, maka negara yang ditarget akan dengan mudah dikuasai.

Oleh karenanya, tak heran jika di sebuah negara ada orang yang tak memiliki kompetensi sekalipun, namun bisa berada di puncak kepemimpinan. Atau seorang yang sering melakukan kejahatan, namun bisa memimpin suatu institusi pemerintahan. Hal ini karena ada sang tuan yang menggerakkan remote control sebuah negara. Maka betapa bahayanya kebocoran data pribadi penduduk bagi keamanan rakyat maupun ketahanan negara. Karena, sebuah negara bisa dijajah dan dikuasai tanpa disadari. Kekayaan sumber daya alam pun bisa dengan mudah diangkut ke luar negeri.

Ciri Khas Negara Demokrasi

Dengan seringnya terjadi kebocoran data bahkan hingga di banyak instansi, menunjukkan bahwa pemerintah abai terhadap urusan rakyatnya. Pemerintah bahkan tidak memiliki persiapan yang masak terhadap setiap kebijakan yang dikeluarkan. Bisa dikatakan bahwa negara besar yang kaya sumber daya alam ini dikelola dengan serampangan. Terbukti, keamanan rakyat juga ketahanan negara tidak diurus dengan benar.

Inilah ciri khas negara yang menerapkan demokrasi. Pemimpin akan abai bahkan jahat pada rakyat kecil, namun sangat peduli dan ramah terhadap pemilik modal. Bahkan, pemimpin di negara demokrasi serta merta tunduk pada para elite kekuasaan. Sudah menjadi keniscayaan bahwa sistem demokrasi hanya akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang gamang dalam mengurus urusan rakyatnya.

Di samping itu, sistem demokrasi yang menjadi anak kandung ideologi kapitalisme berpandangan bahwa standar kebahagiaan adalah banyaknya materi. Maka sangat mungkin ketika ada kebijakan untuk kepentingan politik ataupun bidang usaha yang memerlukan data penduduk, akan terjadi kebocoran data. Hal ini karena semua pihak hanya mementingkan kesenangan maupun keuntungan pribadi dan golongannya saja. Kebijakan yang dikeluarkan tak memedulikan akibat buruk yang bakal terjadi. Maka selama negara masih menerapkan sistem cacat demokrasi, keamanan rakyat maupun ketahanan negara selalu dalam bahaya.

Rasulullah saw. telah bersabda: “Bila suatu perkara diserahkan bukan pada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” (HR. Al-Bukhari)

Pemimpin Adalah Pengurus dan Pelindung Rakyatnya

Islam bukanlah sekadar agama ruhiyah semata. Namun Islam juga sebuah ideologi. Ia memiliki sistem maupun aturan yang kompleks dan sempurna menjangkau setiap sendi kehidupan. Sistem Islam yang selalu dimusuhi negara demokrasi menjelaskan bahwa seorang kepala negara adalah sebagai pengatur dan pelindung bagi rakyatnya, baik muslim maupun nonmuslim. Maka, kepala negara akan menjalankan tugasnya dalam mengatur dan mengurusi rakyatnya. Ia akan memenuhi kebutuhan pokok individu seperti sandang, pangan, papan, juga kebutuhan pokok publik seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya imam (khalifah) itu perisai. Di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR. Al Bukhari, Muslim, Abu Dawud)

Oleh karenanya, negara yang menggunakan sistem Islam, akan memenuhi kebutuhan keamanan rakyatnya secara komprehensif, termasuk melindungi keamanan data penduduk. Terlebih lagi, negara dengan sistem Islam didukung para pakar yang tidak cuma ahli dan mumpuni di bidang teknologi dan informasi, namun juga bertakwa pada Tuhannya, Allah Swt. Sistem ini pun akan memberi sanksi yang berat dan membikin jera bagi pelaku yang membocorkan dan menjualbelikan data. Selain itu, negara akan melakukan antisipasi dan pencegahan atas segala kemungkinan buruk. Bukan baru berbuat saat masalah sudah datang.

Evaluasi Pemerintah

Dengan adanya kasus Bjorka, maka terlihat dengan jelas, betapa lemahnya sistem keamanan pemerintah saat ini. Beruntung Bjorka tidak berlaku destruktif dengan mengobrak-abrik server, seperti mengganti password, mengubah halaman depan, mencuri dan menghapus data dan lain-lain. Bjorka hanya berlaku sebagai hacker yang menerobos server lalu meng- copy. Walau begitu, perbuatan Bjorka tentu tidak bisa dibenarkan dan harus dihentikan. Maka kasus peretasan data ini harus menjadi evaluasi bagi pemerintah agar tidak sembarangan lagi terhadap data pribadi rakyat.

Untuk itu, pemerintah mesti mengupayakan dengan serius dalam pengamanan data agar kasus Bjorka tidak terulang dan berlanjut. Di antaranya, pemerintah bisa meningkatkan keahlian juga memperkuat kapasitas, kecepatan, serta keamanan dalam satu sistem saja yakni Dukcapil. Maka setiap instansi atau perusahaan yang membutuhkan data pribadi rakyat, harus verifikasi ke Dukcapil. Pemerintah juga wajib menyediakan call center untuk kelancaran pelayanan. Karena itu, pemerintah harus hadir untuk mengurus/menjaga dan melindungi rakyatnya. Hal ini karena fungsi pemimpin adalah sebagai raa’in (pengurus/penjaga), dan pelindung (junnah). Seyogianya pemimpin bekerja dengan tanggung jawab. Karena kelak, ia akan dimintai pertanggungjawaban di hari pembalasan.

Rasulullah saw. bersabda: “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al Bukhari)

Begitulah kewajiban negara yang sebenarnya. Maka betapa pentingnya penerapan aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah Swt. dalam setiap kebijakan. Tujuannya agar rakyat selalu terjaga dari malapetaka maupun segala kemungkinan buruk lainnya.
Wallahua’lam bisshowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Erdiya Indrarini Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Islam Melahirkan Generasi Cemerlang Pemimpin Peradaban
Next
Koruptor Hidup Terpuji di Sistem Demokrasi
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram