"Kini negara demokrasi ini layaknya sebuah negara bar-bar yang tidak punya aturan. Aparat negara yang dipersenjatai bukannya untuk melawan musuh menegakkan kebenaran, tapi malah digunakan untuk menyerang rakyatnya sendiri."
Oleh. Erdiya Indrarini
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pemerhati Publik)
NarasiPost.Com- Miris, betapa banyaknya kasus pembunuhan di lingkungan penegak hukum. Belum selesai kasus jendral kepolisian menembak mati juniornya. Kini, aparat TNI melakukan mutilasi pada rakyat sipil. Bagaimana kedudukan aparat sesungguhnya?
Sejumlah 6 orang anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari kesatuan Brigif 20/IJK/3 Kostrad, bersama 4 tersangka lain diduga telah melakukan pembunuhan sadis disertai dengan mutilasi pada warga sipil. Hal ini terjadi pada Senin (22/8), di Kampung Pigapu, Distrik Mimika Timur, Mimika. Dari pihak kepolisian, Kapolres Mimika AKBP I Gede Putra membeberkan bahwa pembunuhan sadis ini bermula dari adanya transaksi jual beli senjata api.
Hasil pemeriksaan terungkap bahwa kasus ini murni perampokan. Di mana pelaku menggunakan modus rekayasa jual beli senjata api senilai Rp250 juta. Aparat TNI yang menjadi tersangka itu adalah Mayor (Inf) HFD, Kapten DK, Pratu PR, Pratu ROM, Pratu RAS dan Pratu RP. Kini mereka diamankan di Subdenpom XVIII/Cendrawasih, Mimika. (SINDOnews.com, 30/8/2022)
Bahayanya Paham Sekularisme
Sejatinya, betapa mulianya profesi sebagai aparat, baik aparat TNI maupun polisi. Hal ini karena tugas mereka adalah menjaga keamanan dan pertahanan juga kehormatan bangsa dan negara. Tak heran, jika negara rela mengeluarkan dana yang besar untuk institusi keamanan dan pertahanan negara. Namun sayang, pada kenyataannya, banyak aparat yang menzalimi rakyat. Demikian juga kasus kali ini, aparatur negara yang harusnya melindungi serta menjaga keamanan dan pertahanan, justru melakukan perampokan terhadap warga sipil, bahkan dengan pembunuhan yang disertai mutilasi.
Kasus yang membuat orang mengelus dada ini tak lepas dari bercokolnya paham sekularisme yang selalu menyertai sistem demokrasi yang diterapkan negeri ini. Paham sekularisme meniscayakan nilai-nilai agama dijauhkan dari segala sendi kehidupan rakyat. Wajar, jika jiwa-jiwa mereka pun kering dari ketakwaan terhadap Tuhan, Allah Swt.. Akhirnya, membunuh menjadi hal yang biasa, sehingga mereka tega melakukan kejahatan yang keji dengan sadis tanpa penyesalan. Mereka tak takut pada dosa dan konsekuensi perbuatannya.
Padahal, risiko membunuh tidaklah ringan. Nyawa akan dibayar dengan nyawa. Islam mengatur bahwa kasus pembunuhan dihukum dengan qishaash, yaitu memberikan balasan pada pelaku penganiayaan sesuai dengan perbuatannya. Ataupun dengan diyat, yaitu denda yang tidak ringan, yang harus diberikan oleh pelaku jinayat kepada korban atau walinya sebagai ganti rugi. Allah berfirman yang artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka, barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih." (QS. Al-Baqarah : 178)
Lemahnya Hukum Buatan Manusia
Sementara itu, hukum yang berlaku saat ini tak membuat jera. Juga tak menimbulkan efek ngeri bagi yang ingin melakukannya. Terbukti, kejahatan yang sama sering berulang terjadi. Inilah fakta bahwa hukum buatan manusia yang sekarang ada begitu lemah. Ia tak mampu menyelesaikan berbagai masalah, maupun tindak pidana. Sehingga, problematika di masyarakat makin pelik, karena keadilan begitu sulit diraih. Ketenteraman dan kedamaian pun menjadi hal yang mahal.
Wajar, karena manusia sebagai makhluk, memang tak berhak membuat aturan sendiri. Sudah menjadi kewajiban bagi manusia untuk tunduk pada aturan sang pencipta saja, yakni Allah Swt.. Maka, selama kasus kejahatan ini tidak diselesaikan menggunakan hukum yang datang dari-Nya, maka tak bisa berharap bahwa kasus ini akan selesai, bahkan dengan adil. Jangan heran, jika dampaknya kekecewaan dan ketidaktenteraman pun akan menyelimuti rakyat secara terus-menerus, bahkan akan menimbulkan permasalahan baru.
Tak dimungkiri, kini negara demokrasi ini layaknya sebuah negara bar-bar yang tidak punya aturan. Aparat negara yang dipersenjatai bukannya untuk melawan musuh menegakkan kebenaran, tapi malah digunakan untuk menyerang rakyatnya sendiri. Inilah potret kedudukan aparatur negara dalam sistem demokrasi yang bernaung dalam ideologi kapitalisme, yaitu sebuah ideologi yang bersandar pada akal semata, tak ada ketakwaan dan nilai ruh dalam setiap aktivitasnya.
Kedudukan Aparat dalam Sistem Islam
Sangat berbeda kedudukan aparatur negara dalam sistem demokrasi dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, tugas aparat (tentara maupun polisi) adalah menjaga keamanan dan pertahanan negara dalam menegakkan kemurnian hukum-hukum Islam agar tidak terjadi berbagai pelanggaran. Juga menindak orang-orang yang berusaha merendahkan Islam dan syariatnya. Serta melakukan jihad ke luar negeri, yaitu dalam rangka mendakwahkah Islam dan menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia.
Oleh karenanya, negara dengan sistem Islam akan memberikan perhatian yang lebih di bidang keamanan dan pertahanan. Pun lembaga ini harus memiliki badan riset guna melakukan dan merencanakan berbagai strategi perang. Artinya, keberadaan aparat sangat kental dengan perang dan jihad semata-mata menegakkan agama Allah. Wajar, dalam perekrutan anggotanya pun tidak main-main. Mereka dipilih tak sekadar baik secara fisik dan mentalnya, namun juga ketakwaan dan pemahaman agamanya yang mendalam.
Setelah masuk dalam institusi keamanan dan pertahanan, mereka akan disibukkan dengan aktivitas amar makruf dan nahi munkar. Jiwa raga mereka tidak sekadar untuk membela nasionalisme, tapi didedikasikan untuk Allah, yaitu menjaga dan membela negara yang menerapkan syariat Allah. Tak ada lagi terlintas dalam benaknya untuk memperkaya diri. Apalagi harus dengan merampok dan membunuh dengan keji. Jiwa dan raganya telah ditambatkan pada Allah, semata-mata mengharap rida Allah dan syahid di jalan-Nya.
Dengan keberadaan aparat yang seperti itu, terbukti Islam dan syariatnya mampu tegak dan berjaya selama lebih dari 13 abad lamanya tanpa jeda. Rakyat pun merasakan keamanan dan ketenteraman yang sepenuhnya, baik muslim maupun nonmuslim. Maka tak ada jalan lain, kecuali umat harus segera berubah, yaitu dengan mencampakkan sistem kufur buatan manusia yang sekarang ada dan menerapkan hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah Swt.. Hanya dengan itu keamanan dan ketenteraman dalam masyarakat akan terwujud.
Wallahua'lam bisshowab[]