"Sistem ekonomi kapitalisme ribawi ini, oleh pakar ekonomi Islam, Dr. Dwi Condro Priono, Ph.D., diibaratkan tubuh manusia, yang mempunyai empat unsur. Pertama, tubuhnya adalah pasar bebas (liberalisme). Kedua, aliran darahnya adalah uang kertas. Ketiga, jantungnya adalah lembaga perbankan. Dan keempat, pemompa jantungnya adalah suku bunga."
Oleh: Aya Ummu Najwa
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sejahtera adalah cita-cita setiap individu, masyarakat, maupun negara. Indonesia, negara dengan kekayaan alam yang melimpah ini, ternyata masih berjibaku dengan angka kemiskinan yang tak pernah usai, bahkan kian parah. Terlebih sejak pandemi melanda, angka kemiskinan dan pengangguran makin menggila. Padahal, program pengentasan angka kemiskinan terus dicanangkan oleh siapa pun pemimpin yang terpilih. Namun jangankan maju, lepas dari kemiskinan saja masih begitu berat.
Wapres Ma'ruf Amin dalam keterangan resminya mengatakan, "Indonesia memiliki tingkat kemiskinan ekstrem yang mencapai angka 4 persen atau sekitar 10,86 juta jiwa. Sedangkan, tingkat kemiskinan Indonesia secara umum, bersumber pada data Maret 2021 sejumlah 10,14 persen atau 27,54 juta jiwa" (CNN Indonesia, 26/8/21).
Untuk menjadikan negeri ini sejahtera dan maju, ternyata tak cukup dengan kekayaan SDA saja. Namun, butuh sistem politik dan ekonomi yang mumpuni. Sebab, sejatinya Indonesia mempunyai kekayaan alam yang melimpah. Tapi kenyataannya, ekonomi negeri zamrud khatulistiwa ini justru berada jauh tertinggal, dari negara-negara minim SDA.
Penduduk Indonesia pun terbesar keempat di dunia. Akan tetapi, belum terlihat kepemimpinan Indonesia di mata dunia. Negeri ini kaya, tapi utang luar negerinya makin menganga. Sistem politik luar negerinya yang bebas aktif, malah menjadikan Indonesia terjebak dengan keran liberalisasi dan investasi asing. Menjadikannya terkungkung dengan kebijakan kapitalisme global dan aturan internasional.
Dalam sistem internasional, negara-negara di dunia terbagi menjadi dua kelompok: Price Center, yaitu sebagai pembuat kebijakan dan kelompok Price Taker yaitu kelompok yang menerima kebijakan internasional. Negara-negara yang termasuk Price Center saat ini, adalah sebagian negara Eropa barat dan Amerika Serikat, Cina, Jepang, Korsel, dan India. Sedangkan, negara Price Taker adalah semua negara di dunia ketiga. Sayangnya, Indonesia masuk dalam kategori ini.
Maka, apapun kebijakan yang dihasilkan oleh kelompok pertama, Indonesia pasti akan mengekor dan menaati. Termasuk penerapan sistem ekonomi kapitalisme neoliberal. Sistem ekonomi ini bersandar pada sektor ekonomi non riil, yang melahirkan institusi pasar modal dan sektor perbankan berbasis riba. Sistem keuangannya bertumpu pada pajak dan utang luar negeri. Serta sistem moneter yang berbasis uang kertas, yang sebenarnya menjadi faktor penyebab krisis ekonomi terjadi.
Sistem ekonomi kapitalisme ribawi ini, oleh pakar ekonomi Islam, Dr. Dwi Condro Priono, Ph.D, diibaratkan layaknya tubuh manusia, yang mempunyai empat unsur: Pertama, tubuhnya adalah pasar bebas (liberalisme). Kedua, aliran darahnya adalah uang kertas. Ketiga, jantungnya adalah lembaga perbankan. Dan keempat, pemompa jantungnya adalah suku bunga.
Maka, segala kebijakan yang diambil oleh penyelenggara negara, hanya untuk tetap dapat mempertahankan kehidupan kapitalisme, dengan pemain utamanya korporasi. Dengan terus menambah utang dan menggenjot pajak dari rakyat, agar jantung sistem ribawi ini tetap berdenyut. Dan lagi-lagi, rakyat hanya akan menjadi tumbal kekejaman kapitalisme. Cukuplah beri rakyat kebijakan pengalihan yang tak solutif, seperti BLT tunai, kartu sakti, dan program-program lainnya. Semua itu hanya berfungsi layaknya pereda nyeri sesaat, tanpa membuang sumber sakit yang utama.
Karena itulah, alih-alih sejahtera, Indonesia semakin terpuruk ke dalam jurang krisis tak berujung. Sebesar apa pun SDA yang dimiliki, jika sistem yang diterapkan salah, maka bukan kemajuan dan kesejahteraan yang di dapat. Namun, keterpurukan ekonomi yang terjadi. Kemiskinan semakin meningkat, pengangguran kian banyak, kejahatan merajalela, hingga kedaulatan pun tergadaikan.
Hanya dengan Sistem Islam Indonesia akan Sejahtera
Jika ingin memulihkan perekonomian negeri ini dan dunia, jalan satu-satunya adalah dengan kembali menerapkan sistem ekonomi Islam. Sistem ini terbukti kuat, mandiri, juga anti krisis. Sehingga, negara akan mampu bertahan jika suatu waktu dihantam krisis atau pandemi. Apalagi di tengah kondisi wabah seperti sekarang ini, Islam akan menerapkan kebijakan yang diprioritaskan pada upaya penyelesaian wabah terlebih dahulu. Akan tetapi di waktu yang sama, juga menerapkan berbagai konsep gagasan mekanisme makro dan mikro ekonomi Islam. Dengan begitu, negara akan terhindar dari krisis yang berkepanjangan.
