"Jika pihak pemerintah tetap bersikeras menaikkan harga BBM, maka efek domino tidak bisa dihindarkan lagi. Misalnya, meroketnya harga kebutuhan bahan pokok dan tarif transportasi naik. Pada sektor industri mengakibatkan bengkaknya produksi. Sehingga, menyebabkan harga barang dan bahan naik. Pada gilirannya, inflasi pun akan meningkat (daya beli masyarakat turun). Akibatnya, angka kemiskinan meningkat tajam dan PHK-pun tak bisa dihindari akibat dari penurunan produksi."
Oleh. Nining Sarimanah
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pemerhati Umat)
NarasiPost.Com- Lagi dan lagi, rakyat dibombardir dengan berbagai kebijakan yang merugikan. Kebijakan demi kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa, sungguh melukai hati rakyat. Mulai UU Cipta Kerja, kenaikan iuran BPJS, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen, dan kini pemerintah berencana menaikkan harga BBM bersubsidi. Padahal, kondisi ekonomi rakyat masih terpuruk akibat pandemi Covid-19 yang berkepanjangan. Kenaikan harga BBM bersubsidi tinggal menunggu waktu saja. Meskipun belum terealisasi saat ini, tapi wacana tersebut cukup membuat melambungnya kembali harga berbagai bahan kebutuhan pokok masyarakat. Sebelumnya, kita ketahui bersama bahwa harga berbagai kebutuhan pokok di pasaran belum stabil. Maka, bisa diprediksi kebijakan tersebut memperpanjang daftar tanggungan masyarakat secara umum.
Berbagai alasan terus dimasifkan oleh pemerintah lewat Menteri Keuangan, Sri Mulyani, agar masyarakat memaklumi bahkan menerima alasan tersebut. Adapun alasan yang selalu dijadikan senjata pamungkas pemerintah adalah besarnya alokasi dana untuk BBM bersubsidi berdampak pada membengkaknya APBN. Sebab, anggaran tersebut dinilai tidak tepat sasaran karena mayoritas yang menikmati subsidi BBM adalah orang kaya. Oleh karena itu, menurutnya perlu ada langkah yang tepat untuk penyelamatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan penyesuaian harga menjadi bahan pertimbangan. (Wartaekonomi.com.id, 26/8/2022)
Senada dengan MenKeu, Sri Mulyani, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, menyampaikan alasan kenapa harga BBM harus naik. Selain APBN menanggung subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp502 triliun, juga tingginya harga minyak mentah di pasar global. Luhut menilai harga BBM di Indonesia masih murah dibandingkan dengan negara lain di dunia. Sehingga, berdampak pada kenaikan subsidi dan kompensasi energi. (Kompas.com, 21/8/2022)
Bahan bakar Minyak (BBM) salah satu energi vital yang sangat dibutuhkan masyarakat maupun dunia usaha. Maju mundurnya perekonomian suatu negara sangat berkaitan erat dengan kebijakan penguasa dalam mengelola sumber energi tersebut. Oleh karena itu, jika pihak pemerintah tetap bersikeras menaikkan harga BBM, maka efek domino tidak bisa dihindarkan lagi. Misalnya, meroketnya harga kebutuhan bahan pokok dan tarif transportasi naik. Pada sektor industri mengakibatkan bengkaknya produksi. Sehingga, menyebabkan harga barang dan bahan naik. Pada gilirannya, inflasi pun akan meningkat (daya beli masyarakat turun). Akibatnya, angka kemiskinan meningkat tajam dan PHK-pun tak bisa dihindari akibat dari penurunan produksi.
Tingginya angka kemiskinan berdampak pada maraknya kriminalitas sehingga keamanan pun sulit kita rasakan. Selanjutnya, muncul gejolak sosial seperti demo menolak kenaikan BBM di sejumlah daerah. Hal ini disebabkan pemerintah dipandang tidak mampu bahkan gagal mengurus urusan rakyatnya. Dengan demikian, kenaikan BBM akan berdampak besar pada seluruh sendi kehidupan masyarakat. Wajarlah, kenaikan BBM harus kita tolak!
