"“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (Q.S. Al-Hujurat [49]:13)"
Oleh: Vidya Spaey Putri Ayuningtyas, S.T., MaHS, IAI
(Tim Redaksi NarasiPost.Com )
NarasiPost.Com-Masih segar dalam ingatan, ketika saya mendaftar sekolah S2 di salah satu Universitas di Belgia pada tahun 2012, salah satu persyaratan dari pendaftaran dan penerimaan mahasiswa baru di Universitas tersebut adalah mengisi aplikasi online untuk bisa lolos di tahap administrasi. Pada 2012, terdapat pertanyaan berkaitan dengan gender atau jenis kelamin, dengan pilihan antara male (laki-laki) atau female (perempuan). Dan pada tahun 2021 ini, saya menemukan sedikit kebingungan saat mengisi aplikasi online untuk melanjutkan studi S3 di salah satu universitas dunia yang berlokasi di Inggris. Dalam aplikasi online tersebut, pertanyaan berkaitan dengan gender tidak lagi sesederhana dulu dan membingungkan karena saya tidak familiar dengan beberapa istilah baru. Beberapa pertanyaan berkaitan dengan gender menjadi begitu panjang dan rumit, antara lain: Apa jenis kelamin anda? (pria, wanita, transgender atau memilih untuk tidak menyebutkan); Apakah gender atau jenis kelamin anda sekarang sama dengan ketika lahir? (sama atau berbeda); Ketertarikan, identitas dan orientasi seputar seksual (homosexual, straight/ heterosexual/ bisex/ dan masih banyak lagi).
Ternyata di dunia kesehatan sekalipun, identitas dan orientasi ini digolongkan menjadi 7 hingga 46 tipe menurut beberapa versi. LGBT pun berkembang menjadi LGBTQ+. LGBTQ+ adalah kependekan dari LGBTTTQQIAA (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Transsexual, 2/Two-Spirit, Queer, Questioning, Intersex, Asexual, Ally, +Pansexual, +Agender, +Bigender, +Gender variant, +Pangender). Dan lebih dari itu, gender di Thailand bukan lagi hanya pria dan wanita saja namun berkembang menjadi belasan atau kurang lebih 18 gender.
Untuk kepentingan pendaftaran administrasi sekolah saja, isu seputar gender ini sudah tidak lagi sederhana, saya harus membaca penjelasan dari banyak term baru seputar gender agar tidak salah memilih. Dan saya tidak membayangkan betapa rumitnya isu ini jika ditarik ke kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, seorang pria atau wanita tidak lagi semudah dulu untuk menentukan pasangan hidupnya karena tidak semua pria adalah pria yang menyukai wanita lagi dan begitu pula sebaliknya. Sebagai seorang arsitek, saya merasa ini akan menjadi permasalahan yang besar suatu saat nanti. Merancang ruang dan fasilitas publik untuk pria dan wanita saja, arsitek dan perencana kota sudah cukup sering mendapatkan kritik dan protes dari khususnya beberapa feminist yang merasa bahwa wanita kurang diperhatikan dan difasilitasi di ruang dan fasilitas publik.
Apa yang harus dilakukan jika 18 gender hingga 46 tipe manusia di atas melakukan protes dan meminta untuk diperhatikan dan difasilitasi? maka bisa jadi setiap gedung dan ruang publik harus menyediakan kurang lebih 20 tipe toilet umum. Kebebasan akal manusia tanpa dibatasi oleh aturan agama telah melahirkan kerumitan. Lalu, apa sebenarnya akar masalah dan solusi terbaik untuk menyelesaikan segala kerumitan ini? Secularism atau sekularisme adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan negara harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan. Sekularisme memberi kebebasan pada yang beragama atau tidak beragama dengan menyediakan kerangka netral dan tidak menganakemaskan sebuah agama tertentu.
Kata kebebasan (liberty), Kesamaan (equality) dan netral terdengar seolah-olah sebagai sebuah kebijakan dan keadilan untuk semua. Padahal, seorang individu atau kelompok masyarakat yang memilih untuk bebas dari aturan agama tidak dengan mudah hidup berdampingan dengan individu atau masyarakat yang beragama, dan begitu pula sebaliknya. Sebagai contoh, Islam melarang LGBTQ+ maka umat Islam akan berdakwah untuk menyadarkan berdasarkan perintah Allah agar menghindari perilaku LGBTQ+. Dakwah yang pebuh kasih untuk menyadarkan kaum LGBTQ+ akan dianggap sebagai suatu bentuk penyerangan kebebasan individu. Sebagian besar umat Islam yakin bahwa perintah dan larangan Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang adalah kebaikan untuk ciptaan-Nya atau manusia, kehidupan, dan dunia. Lebih dari itu, sekularisme telah membuat banyak manusia hanya berfokus pada kebebasan berfantasi di luar akal dan fitrah manusia itu sendiri, sehingga tidak mampu menghasilkan pemikiran yang cemerlang. Tanpa agama yang benar dan lurus, manusia tidak akan mampu mengetahui hakikat atau potensi yang sesungguhnya dalam dirinya. Bahkan dalam cengkraman sekularisme ini, fitrah dan naluri manusia banyak yang tercabut dalam dirinya.
Allah mengajarkan tentang hakikat atau potensi manusia melalui agama Islam bahwa setiap manusia itu tidak dapat lepas dari kebutuhan jasmani (hajatul udhowiyah), fitrah atau naluri (gharizah), dan akal yang melibatkan Maqlumat Sabiqoh untuk mampu berpikir secara cemerlang. Dan di dalam gharizah atau fitrah dan naluri manusia, itu masih dibagi lagi menjadi Gharizah Baqa’ (naluri atau fitrah mempertahankan diri), Gharizah Nau` (naluri berkasih sayang dan melanjutkan keturunan), Gharizah Tadayyun (naluri bertuhan, beragama atau mengaggungkan sesuatu). Spesifikasi dasar atau potensi manusia tidak akan dipahami dengan mudah oleh manusia tanpa ajaran agama. Dan lebih dari itu, berpikir dengan mengedepankan akal saja tidak cukup, karena akal dapat membuat manusia lebih tinggi, cerdas dan bijak sekaligus lebih rendah, bodoh dan buas daripada binatang.
Binatang mengetahui naluri untuk mempertahankan diri, berkasih sayang dan melanjutkan keturunan. Binatang mengetahui apa yang seharusnya dia makan untuk melangsungkan hidup dan sesuai kebutuhan jasmaninya. Kita tidak akan menemui binatang memakan atau meminum yang terlarang atau berbahaya bagi jasmaninya, sedangkan banyak manusia yang diberi akal sering melampaui batas dan merusak diri. Binatang tidak makan sesuatu melampaui batas kemampuan dan kebutuhan fisiknya, sedang dengan akal manusia sering mencoba banyak hal.
Islam mengajarkan betapa pentingnya mengoptimalkan fakta, indra, otak, dan kemampuan untuk mengaitkan banyak informasi awal terutama yang berkaitan dengan perintah dan larangan Allah agar akal mampu berpikir cemerlang. Tanpa adanya ajaran agama yang benar, manusia hanya akan terus mengikuti hawa nafsunya terlebih jika diberi kebebasan tanpa adanya batasan dan aturan yang benar.
“Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas.” (Q.S. Al-A'raf [7]:81)
Sering beberapa orang beranggapan bahwa LGBTTTQQIAA adalah fitrah yang dibawa dari lahir dan menyalahkan Sang Pencipta dalam menciptakan manusia. Semua ini terjadi bukan atas kehendak Sang Pencipta, melainkan kesalahan manusia itu sendiri yang menginginkan kehidupan yang sebebas-bebasnya, secara tidak sadar menuhankan akalnya sendiri, dan memisahkan diri dari aturan agama. Dan hal ini semakin memperkuat bahwa dampak pemisahan kehidupan beragama dan bernegara akan menjauhkan manusia dari fitrah kebutuhan dan penciptaan manusia itu sendiri. Kebebasan yang hampir tanpa batas dan pemikiran dangkal dari negara yang menganut ideologi secularism telah banyak membiarkan banyak cerita, film, novel, propaganda, gerakan dan agenda yang didanai cukup besar semakin luas pengaruhnya ke banyak pelosok dunia dan semakin besar dampaknya terhadap lahirnya kerumitan masalah dan kerusakan tatanan bumi.
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (Q.S. Al-Hujurat [49]:13)
Jika ada sebuah kota atau negara yang memberi kebebasan bagi manusia tanpa peraturan dan hukum yang benar, maka yang akan terjadi hanyalah kekacauan, kerumitan, dan protes semakin banyak. Dan lebih dari itu, kerusakan, wabah serta bencana akan ikut hadir mengikuti kebijakan kota dan negara yang menginginkan kebebasan bagi manusia secara mutlak dan lepas dari peraturan agama.[]