Sistem ekonomi Islam dalam negara Khilafah akan mampu mencegah terjadinya krisis ekonomi. Dengan menggunakan prinsip berikut:
Pertama, sistem ekonomi Islam jelas mengharamkan semua praktik riba. Semua praktik perbankan konvensional yang bersifat ribawi, serta aktivitas ekonomi apapun, baik antar individu maupun bisnis yang mengandung riba, dan transaksi yang tidak sesuai syariah, akan dihentikan oleh Khilafah. Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan tegas telah mengharamkan riba dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275: "Para pemakan riba, mereka tidak dapat berdiri kecuali seperti berdirinya orang yang kerasukan setan, sebab gila. Keadaan mereka itu adalah disebabkan mereka berkata, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Bagi mereka yang telah sampai kepada-nya larangan dari Tuhannya lalu berhenti dari mengambil riba, maka untuknya apa yang telah diambilnya dahulu sebelum datang larangan dan urusannya terserah Allah. Sedangkan, orang yang kembali mengambil riba maka mereka adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."
Kedua, Khilafah akan menata ulang sistem moneter, yakni harus berbasis emas dan perak bukan yang lain. Apabila negara perlu mencetak uang kertas, maka harus diimbangi dengan emas dan perak. Artinya harus ada sejumlah emas/perak yang nilainya sama dengan uang kertas yang akan dicetak. Sehingga, uang kertas negara mana pun tidak akan bisa mendominasi uang negara lain. Sebaliknya, uang tersebut akan mempunyai nilai intrinsik yang tetap dan tidak berubah. Sejak dibuangnya emas sebagai cadangan mata uang, kemudian dijadikannya dolar sebagai acuan mata uang. Maka, dolar yang tak berbasis emas telah mendominasi dunia. Sehingga akan berakibat fatal bagi negara lain dan menjadi pemicu krisis dunia, jika terjadi goncangan kecil saja pada dolar.
Ketiga, dalam sistem ekonomi Islam penjualan komoditi sebelum dikuasai oleh seseorang jelas dilarang. Haram hukumnya menjual barang yang tidak dimiliki. Begitu pula praktik pemindahtanganan kertas berharga, obligasi, serta saham yang dihasilkan dari akad-akad yang batil. Khilafah akan menutup pasar saham, jual beli saham, obligasi, dan komoditi tanpa adanya syarat serah terima, serta akad-akad batil yang sarat akan masalah.
Keempat, keuangan di dalam negara Khilafah berbasis pada Baitul Mal. Khilafah pun tidak akan pernah mengambil utang luar negeri. Sistem keuangan Baitul Mal ini, membagi kepemilikan menjadi tiga yakni pos: pos kepemilikan umum, negara, dan individu. Pos kepemilikan umum diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam milik umum. Seperti pertambangan, hasil laut dan hutan, serta aset aset lainnya. Negara Khilafah hanya berfungsi sebagai pengelola. Adapun hasilnya dikembalikan seutuhnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat, baik kebutuhan primer, seperti sandang, pangan, dan papan, maupun kebutuhan dasar mereka seperti keamanan, pendidikan, dan kesehatan.
Sumber daya alam ini pun tidak akan diprivatisasi, apalagi diserahkan kepada swasta, baik lokal maupun asing. Sehingga, ketika terjadi krisis ia akan dapat dimanfaatkan oleh pemilik sahnya yaitu rakyat. Jika dikuasai negara, SDA juga berpotensi menyerap tenaga kerja yang besar. Demikianlah, akan mampu mengatasi masalah pengangguran karena terbatasnya lapangan pekerjaan.
Sedangkan, kepemilikan negara adalah kekayaan yang bersumber dari pajak dan zakat yang pembelanjaannya telah ditetapkan oleh syariah. Sementara, kepemilikan individu adalah sumber pemasukan bagi rakyat sebagai hasil dari aktivitas mereka sendiri, baik dari bekerja, harta warisan, dan lainnya.
Kelima, Khilafah akan menata ulang kebijakan fiskal, dengan cara menutup semua pungutan pajak. Jika suatu saat Khilafah dihadapkan pada situasi yang tak terduga, yang mengharuskan memungut pajak, maka ditujukan hanya pada kalangan kaya dari kaum muslim. Sedangkan, ketika situasi tak biasa ini selesai, maka pajak akan dihentikan.
Demikianlah, hanya dengan menerapkan sistem ekonomi Islam inilah, Indonesia akan mampu bertahan di tengah kondisi apa pun dan tidak akan jatuh ke dalam jurang krisis, terlebih lagi resesi. Sehingga, kesejahteraan pun akan sangat nyata dirasakan umat. Namun, jika negeri ini masih terus mengekor negara barat dengan menjunjung tinggi kapitalisme, maka itu akan sulit. Karena sistem ekonomi Islam hanya dapat diterapkan oleh negara yang independen dan berdaulat, yaitu Khilafah Islamiyyah.
Wallahu a'lam[]
Bener banget, sekarang setiap orang lebih memilih pinjaman dengan riba. apalagi negara memfasilitasi dengan banyak banget pinjaman online. huh sungguh sudah gerah dengan kondisi saat ini