"Vaksinasi bukanlah solusi utama dalam penanganan pandemi. Vaksinasi tidak menjamin terputusnya rantai Covid-19. Namun setidaknya lebih minim resikonya .Tetapi, ketika vaksinasi dijadikan syarat pembukaan sekolah, tentu bukan solusi tepat. Karena, ternyata distribusi vaksin tidak berjalan dengan mulus."
Oleh: Widhy Lutfiah Marha
(Pendidik Generasi)
NarasiPost.Com-Sampai saat ini, terus ramai dibicarakan, baik di sosmed maupun di tengah masyarakat secara langsung, yaitu kebijakan pemerintah tentang Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Sehingga, banyak masyarakat yang harap-harap cemas dengan kebijakan ini. Masyarakat berharap sekolah bisa normal kembali, sekaligus juga cemas akan risiko yang akan dihadapi, karena kondisi pandemi yang belum berakhir.
Adapun mengenai Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Presiden Jokowi menjelaskan bahwa, ada syarat berkaitan dengan proses vaksinasi yang menyatakan bahwa proses pembukaan sekolah bisa kembali dimulai setelah semua pelajar di Indonesia sudah divaksin Covid-19.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh presiden ketika melakukan dialog secara virtual dengan bupati Goa pada tanggal 19 Agustus 2021. Namun, pada tanggal 23 Agustus 2021 dalam rapat kerja dengan komisi sepuluh DPR, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim mengatakan bahwa sekolah yang berada di wilayah PPKM level 1-3 itu boleh melakukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas, meskipun gurunya belum divaksinasi.
Sekolah-sekolah ini diperbolehkan melakukan pembelajaran di sekolah. Nadiem juga mengatakan bahwa vaksinasi itu bukanlah prakondisi atau kreteria pembukaan sekolah. Vaksinasi itu bukanlah keperluan atau kondisi pemerintah untuk membuka sekolah. Akan tetapi kondisinya untuk sekolah itu ada di level 1-3. Semua sekolah di level 1-3 boleh melakukan pembelajaran tatap muka.
Bagi sekolah yang gurunya sudah divaksinasi secara lengkap, dan berada di wilayah PPKM level 1-3 wajib melakukan pembelajaran tatap muka. Namun, bukan berarti guru wajib untuk divaksin sebelum melakukan pembelajaran tatap muka. Kemudian, Nadiem juga meminta agar pemerintah daerah segera memperbolehkan sekolah tatap muka yang berada di wilayah PPKM level 1-3, karena menurutnya saat ini orang tua sudah tidak sabar anak-anaknya bisa pergi ke sekolah kembali.
Dari kebijakan ini, kita bisa melihat bahwa ketidakkonsistenan penguasa terkait syarat pemberlakuan PTM. Sebelumnya, syarat pembukaan sekolah itu harus ada proses vaksinasi guru dan tenaga kependidikan, kemudian menjadi berubah dengan turunnya level PPKM dari level 4 ke level 3. Memang, sekolah tatap muka sudah sangat dinanti-nanti untuk diberlakukan, mengingat banyaknya kelemahan proses PJJ dan juga berbagai dampak negatifnya, terutama dampak lost generation. Namun, tentu pelaksanaannya di tengah pandemi ini membutuhkan persiapan teknis yang sangat optimal.
Kita tidak berharap kelemahan proses PJJ selama ini ditutupi dengan ketergesaan membuka sekolah tatap muka dan mengorbankan keamanan serta keselamatan anak didik. Inilah realita yang terjadi dalam sistem kapitalis saat ini. Sejak awal memang penanganan pandemi yang tidak dilakukan secara serius dan optimal, akhirnya menghasilkan dampak yang terus berkelanjutan.
Seperti kebijakan memperbolehkan pembukaan sekolah di daerah level PPKM level 3, ini bersamaan dengan kebolehan sektor ekonomi yang juga mulai boleh kembali buka. Contohnya: pembukaan mall, toko-toko besar, makan di restoran, dan lain-lain.
Hal ini mengonfirmasi bahwa kebijakan ini lebih mendukung sektor ekonomi yang akan menguntungkan para kapitalis. Sementara, untuk kebutuhan rakyatnya tampak abai dalam menyelesaikannya dan diulur-ulur. Seperti terkait pembukaan sekolah tatap muka, pemerintah sempat menyatakan bahwa sekolah di tingkat dasar hingga menengah boleh menggelar sekolah tatap muka setelah vaksinasi guru rampung.
Kemudian ditargetkan vaksinasi terhadap 5,6 juta guru dan tenaga kependidikan harus rampung di pekan dua bulan Juni, kemudian target dimundurkan hingga akhir Agustus. Namun, per 18 Agustus, pemerintah menyebut bahwa vaksin terhadap guru dan tenaga kependidikan baru mencapai 54% untuk dosis yang pertama dan 35% untuk dosis kedua. Walaupun kenyataannya begitu, tetapi akhirnya PTM tetap minta dilaksanakan di daerah PPKM level 3.
Miris sekali, kita tahu bahwa vaksinasi bukanlah solusi utama dalam penanganan pandemi. Vaksinasi tidak menjamin terputusnya rantai Covid-19. Namun, setidaknya berdasarkan penelitian mereka yang sudah divaksin itu akan lebih minim tingkat risikonya jika terpapar virus. Tetapi, ketika vaksinasi dijadikan syarat pembukaan sekolah, tentu bukan solusi tepat. Karena, ternyata distribusi vaksin tidak berjalan dengan mulus. Bahkan, banyak daerah yang mengeluhkan tidak mendapatkan vaksin, karena suplai dari pusat terbatas. Sebagai contoh ada di antara para pelajar yang tidak bisa kembali ke sekolah yang sekolahnya di Jawa. Karena, tidak bisa memenuhi persyaratan untuk naik pesawat terbang yang mewajibkan harus sudah vaksin.
Walhasil, pelajar pun harus menjadi korban, ketinggalan pelajaran dengan teman-teman lain yang sudah belajar di sekolahnya. Ini menunjukkan kebijakan yang paradoks, wajah buruk kapitalis semakin terlihat. Kebijakan-kebijakan yang saling over laping satu dengan lain dan tampak tidak ada kesungguhan dalam memberikan pelayanan terhadap rakyat. Seharusnya rakyat diberikan kemudahan untuk mendapatkan layanan vaksin ini, termasuk para siswa, guru, dan tenaga kependidikan.
Hal ini tentu berbeda dengan Islam yang memberikan pelayanan secara totalitas kepada rakyat. Semua sarana-sarana yang menunjang pendidikan itu akan dijamin oleh negara. Karena negara di dalam Islam memiliki paradigma sebagai ra'in atau penanggung jawab. Sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw, beliau bersabda: "Seorang imam atau kepala negara adalah pemelihara dan pengatur urusan umat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya." (HR. Bukhari Muslim)
Dengan paradigma inilah, negara Islam akan sungguh-sungguh dalam memenuhi sarana dan prasarana pendidikan, termasuk kesehatan yang mendukung aktivitas pembelajaran. Rakyat tidak akan bingung mendapatkan vaksin, ketika vaksin menjadi kebutuhan saat pandemi. Bahkan seharusnya rakyat mendapatkan vaksin yang berkualitas sekaligus gratis dan mudah dijangkau aksesnya. Karena semua ini adalah hak rakyat yang harus dipenuhi oleh negara.
Negara akan membiayai seluruh aktivitas yang dibutuhkan dengan sangat optimal dari Baitul Mal, sehingga semua permasalahan akan bisa ditanggulangi dengan mekanisme negara yang bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Rakyat akan mendapatkan semua haknya dengan proporsional, baik pendidikan maupun kesehatan. Oleh karena itu, marilah kita memenuhi seruan Allah Swt untuk menerapkan semua aturan Allah di muka bumi ini. Dalam Al-Quran Allah berfirman yang artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila Ia menyerumu kepada sesuatu yang memberikan kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kamu akan dikembalikan." (TQS. Al-Anfal:20)
Oleh karena itu, kuatkan tekad, sinergikan langkah dan sinsingkan lengan, serta terus berdoa semoga sistem yang paripurna dan diridai oleh Allah itu akan segera terwujud. Hanya kepada Allahlah kita memohon petunjuk. Wallahu a'lam bishshawab.[]