Pendidikan Berpajak, Bagaimana Kualitas Generasi?

"Terlepas dari besarnya dana pendidikan di Indonesia, pendidikan negeri ini tetap terpuruk. Seolah dana yang dikucurkan tak terserap untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Keterpurukan ini pun merata pada setiap instrumen pendidikan, dimulai dari infrastruktur yang kurang memadai, sehingga tak jarang muncul pemberitaan gedung sekolah ambruk di tengah pembelajaran."

Oleh. Dia Dwi Arista
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pendidikan adalah hal yang krusial bagi semua negara. Negara mempunyai tanggung jawab penuh atas pendidikan bagi seluruh warganya. Namun, kenyataannya pemerintah Indonesia malah menggodok RUU (Rancangan Undang-Undang) untuk memajaki jasa pendidikan sebesar 7 persen. Jika RUU ini diteken, maka jasa pendidikan bukan lagi penghuni lingkup non-Jasa Kena Pajak (JKP).

Kebijakan baru ini tengah digodok oleh Kemenkeu dengan Panja (Panitia Kerja) RUU KUP Komisi XI DPR RI. Agenda tersebut tertera dalam RUU tentang Perubahan Kelima atas UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. (nasional.kontan.com, 9/9/2021)

Beleid ini rencananya akan dikenakan pada sekolah non-Sisdiknas, atau sekolah swasta dan sekolah internasional. Jika sekolah swasta yang notabene adalah pembantu sekolah negeri dipajaki, lalu bagaimana nasib pendidikan negeri ini selanjutnya? Padahal kita tahu jumlah sekolah negeri jauh lebih sedikit dari jumlah sekolah swasta.

Fakta Pendidikan di Indonesia

Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya akan sumber daya. Hal ini berbanding terbalik dengan pendidikan di dalamnya. Kekayaan yang melimpah nyatanya tidak bisa menjamin pendidikan rakyatnya terpenuhi. Menurut data dari Kemendikbud, terdapat 157 ribu siswa putus sekolah pada tahun ajaran 2019/2020. Banyaknya kurikulum yang diujicobakan kepada siswa dari tahun 1947 hingga 2017 juga turut memperburuk kualitas pendidikan. Dalam rentang 70 tahun, tercatat kurikulum pendidikan di Indonesia sudah berganti hingga 9 kali. Pergantian Menteri Pendidikan, seolah pertanda bergantinya kurikulum. Kurikulum yang disahkan menteri sebelumnya selalu dianggap tidak efektif. Korbannya, tentu adalah para siswa dan tenaga pengajar, yang dipaksa mengikuti setiap perubahan-perubahan tiap periodenya. Maka wajar jika Education Index yang dikeluarkan oleh Human Development Reports menempatkan Indonesia di posisi ke enam dalam wilayah ASEAN, dengan nilai 0,622. (tirto.id, 2/5/2029).

Baca juga : https://narasipost.com/2021/09/09/mahasiswa-putus-kuliah-dan-cermin-pendidikan-dalam-islam/

Secara internasional pun, Indonesia berada pada tingkat 72 dari 77 negara. Data ini dikeluarkan pada Desember 2019 oleh Programme for International Student Assessment (PISA), penilaian dilakukan dilihat dari tiga poin utama, yakni matematika, sains dan literasi. Malaysia berhasil menduduki peringkat ke-56, sedangkan Singapura melesat di tempat teratas pada posisi kedua. (dw.com, 24/1/2020)

Dana Besar Kualitas Kurang

Dilansir dari kemdikbud.go.id, pemerintah menggelontorkan dana cukup besar untuk pendidikan di tahun 2021. Komisi X DPRI RI bersama Kemendikbud menetapkan 20 persen anggaran APBN atau Rp550 triliun untuk dana pendidikan. Dari anggaran tersebut dibagi untuk Kemendikbud sebesar Rp81,5 triliun atau 14,8 persen.

Anggaran Rp81,5 triliun tersebut dialokasikan untuk pendanaan wajib sebesar Rp31,13 triliun. Pendanaan wajib ini meliputi Kartu Indonesia Pintar Kuliah dan ADIK yang menargetkan 1.102 juta mahasiswa, tunjangan guru non-PNS menargetkan 363.000 guru, Program Indonesia Pintar bagi 17,9 juta siswa, BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri) dan BPPTN-BH (Bantuan Pendanaan PTN Badan Hukum) 75 PTN, BOPTN vokasi menargetkan 43 PTN, dan pengembangan empat destinasi pariwisata.