Untuk meredam dan mengatasi berbagai dampak yang ditimbulkan dari naiknya harga BBM, maka pemerintah menyiapkan bantuan sosial untuk masyarakat miskin. Diharapkan dengan bantuan ini, akan meningkatkan daya beli masyarakat. Langkah pemerintah dengan memberikan bantuan sosial seolah salah satu bentuk kepedulian mereka pada masyarakat. Namun, nyatanya solusi tersebut bukanlah yang diharapkan masyarakat sebab sudah menjadi rahasia umum bantuan demi bantuan tidak mampu mengatasi permasalahan kemiskinan. Terlebih uang yang diberikan nominalnya sangat sedikit. Sementara biaya hidup jauh lebih mahal dan bantuan sosial sering kali tidak tepat sasaran, yang berkecukupan dapat bantuan sebaliknya yang miskin gigit jari.
Sejak disahkannya UU Migas (UU 22/2001), maka swasta baik lokal maupun asing diberikan jalan lebar untuk mengelola migas dari hulu sampai hilir. Hal ini, terlihat munculnya SPBU-SPBU asing yang bukan milik Pertamina. Jelas, liberalisasi migas di Indonesia makin masif dilakukan tanpa memikirkan dampak yang akan diterima bagi keberlangsungan kehidupan rakyat. Persaingan antara SPBU milik Pertamina yang masih menyediakan BBM bersubsidi dengan pihak swasta asing tentu bukanlah iklim yang kondusif bagi para investor. Sebab, keuntungan yang mereka dapatkan sedikit. Masyarakat lebih memilih BBM bersubsidi karena harganya murah dibandingkan membeli BBM dengan harga mahal di SPBU asing. Inilah problem yang dihadapi para investor. Jika kondisi ini terus berlangsung, kemungkinan besar para investor di sektor hilir akan hengkang dan ini yang dikhawatirkan oleh pemerintah. Karena itu, liberalisme migas harus totalitas.
Berbagai persoalan yang dihadapi oleh umat saat ini, akibat dari sistem kapitalisme yang telah mencengkeram Indonesia di segala lini kehidupan. Sistem ini pula melahirkan karakter pemimpin yang tidak amanah dan tidak bertanggung jawab. Lihatlah, bagaimana sikap mereka dalam mengatur urusan masyarakat, khususnya terkait BBM. Berbagai alasan seolah menjadi pembenaran bahwa mereka gak punya pilihan lain selain menaikkan harga BBM bersubsidi. Padahal, ada solusi lain yang bisa mereka lakukan agar kekayaan alam Indonesia tidak dikuasai oleh para kapital sehingga BBM pun bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dengan harga murah atau gratis. Namun sayang, nyatanya penguasa lebih memilih sistem ini sebagai pijakan dalam mengatur kehidupan masyarakat. Karena hati dan akal mereka sudah terpaut dengan dunia dibandingkan takut kepada Allah Swt.
Islam agama yang sempurna dan paripurna. Aturan yang terpancar dari akidah Islam mampu mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi manusia karena Islam, agama yang diturunkan Allah Swt. untuk kebaikan manusia. Dengan menerapkan sistem ekonomi Islam dalam naungan negara Islam (Khilafah), maka ditempatkan pada porsinya, yaitu kepemilikan umum yang dikelola oleh negara kemudian hasilnya dikembalikan kepada rakyat dengan harga murah atau gratis. Sehingga, aktivitas ekonomi rakyat dan dunia usaha berjalan lancar sehingga terwujudlah kesejahteraan. Tidak ada celah sedikit pun bagi para kapitalis untuk menguasai kekayaan alam Indonesia di sektor hulu maupun hilir.
Rasulullah saw. bersabda
اتَّقوا الظُّلمَ . فإنَّ الظُّلمَ ظلماتٌ يومَ القيامةِ
“Jauhilah kezaliman karena kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat.” (HR Bukhari no. 2447, Muslim no. 2578)
Masihkah kita percaya pada sistem sekularisme kapitalisme yang sudah nyata membuat umat terpuruk dan mundur? Dengan demikian, marilah kita bersama-sama memperjuangkan sistem Islam dalam bingkai khilafah yang sudah terbukti mampu mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.
Wallahua'alam bishshawab[]