"Watak kapitalisme menghidupkan simbiosis mutualisme antara peretas data dan pebisnis digital. Para peretas yang telah mencuri data pengguna kemudian menjualnya pada pebisnis digital yang selanjutnya akan dimanfaatkan untuk menentukan produk dan strategi pasar untuk mencapai keuntungan."
Oleh. Mutiara
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Dakwah)
NarasiPost.Com- Viral sebanyak 26 juta data pelanggan IndiHome bocor dan diperjualbelikan di forum hacker. Data yang bocor mengandung data pribadi berisikan histori pencarian, keyword, email, nama, jenis kelamin hingga NIK pelanggan. (CNN.com, 22 Agustus 2022)
Kementrian Komunikasi dan Informatika menyatakan sedang mendalami dugaan data pelanggan IndiHome yang bocor (detik.news, 21 Agustus 2022). Dugaan kebocoran data tersebut juga memicu komentar dari salah satu akun Twitter dengan nama akun Teguh Aprianto. Teguh mengkritik pihak IndiHome yang dianggapnya suka mencuri browsing histori milik penggunanya.https://narasipost.com/2021/06/03/perlindungan-keamanan-data-terealisasi-dalam-sistem-yang-terpercaya/
Kebocoran data tidak hanya terjadi pada IndiHome saja. Sepanjang 2022 ini telah terjadi banyak kasus kebocoran data mulai dari Bank Indonesia (BI), BPJS, data pribadi palamar kerja PT Pertamina hingga 17 juta data pelanggan PT PLN (persero) yang dijual di laman web breached.to (Suaraku.com, 22 Agustus 2022). Seringnya pencurian data dilakukan untuk kemudian dijual pada forum gelap dengan harga US$ 0.5 hingga US$ 4.500.(Liputan6.com, 30 Agustus 2021)
Kebocoran data juga dapat berpeluang meningkatkan kejahatan siber berupa pembobolan rekening, penipuan, pemerasan secara online bahkan dapat disalahgunakan demi kepentingan politik, seperti yang terjadi Amerika Serikat pada 2016 lalu dimana perusahaan data Cambridge Analytical terbukti menyalahgunakan 87 juta pengguna Facebook untuk mendukung kampanye Donald Trump. (Liputan6.com, 30 Agustus 2021)
Kasus kebocoran data sebenarnya terus terjadi seiring arus perkembangan teknologi yang kian pesat. Dimana pemanfaatan internet untuk kepentingan bisnis dan transaksi juga terus meningkat. Buktinya, pada 2021 lalu NielsenIQ sebuah perusahaan yang bergerak di bidang informasi global yang berfokus melakukan riset dalam memberikan informasi perkembangan pasar merilis bahwa konsumen belanja Indonesia mencapai 32 juta orang. Dalam paradigma kapitalisme, angka ini dapat dimanfaatkan untuk meraih keuntungan materi semaksimal mungkin. Konsep kapitalisme menghalalkan segala cara guna meraih keuntungan dan menfaatkan celah sekecil apa pun itu. Tidak peduli dampak buruk yang akan diterima oleh pengguna.https://narasipost.com/2021/05/09/cara-mengetahui-data-pribadi-yang-bocor-di-internet/
Watak kapitalisme menghidupkan simbiosis mutualisme antara peretas data dan pebisnis digital. Para peretas yang telah mencuri data pengguna kemudian menjualnya pada pebisnis digital yang selanjutnya akan dimanfaatkan untuk menentukan produk dan strategi pasar untuk mencapai keuntungan. Mirisnya lagi, kapitalisme membuat negara lemah. Dimana dominasi korporasi lebih besar perannya dibandingkan negara, sehingga negara kehilangan kedaulatannya dalam menjaga keamanan data masyarakatnya. Terbukti dari kasus kebocoran data yang sering terjadi, baik dari lembaga pemerintah maupun swasta. Akhirnya para kapitalis bebas mengekploitasi data pengguna. Padahal data pengguna adalah data pribadi bukan data umum yang bebas diakses dan dimanfaatkan sepuasnya.
Dari sini seharusnya dapat dipahami bahwa kasus seperti ini merupakan masalah sistemis yang disebabkan oleh kapitalisme. Oleh karena itu, kasus-kasus seperti ini akan terus terjadi selama sistem kapitalisme masih dijadikan sebagai asas dalam pengaturan negara. Maka, dibutuhkan sekuritas yang independen dengan pemerintahan yang independen pula. Memiliki penguasa yang amanah dan tentunya melindungi masyarakatnya dari berbagai macam bahaya, termasuk kebocoran data. Sistem seperti ini hanya lahir dalam sistem pemerintahan Islam. Dalam sistem pemerintahan islam, perlindungan terhadap data pribadi rakyatnya menjadi hal yang sangat diperhatikan, sebab hal ini terkait dengan ketahanan nasional bukan sekadar algoritma yang dapat mendatangkan keuntungan.
Pemerintahan Islam akan proaktif memberikan perlindungan ekstra dengan mengerahkan sistem IT terbaik. Artinya, sistem pemerintahan Islam lebih fokus pada pencegahan bukan melakukan tindakan saat sudah terjadi kebocoran data. Riset-riset IT akan diberikan gelontoran dana yang cukup besar. Para individu penelitinya pun memiliki karakter yang jujur dan amanah, bukan memanfaatkan kesempatan untuk keuntungan pribadi. Hukum Islam yang diterapkan juga akan memberikan efek jera pada pihak-pihak yang melakukan pelanggaran. Begitu pula dengan pihak swasta akan bertindak sesuai hukum yang ada. Sehingga karakter penguasa dan pengusaha serta individu masyarakat yang jujur dan amanah hanya akan lahir dari sistem kehidupan Islam yang menerapkan Islam kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.Wallahualambissawab[]