Terlepas dari besarnya dana pendidikan di Indonesia, pendidikan negeri ini tetap terpuruk. Seolah dana yang dikucurkan tak terserap untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Keterpurukan ini pun merata pada setiap instrumen pendidikan, dimulai dari infrastruktur yang kurang memadai, sehingga tak jarang muncul pemberitaan gedung sekolah ambruk di tengah pembelajaran. Tenaga pengajar yang kurang diperhatikan, apalagi masalah guru honorer yang bertahun-tahun bekerja namun mendapat gaji yang jauh dari kata layak, ditambah dengan kurikulum yang tidak baku, memunculkan masalah baru, padahal kurikulum lama belum terlaksana dengan sempurna. Hingga persoalan pembiayaan bulanan bagi murid yang kerap memberatkan, apalagi di tengah pandemi yang mengharuskan siswa memiliki gadget dan kuota.

Adapun dengan output pendidikan, juga tak sebanding dengan banyaknya dana yang digelontorkan. Dengan dana besar, seharusnya output pendidikan lebih berkualitas, nyatanya negeri ini tak bercita-cita menjadikan generasinya sebagai pemikir dan pemimpin peradaban, pendidikan hanya difokuskan kepada terciptanya sumber daya manusia untuk industri. Dengan kata lain menyiapkan generasi sebagai buruh di negeri sendiri.

Baca juga :https://narasipost.com/2021/09/19/pendidikan-berpajak-apakah-bijak/

Hal ini jelas telah ditentukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem dengan 'Merdeka Belajar' nya. Nadiem menjelaskan jika empat program pokok kebijakan pendidikan 'Merdeka Belajar' menjadi fokus dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia sesuai arahan Presiden dan Wakil Presiden. (m.bisnis.com, 11/12/2019)

Masalah lain yang menjadikan pendidikan di Indonesia tidak berkualitas adalah tidak meratanya fasilitas dan infrastruktur pendidikan. Seolah pendidikan berkualitas hanya bisa didapat di kota besar yang mempunyai fasilitas dan infrastruktur menunjang. Siswa di pelosok tak jarang hanya mendapat fasilitas dan bantuan ala kadarnya, bahkan pengajarnya pun dari para relawan yang peduli dengan nasib bangsa.

Inilah fakta dan permasalahan akut yang masih harus diurai oleh pemerintah Indonesia. Dengan dipajakinya jasa pendidikan non-Sisdiknas, sekolah-sekolah swasta yang tulus membantu program pendidikan terancam tutup, entah karena dana operasional sekolah yang disunat maupun putusnya anak-anak bersekolah karena terkendala biaya yang semakin mahal. Apalagi jika sekolah yang memiliki murid kurang dari 60 siswa terancam tak mendapat bantuan Dana Operasional Sekolah (BOS). Mau dibawa ke mana nasib generasi ini?

SDM Berkualitas Hanya Ada dalam Islam

Islam dengan Khilafahnya mempunyai tujuan untuk melayani rakyat. Tujuan ini akan diimplementasikan dengan memenuhi hak-hak dasar masyarakat. Pendidikan adalah salah satu dari hak dasar manusia, maka Khilafah akan menjamin pendidikan bagi rakyatnya, mulai dari alokasi dana yang besar untuk membangun infrastruktur dan fasilitas yang berkualitas, menyiapkan tenaga pendidik yang mempunyai kemampuan untuk mengembangkan potensi muridnya, menyiapkan perpustakaan yang mampu memberikan informasi lengkap tentang ilmu pengetahuan, hingga menggratiskan biaya pendidikan bagi rakyatnya.

Sektor pendidikan juga menjadi tempat yang pas untuk membangun kepribadian islami, dengan menancapkan akidah dan keimanan kepada para siswanya. Sehingga generasi Islam menjadi generasi terdepan dalam membangun peradaban dan menyebarkannya ke penjuru dunia. Dana besar yang dikeluarkan oleh Khilafah adalah dana yang murni berasal dari pengolahan sumber daya alam negara, kharaj dan fa’i. Bukan dari pajak ataupun utang ribawi. Demikianlah cara Khilafah dalam membangun generasi berkualitas dengan pendidikan yang berkualitas pula.

Pajak yang seharusnya bersifat sementara, malah menjadi pungutan paksa yang terus diambil di negara penganut kapitalis, maka pajak jasa pendidikan sudah seharusnya ditolak. Sebab, selain pendidikan adalah kewajiban negara, dengan pajak yang besar generasi Indonesia terancam kehilangan pendidikan. Maka tinggal tunggu waktu untuk Indonesia lebih terperosok dalam kubangan penjajahan. Nauzubillah.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Dia Dwi Arista Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Kefakiran Dekat dengan Kekufuran, Anak Jadi Tumbal Pesugihan
Next
Stop Menyalahkan Orang Lain!
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram