Taliban Berkuasa, Islamofobia Menggejala

"Kemenangan Taliban dengan dukungan Amerika patut dipertanyakan, Amerika adalah negara kolonial, dengan kepentingan luar negeri yang mengancam kedaulatan.Dengan adanya perubahan arah pandang menuju Islam moderat dan bekerjasamanya Taliban dengan AS, seharusnya menyadarkan umat, bahwa perjuangan mereka sudah terinfiltrasi oleh Barat."

Oleh. Dia Dwi Arista
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Islam adalah agama rahmatan lil'alamin, namun narasi sesat dan menyudutkan terus diarahkan kepada agama damai ini. Taliban yang berhasil meraih kekuasaan pun dijadikan senjata untuk melakukan framing jahat terhadap penerapan syariat. Kondisi Afghanistan pasca pengambilalihan kekuasaan, masih dalam keadaan kacau. Banyak warga melakukan eksodus, pun Amerika masih mencari celah untuk kembali, meski kekuasaan Taliban telah banyak yang mengakui. Bahkan Amerika dengan 'rendah hati' mengamini pemerintahan Taliban di Afghanistan.

Indonesia, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, tak ketinggalan menyoroti isu yang terjadi di Afghanistan. Kemenangan Taliban, yang selama ini dianggap sebagai teroris dan pelanggar HAM, menjadi momok tersendiri bagi beberapa kalangan di Indonesia. Syariat Islam yang diusung Taliban, membuat 'gerah' orang yang punya penyakit Islamofobia.

Aswin Siregar, Kabag Ban Ops, Densus 88 Mabes Polri mengatakan terdapat dampak dari kemenangan Taliban bagi Indonesia. Kemenangan mereka bisa memicu kelompok radikal untuk menuntut tegaknya Daulah Islam di Indonesia. Sebagaimana banyak diketahui, jika beberapa kejadian bom di Indonesia, pelakunya pernah singgah di Afghanistan. Aswin memaparkan bahwa jihadis dari luar, termasuk Indonesia, menjadi target brainwash atau pencucian otak, membangun strategi, dan pembelokan tujuan yang awalnya untuk berjuang bersama saudara seiman, menjadi pembangunan Daulah Islamiyah. (news.detik.com, 24/8/2021)

Hal senada juga dikemukakan oleh putri mendiang Gus Dur, Alissa Wahid, yang menjabat sebagai Sekjen Gerakan Suluh Kebangsaan. Ia ingin memastikan bahwa simpatisan Taliban tak berkembang jumlah dan pergerakannya, sekadar simpati dibolehkan, namun jika para simpatisan tersebut ingin membawa ideologi transnasional (Islam) ke Indonesia, jelas tidak diperbolehkan. (story.merdeka.com, 24/8/2021)

Ketakutan kepada syariat Islam telah menggejala, merebak hingga pada penganutnya. Padahal yang mereka maksud dengan ideologi transnasional adalah ideologi agamanya. Sedangkan ideologi transnasional yang diambil dari penjajah malah dihargai dengan nyawa. Miris!

Kemenangan Taliban bukan Kemenangan Islam

Taliban yang berhasil mengambil kekuasaan dari Mantan Presiden Hamid Karzai, setelah hengkangnya pasukan Amerika dari Afghanistan, tidak serta-merta bisa dikatakan sebagai kemenangan Islam. Meski Taliban adalah milisi Islam.

Kemenangan Taliban dengan dukungan Amerika patut dipertanyakan, Amerika adalah negara kolonial, dengan kepentingan luar negeri yang mengancam kedaulatan. Sebagai negara pengemban ideologi kapitalisme, Amerika akan senantiasa mencampuri urusan negara-negara lain, apalagi jika negara tersebut adalah negara kaya akan sumber daya alam. Sebagaimana Afghanistan dan negara-negara muslim lainnya.

Terbukti, meski Amerika menarik semua militernya dari Afghanistan, namun Amerika telah lebih dulu mengukuhkan posisinya dengan perjanjian Doha. Perjanjian yang disahkan pada 29 Februari 2020 di Qatar ini, menandakan terciptanya hubungan yang lebih erat antara Amerika dan Taliban. Perang yang tak kunjung usai, membuat kedua pihak merasakan kerugian yang besar. Tak hanya nyawa, namun jutaan dolar AS juga melayang.

Perjanjian ini disepakati oleh pemimpin Taliban, Mullah Abdul Ghani Baradar, dan seorang utusan AS Zalmay Khalilzad, yang memuat empat poin penting.

Pertama, Taliban harus menjamin jika tanah Afghanistan tidak dipakai oleh siapa pun untuk menyerang AS dan sekutu.

Kedua, berisi tentang jaminan dan tatacara penarikan tentara AS dari Afghanistan.

Ketiga, berisi perundingan intra-Afghanistan pada 10 Maret 2020.

Keempat, adanya gencatan senjata secara permanen dan komprehensif. (kompas.com, 1/3/2020).

Kesepakatan rahasia antara Taliban dengan Amerika Serikat, juga menambah keterikatan antara kedua pihak. Kesepakatan ini berisi tentang perlindungan warga AS di Afghanistan, juga membuat pintu khusus jika warga AS ingin kembali ke negaranya. (cnbcindonesia.com, 1/9/2021)

Perlakuan ini membuktikan betapa keterikatan tersebut telah terjalin erat. Padahal, AS lah biang masalah di Afghanistan sekitar dua dekade ini.

Keterikatan antara kafir harbi fi'lan dengan Taliban yang notabene adalah penguasa saat ini, meniscayakan tidak adanya kemandirian dalam negara, padahal Daulah Islam yang didirikan Rasulullah saw di Madinah dan dilanjutkan oleh para Khalifah setelahnya, tak pernah menjadikan musuh sebagai teman.

Taliban pun berjanji akan menampilkan wajah yang lebih moderat, tak melaksanakan rajam, mereka juga berjanji tidak akan membatasi pergerakan perempuan di ruang publik, bahkan menyeru para perempuan masuk ke dalam pemerintahan, berbeda jauh dengan pemerintahan Taliban sebelumnya. Indikasi perubahan arah pandang menuju Islam moderat dan bekerjasamanya Taliban dengan AS, seharusnya menyadarkan umat, bahwa perjuangan mereka sudah terinfiltrasi oleh Barat.

Khilafah, Model Daulah Islamiyah yang Sempurna

Ketika Nabi memutuskan hijrah ke Madinah, sungguh hal tersebut bukan karena Nabi bosan dianiaya dan dipersekusi Quraisy. Namun, beliau memandang jika selama lebih dari 12 tahun berdakwah di Makkah, risalah Islam tak bisa hidup dan tersebar. Maka dengan adanya baiat Aqabah II dari penduduk Madinah, mantaplah langkah kaki Nabi untuk berhijrah. Membangun Daulah Islamiyah pertama.

Daulah Islam yang didirikan Nabi, murni dari perjuangan kaum muslim. Meski di Mekah Nabi ditawari harta, tahta dan wanita agar Nabi meninggalkan dakwah, namun bukan kompromi itu yang beliau ambil. Pun ketika dakwah mengharuskan beliau bernegosiasi, menyeru para kabilah Arab masuk ke dalam agama Allah, beliau mendapat tawaran ambisius Bani Amir bin Sha'sha'ah, dengan syarat jika kemenangan sudah di tangan Nabi, sepeninggal beliau, merekalah yang memegang kendali. Namun, Nabi dengan tegas mengatakan jika urusan tersebut adalah milik Allah.

Daulah Islamiyyah adalah negara independen, berpegang teguh pada syariat Islam. Kemenangan diraih bukan hasil kerja sama dengan kafir harbi. Namun, ghirah kaum muslimlah yang menjadikan Daulah ada. Diperkuat dengan hukum syariat yang sempurna, tanpa menunjukkan moderasi agar tampil berbeda, tampil sesuai nafsu manusia. Sungguh Daulah Islamiyyah seperti inilah yang bisa menjadi negara tangguh, membebaskan manusia dari penghambaan kepada makhluk, menuju penghambaan hanya kepada Allah subhanahu wata'ala. Allahu a'lam bis-showwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Dia Dwi Arista Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Kehidupan Lain
Next
Tiada Kata Gratis dalam Sistem Kapitalis
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram