Refleksi Kemerdekaan: Rakyat Miskin di Tengah Melimpahnya SDA

Refleksi Kemerdekaan

Di tengah melimpahnya sumber daya alam yang mencapai ribuan triliun, rakyat masih menderita kemiskinan dalam peringatan 79 tahun kemerdekaan.

Oleh. Netty al Kayyisa
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Kemerdekaan Indonesia 17 Agsustus 1945 telah berlangsung 79 tahun. Kemerdekaan ini menandai bangsa Indonesia memilki kedaulatan untuk mengatur negaranya dalam semua lini, baik kebijakan dalam maupun luar negerinya. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa dengan perjuangan pergerakan kemerdekaan mengantarkan rakyat Indonesia menjadi negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Kondisi Indonesia Pasca Kemerdekaan

Nyatanya selama 79 tahun merdeka rakyat belum merdeka dari kemiskinan. Berdasarkan data yang diunggah di jatim.bps.go.id dalam kurun waktu tiga tahun terakhir angka kemiskinan di berbagai provinsi di Indonesia masih sangat besar. Di Papua merupakan wilayah paling miskin di Indonesia dengan angka kemiskinan mencapai 26%. Sementara angka kemiskinan terendah ada di Pulau Bali dengan angka 4%. Ini merupakan data yang terekap dan didasarkan pada perhitungan rata-rata pendapatan per daerah. Pada faktanya banyak rakyat berada pada garis kemiskinan dengan standar tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-harinya dengan layak.

Di satu sisi Indonesia memiliki kekayan alam yang melimpah, bahkan di antaranya ada yang nomor satu di dunia yang nilainya mencapai ribuan triliun rupiah. Sebagaimana yang dirilis cnbcIndonesia.com pada tahun 2021 lalu, jumlah batu bara yang dimiliki Indonesia mencapai 148,7 miliar ton dan cadangannya sebesar 39,56 miliar ton merupakan jumlah terbesar ketujuh di dunia. Cadangan nikel Indonesia juga menjadi yang terbesar dunia dengan jumlah sebesar 72 juta ton. Tembaga juga merupakan tambang besar yang jumlahnya mencapai 3% dari total cadangan dunia yang jumlahnya sekitar 28 juta ton. Timah juga menjadi yang terbesar kedua setelah Cina dengan jumlah 800 ribu ton. Selain itu Indonesia juga memilki “harta karun” super langka yang disebut Logam Tanah Jarang (LTJ) yang belum tergarap, sementara negara-negara lain di dunia berlomba-lomba mencari komoditas ini karena manfaatnya yang luar biasa yaitu sebagai bahan baku peralatan berteknologi canggih seperti baterai, telepon seluler, komputer, industri elektronika hingga PLTS dan PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin). Jangan lupakan kekayaan Indonesia berupa emas, perak, minyak, dan barang tambang lainnya. Juga ada sawit, hasil perkebunan dan pertanian, hasil laut, hutan yang melimpah, dan sederet kekayaan alam lainnya. Sunguh kekayaan yang luar biasa. Sayang, Indonesia tak mampu mengelola dan malah memberikannya pada pihak asing untuk mengelolanya.

Berbagai Masalah dalam Seluruh Aspek Kehidupan

Selain masalah kemiskinan yang tak kunjung selesai, masalah ekonomi lainnya yang mendera Indonesia sangat banyak, seperti harga bahan pangan yang makin mahal, kelangkaan komoditas tertentu, tak terwujudnya swasembada pangan dan sebagainya.

Di bidang pendidikan juga banyak PR yang belum terselesaikan mulai dari minimnya jumlah guru, kurikulum yang terus berganti dan tak mampu mencetak generasi tangguh, fasilitas sekolah yang minim dan tidak merata, gaji guru yang rendah, kualitas output pendidikan, dan sederet persoalan lainnya.

Masalah sosial juga tak kalah hebatnya seperti protistusi, seks bebas, tawuran geng motor, narkoba, pencurian, pembegalan, dan pembunuhan menjadi daftar panjang masalah yang harus diselesaikan.

Selama 79 tahun merdeka, rakyat masih terbelenggu dengan masalah kehidupan, tak ada kata sejahtera atau merdeka yang sebenarnya.

Kapitalisme Biang Kerusakan

Dengan adanya berbagai masalah yang menimpa negeri ini, bukan berarti rakyat diam saja. Bahkan pemerintah juga telah mengupayakan berbagai solusi, mulai dari solusi pribadi hingga menyentuh ranah undang-undang. Hanya saja semua solusi ini tak memberikan hasil yang maksimal atau menghilangkan persoalan. Justru kadang semakin menambah masalah atau memunculkan masalah baru dari undang-undang yang telah ditetapkan. Misalnya ketika marak aborsi ilegal yang membahayakan justru negara melegalkan aborsi khusus untuk korban pemerkosaan dalam sebuah peraturan pemerintah. Saat penyakit kelamin, HIV AIDS makin menyebar, maka solusinya dengan menetapkan seks aman dan membekali dengan alat kontrasepsi, sehinga makin menyemarakkan perzinaan di semua kalangan, dan beberapa contoh yang lain.

Pemerintah seolah main-main ketika merumuskan solusi atas persoalan. Lebih dari itu pemerintah terkesan berlepas tangan dari pengurusan rakyat dan hanya bersikap sebagai fasilitator saja bukan pengurus urusan rakyat. Penguasa juga menyelesaikan masalah yang ada dengan cara pandang untung rugi seolah terjadi transaksi ijarah antara rakyat dengan penguasa. Ini bisa dilihat misalnya ketika pemerintah memberikan solusi tentang kelangkaan komoditas pangan tertentu seperti cabe, minyak, dan sebagainya. Atau ketika menyelesaikan masalah guru yang orientasinya masih untung rugi negara dengan keberadaan mereka.

Cara pandang penguasa yang seperti ajir-mustajir (pekerja dan yang dipekerjakan) ini identik dengan cara pandang kapitalisme dalam sebuah pemerintahan. Penguasa tidak melayani rakyat sebagaimana mestinya. Penguasa memandang untung rugi dalam setiap kebijakannya. Lebih dari itu penguasa tidak mampu berdiri sendiri dalam setiap keputusannya tetapi mengikuti kebijakan kapitalisme yang tengah menguasai dunia. Negara Indonesia masih menjadi pengikut negara besar lainnya terutama adidaya dunia, Amerika.

Islam Mewujudkan Kemerdekaan Hakiki

Merdeka adalah lawan dari perbudakan. Setiap manusia pasti ingin merdeka, bebas dari perbudakan, penindasan dan pengekangan. Bagi seorang muslim kemerdekaan sejatinya adalah menjadi hamba Allah sepenuhnya dan bebas mengabdi pada-Nya. Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjelaskan mengenai hal ini. Beliau berkata, “Menjadi hamba Alah adalah kemerdekaan hakiki. Barang siapa yang tidak menghamba kepada Allah, dia akan menjadi hamba kepada selain-Nya” (Al-Majmu’ Al-Fatawa, 8 : 306).

Ketika seorang muslim hidup hanya untuk mencari kesenangan dunia maka sesungguhnya dia belum merdeka. Dia diperbudak oleh harta benda. Hidupnya hanya tunduk untuk mencari harta bagi diri dan keturunannya. Maka dia akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkannya termasuk membuat aturan yang bertentangan dengan aturan-Nya.

Begitu juga sebuah negara dikatakan negara yang merdeka ketika negara tersebut tunduk pada aturan-Nya, baik urusan dalam maupun luar negerinya. Untuk urusan dalam negeri, penguasa negara Islam akan menerapkan seluruh hukum-hukum Islam, baik dari sisi ekonomi, sosial, pemerintahan, pendidikan, kesehatan, sanksi hingga peradilan. Dengan sistem ekonomi Islam dipastikan kekayaan negara berupa tambang akan menjadi milik umum, dikelola oleh negara, dan dikembalikan hasilnya untuk memenuhi kebutuhan warga negara.

Untuk urusan luar negeri, orientasi politik negara Islam adalah untuk menyebarkan dakwah Islam. Negara Islam tidak akan tunduk pada negara adidaya manapun, justru akan berupaya untuk menjadi negara adidaya dunia. Keberadaannya sebagai negara adidaya bukan untuk menakut-nakuti negara lainnya atau mengeruk kekayaan alam dari negara lain tetapi menyampaikan rahmat Islam kepada seluruh alam. Sebagaimana maksud diutusnya Rasulullah dalam surah Al-Anbiya ayat 107 :

“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.”

Khatimah

Setelah 79 tahun merdeka Indonesia tak mengalami perubahan yang signifikan dalam kehidupan rakyatnya. Penderitaan rakyat hanya berubah bentuk dan justru semakin sengsara. Memang Indonesia tak dijajah secara fisik layaknya Palestina, tetapi penjajahan ekonomi, sosial, pendidikan, dan seluruh bidang menjadikan negara terpuruk meski merdeka secara fisiknya. Sudah saatnya negara ini beralih dari sistem kapitalisme menuju sistem Islam agar mampu mewujudkan kemerdekaan hakiki, penghambaan pada Allah satu-satunya bukan yang lainnya.

Wallahu a'lam bi shawaab []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Netty al Kayyisa Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Islamofobia Kian Eksis di Inggris
Next
Peran Penulisan dan Penelitian Ilmiah bagi Kemajuan Peradaban
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

3 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Netty al Kayyisa
Netty al Kayyisa
2 months ago

Jazakillah khoir mom dan tim NP berkenan menayangkan tulisan saya.

Siti Komariah
Siti Komariah
2 months ago

Inilah fatamorgana kemerdekaan Indonesia. Dibilang merdeka tetapi masih dalam kungkungan kapitalisme. Apa-apa harus didekte dengan para oligarki. Sungguh miris. Merdeka sesungguhnya hanya ada pada Islam.

Netty al Kayyisa
Netty al Kayyisa
Reply to  Siti Komariah
2 months ago

Betul mb. Matur nuwun sdh mampir

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram