Dari Minyak Tanah, LPG, hingga Kompor Listrik, Pemerintah Kehabisan Taktik?

"Pemerintah seharusnya membuka mata bahwa bunga pinjaman utang ribalah yang paling menguras APBN, bukan semata-mata subsidi. Pemerintah hendaknya tidak lagi menjadikan pengurangan atau bahkan pencabutan subsidi sebagai satu-satunya taktik untuk mengurangi beban anggaran."

Oleh. Hesti Andyra
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Baru-baru ini pemerintah lewat Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk menarik peredaran tabung LPG 3 kilogram (kg) secara bertahap dan menggantikannya dengan kompor listrik induksi. Bekerja sama dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) pemerintah berjanji akan membagikan paket kompor kepada masyarakat secara gratis.

Dilansir dari katadata.com, masyarakat dipastikan akan mendapatkan satu unit kompor listrik induksi dengan dua tungku masak yang masing-masing berdaya 1.000 watt, ditambah dua unit perabotan pelengkap yakni panci dan wajan yang disertai modul Internet of Things atau IoT untuk menyimpan data konsumsi energi listrik.

Pemerintah mengeklaim program konversi LPG ke kompor gas ini akan menghemat Rp16,8 T per tahun. Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menjelaskan bahwa per kilogram LPG biaya keekonomiannya adalah sekitar Rp20 ribu, sedangkan biaya keekonomian kompor induksi sekitar Rp11.300 per kilogram listrik ekuivalen. Untuk lebih meyakinkan masyarakat, beberapa video peraga tentang keefektifan kompor listrik mulai bermunculan di media sosial. Dalam salah satu video dibuktikan tentang rentang waktu memasak air di mana memasak air menggunakan LPG butuh waktu sekitar 10 menit, sedangkan dengan kompor listrik induksi butuh sekitar 8 menit. Beda waktu 2 menit ini kemudian menjadi penegas bahwa kita perlu program konversi LPG ke kompor listrik induksi.

Bukan kali ini saja kita harus menerima kebijakan pemerintah yang terkesan prematur atau setengah matang. Jauh sebelum itu, sekitar tahun 2007 pemerintah menarik minyak tanah dan memperkenalkan tabung LPG sebagai pengganti bahan bakar masak. Saat itu pemerintah beralasan bahwa subsidi minyak tanah membebani negara, dan dengan beralih ke LPG pemerintah menyatakan berhasil menghemat Rp19,34 T. (esdm.go.id)

Pemerintah saat itu menggunakan cara dan taktik yang sama persis dengan yang kita rasakan saat ini. Berdasarkan penelitian Laboratorium Energi Universitas Trisakti, diperoleh data biaya merebus air 5 liter adalah Rp11,6 per menit untuk LPG dan Rp13,8 per menit untuk minyak tanah. Selama pelaksanaan program konversi dari rentang waktu 2007 hingga 2010, pemerintah telah membagikan secara gratis satu unit kompor gas berserta satu tabung LPG lengkap dengan regulatornya kepada 44.675.000 kepala keluarga (KK) di seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah bersikeras bahwa program konversi ini bisa menstimulasi berkembangnya berbagai industri, mulai dari produksi kompor gas, tabung gas berikut aksesoris, serta perbengkelan kompor dan tabung. Saat itu pemerintah dengan percaya diri memprediksi bahwa triliunan rupiah akan berputar dalam bisnis ini. Kebutuhan sekitar 100 juta tabung LPG ukuran 3 kg telah mendorong berkembangnya pabrikan di dalam negeri. Pabrikan aksesoris juga berkembang seiring dengan kebutuhan pengoperasian kompor LPG oleh konsumen.

Dilansir dari esdm.go.id, di tahun 2010 telah berdiri 73 pabrik tabung LPG dengan kapasitas produksi mencapai sekitar 75 juta tabung per tahun, 21 pabrik katup tabung (valve), selang, dan regulator dengan berbagai merek di berbagai wilayah di Indonesia. Produksi katup tabung mencapai sekitar 25 juta setiap tahun, regulator mencapai sekitar 45 juta setiap tahun dan selang karet mencapai sekitar 80 juta per tahun.

Sebagai pembuktian, di tahun 2016, pemerintah menyatakan keberhasilannya dalam program konversi minyak tanah ke LPG atau elpiji 3 kilogram (kg). Program konversi yang telah berjalan sejak 2009 telah berhasil menghemat hingga Rp189 triliun. (katadata.com)

Dengan triliunan rupiah yang dikatakan bisa dihemat, nyatanya pemerintah lagi-lagi merasa beban subsidi APBN terlalu berat. Atas nama penghematan, maka program konversi dipilih sebagai jalan untuk mengatasi defisit kas negara. Jika kemudian program ini benar-benar diberlakukan kembali, yang menjadi pertanyaan adalah apa yang akan terjadi pada pabrik-pabrik produsen kompor gas dan tabung LPG yang saat itu “digenjot” produksinya demi memenuhi kebutuhan sebagai hasil konversi minyak tanah ke tabung LPG? Akankah perbedaan “dua menit” waktu memasak air memberi penghematan yang signifikan pada anggaran subsidi negara? Mungkinkah ini menjadi program konversi terakhir yang digagas pemerintah?

Di tengah melambungnya berbagai bahan pokok, kenaikan BBM, pajak, dan lain sebagainya, kebijakan pemerintah kali ini tak urung semakin membebani masyarakat. Banyak hal yang seharusnya bisa dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya dengan berbagai kebijakan yang benar-benar mengutamakan rakyat, bukan kelompok oligarki. Pemerintah seharusnya membuka mata bahwa bunga pinjaman utang ribalah yang paling menguras APBN, bukan semata-mata subsidi. Pemerintah hendaknya tidak lagi menjadikan pengurangan atau bahkan pencabutan subsidi sebagai satu-satunya taktik untuk mengurangi beban anggaran.

Paham hidup ekonomi kapitalis menganggap subsidi adalah beban bagi negara, sebuah bentuk intervensi pemerintah yang dipercaya akan merusak mekanisme pasar. Paham ini meyakini penyelenggaraan bisnis publik, yang menyangkut hajat hidup orang banyak, tetap harus menggunakan prinsip untung rugi. Berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang mengganggap pemerintah adalah pelayan umat. Seluruh sumber daya alam negara dikelola oleh negara dan dipergunakan demi kemaslahatan umat. Harta negara dimanfaatkan langsung oleh umat melalui pemerintah sebagai perwakilan. Pemerintah diberi hak mengelola harta milik negara (milkiyah al-dawlah) dan hasilnya wajib didistribusikan untuk seluruh umat, tidak hanya golongan tertentu sebagai mana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an, “Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian” (QS Al – Hasyr [59]: 7)

Wallahu’alam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Hesti Andyra Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Bikin Konten Kreatif Biar Eksis!
Next
Konversi Kompor LPG ke Kompor Listrik, Bukan Disambut Baik Malah Membuat Panik
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram